Makna ‘Tangan Allah’
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal
Salah satu bahasan aqidah yang paling sering disalahpahami adalah soal ayat-ayat yang sepintas mengisyaratkan bahwa Allah punya anggota tubuh sehingga dalam benak sebagian orang terbayang seolah Dzat Allah adalah jism (sosok tiga dimensi) yang tersusun dari organ-organ tubuh tertentu. Ini adalah kesalahan fatal sebab hal ini adalah aqidah para Mujassimah. Aqidah Mujassimah ini adalah salah satu yang dilawan oleh para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah-Maturidiyah) dan disepakati sebagai salah satu aqidah yang menyimpang.
Di antara contoh yang paling sering dibahas
dalam tema ini adalah tentang kata “yadullah” yang secara harfiah berarti
“tangan Allah” yang disebutkan dalam Al-Qur’an maupun hadits. Di antara ayat
yang menyebut kata ini adalah:
قَالَ
يَٰٓإِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَىَّ ۖ
أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنتَ مِنَ ٱلْعَالِينَ
"Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu
sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan ‘kedua tangan-Ku’. Apakah kamu
menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih)
tinggi?” (QS. Shad: 75)
Apa maksud kata “yadayya” yang secara harfiah
berarti “kedua tangan” dalam ayat di atas. Para Mujassimah mengartikannya
secara harfiah sebagai organ tangan yang dikenal manusia, hanya bentuknya saja
yang berbeda. Tapi makna ini salah menurut Imam Ahmad bin Hanbal (241 H) sebab
dengan memaknai semacam ini sama saja dengan mengatakan bahwa Dzat Allah adalah
jism (sosok tiga dimensi yang mempunyai ukuran panjang, lebar dan tinggi secara
fisik). Ia mengatakan:
كَانَ
يَقُول إِن لله تَعَالَى يدان وهما صفة لَهُ فِي ذَاته ليستا بجارحتين وليستا
بمركبتين وَلَا جسم وَلَا جنس من الْأَجْسَام وَلَا من جنس الْمَحْدُود والتركيب
والأبعاض والجوارح وَلَا يُقَاس على ذَلِك لَا مرفق وَلَا عضد وَلَا فِيمَا يَقْتَضِي
ذَلِك من إِطْلَاق قَوْلهم يَد إِلَّا مَا نطق الْقُرْآن بِهِ أَو صحت عَن رَسُول
الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم السّنة فِيهِ
“Imam Ahmad berkata: Sesungguhnya Allah
Ta’ala mempunyai yadâni (”dua tangan”) dan keduanya adalah sifat bagi-Nya dalam
Dzat-Nya. Keduanya bukan organ tubuh untuk bekerja (tangan/kaki), bukan
susunan, bukan jism atau pun jenis dari jism, bukan kategori sesuatu yang bisa
diukur, tersusun, fragmen atau anggota tubuh untuk bekerja (jawârih). “Tangan”
itu tak bisa dikiaskan dengan apa pun, bukan siku, bukan lengan, dan bukan pula
apa yang dipahami dari kata “tangan” secara umum, kecuali [yang boleh adalah
mengatakan] apa yang diucapkan oleh al-Qur’an atau apa yang sahih dari hadits
Rasulullah ﷺﷺ.” (al-Khallal, al-‘Aqîdah, 104).
Demikianlah Imam Ahmad menolak mengartikan
kata “yadullah” sebagai “organ tangan Allah” sebab organ adalah sesuatu yang
dapat terukur dan tersusun sedangkan Dzat Allah bukanlah hal yang demikian. Di
tempat berbeda, Imam Ahmad bin Hanbal, sebagaimana dinukil oleh Imam Hanabilah
terkemuka di masanya, yakni Abu Fadl at-Tamimy (410 H), menegaskan tentang arti
jism yang ia tolak bisa dinisbatkan pada Allah sebagaimana berikut:
إِنَّ
الأَسْمَاءَ مَأْخُوذَةٌ مِنَ الشَّرِيعَةِ وَاللُّغَةِ، وَأَهْلُ اللُّغَةِ
وَضَعُوا هَذَا الاسْمَ – أَيِ الْجِسْمَ – عَلَى ذِي طِولٍ وَعَرْضٍ وَسَمْكٍ
وَتَرْكِيبٍ وَصُورَةٍ وَتَأْلِيفٍ، وَاللهُ خَارِجٌ عَنْ ذَلِكَ كُلِّهِ – أي
مُنزَّهٌ عَنْه – فَلَمْ يَجُزْ أَنْ يُسمَّى جِسْمًا لِخروجِهِ عَنْ مَعْنَى
الْجِسْمِيّةِ، وَلَمْ يَجِىءْ في الشَّرِيعَةِ ذَلِكَ فَبَطلَ
"Sesungguhnya istilah-istilah itu
diambil dari peristilahan syariah dan peristilahan bahasa sedangkan ahli bahasa
menetapkan istilah ini (jism) untuk sesuatu yang punya panjang, lebar, tebal,
susunan, bentuk dan rangkaian, sedangkan Allah berbeda dari itu semua. Maka
dari itu, tidak boleh mengatakan bahwa Allah adalah jism sebab Allah tak punya
makna jismiyah. Dan, istilah itu juga tidak ada dalam istilah syariat, maka
batal menyifati Allah demikian." (Abu al-Fadl at-Tamimy, I’tiqâd al-Imam
al-Munabbal Ahmad bin Hanbal, 45).
Dengan demikian, kata “yadullah” sejatinya
sama sekali tak tepat bila diartikan sebagai “tangan”. Bila terpaksa menerjemah
demikian, maka harus memakai tanda kutip sebab maknanya bukanlah tangan
sebagaimana didefinisikan dalam kamus yang dikenal manusia. Allah sangat
berbeda dengan semua makhluk sehingga mengartikan sesuatu tentang Dzat atau
sifat Allah tak bisa dilakukan secara harfiah sebagaimana mengartikan dzat dan
sifat makhluk.
Ini adalah aqidah seluruh ulama Ahlussunnah
wal Jama’ah (Asy’ariyah-Maturidiyah) yang dinyatakan dalam semua kitab-kitab
mereka. Dengan ini dapat diketahui bahwa pernyataan sebagian tokoh yang seolah
mengartikan “yadullah” sebagai organ tubuh Tuhan adalah pernyataan yang keliru
menurut para ulama Ahlussunnah yang di dalamnya termasuk Imam Ahmad
rahimahullah. Wallahu a'lam. []
Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU
Jember dan Peneliti Bidang Aqidah di Aswaja NU Center Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar