Senin, 16 Maret 2020

(Ngaji of the Day) Makna ‘Tangan Allah’ Menurut Imam Ahmad bin Hanbal


Makna ‘Tangan Allah’ Menurut Imam Ahmad bin Hanbal

Salah satu bahasan aqidah yang paling sering disalahpahami adalah soal ayat-ayat yang sepintas mengisyaratkan bahwa Allah punya anggota tubuh sehingga dalam benak sebagian orang terbayang seolah Dzat Allah adalah jism (sosok tiga dimensi) yang tersusun dari organ-organ tubuh tertentu. Ini adalah kesalahan fatal sebab hal ini adalah aqidah para Mujassimah. Aqidah Mujassimah ini adalah salah satu yang dilawan oleh para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah-Maturidiyah) dan disepakati sebagai salah satu aqidah yang menyimpang.

Di antara contoh yang paling sering dibahas dalam tema ini adalah tentang kata “yadullah” yang secara harfiah berarti “tangan Allah” yang disebutkan dalam Al-Qur’an maupun hadits. Di antara ayat yang menyebut kata ini adalah:

قَالَ يَٰٓإِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَىَّ ۖ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنتَ مِنَ ٱلْعَالِينَ

"Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan ‘kedua tangan-Ku’. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?” (QS. Shad: 75)

Apa maksud kata “yadayya” yang secara harfiah berarti “kedua tangan” dalam ayat di atas. Para Mujassimah mengartikannya secara harfiah sebagai organ tangan yang dikenal manusia, hanya bentuknya saja yang berbeda. Tapi makna ini salah menurut Imam Ahmad bin Hanbal (241 H) sebab dengan memaknai semacam ini sama saja dengan mengatakan bahwa Dzat Allah adalah jism (sosok tiga dimensi yang mempunyai ukuran panjang, lebar dan tinggi secara fisik). Ia mengatakan:

كَانَ يَقُول إِن لله تَعَالَى يدان وهما صفة لَهُ فِي ذَاته ليستا بجارحتين وليستا بمركبتين وَلَا جسم وَلَا جنس من الْأَجْسَام وَلَا من جنس الْمَحْدُود والتركيب والأبعاض والجوارح وَلَا يُقَاس على ذَلِك لَا مرفق وَلَا عضد وَلَا فِيمَا يَقْتَضِي ذَلِك من إِطْلَاق قَوْلهم يَد إِلَّا مَا نطق الْقُرْآن بِهِ أَو صحت عَن رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم السّنة فِيهِ

“Imam Ahmad berkata: Sesungguhnya Allah Ta’ala mempunyai yadâni (”dua tangan”) dan keduanya adalah sifat bagi-Nya dalam Dzat-Nya. Keduanya bukan organ tubuh untuk bekerja (tangan/kaki), bukan susunan, bukan jism atau pun jenis dari jism, bukan kategori sesuatu yang bisa diukur, tersusun, fragmen atau anggota tubuh untuk bekerja (jawârih). “Tangan” itu tak bisa dikiaskan dengan apa pun, bukan siku, bukan lengan, dan bukan pula apa yang dipahami dari kata “tangan” secara umum, kecuali [yang boleh adalah mengatakan] apa yang diucapkan oleh al-Qur’an atau apa yang sahih dari hadits Rasulullah ﷺﷺ.” (al-Khallal, al-‘Aqîdah, 104).

Demikianlah Imam Ahmad menolak mengartikan kata “yadullah” sebagai “organ tangan Allah” sebab organ adalah sesuatu yang dapat terukur dan tersusun sedangkan Dzat Allah bukanlah hal yang demikian. Di tempat berbeda, Imam Ahmad bin Hanbal, sebagaimana dinukil oleh Imam Hanabilah terkemuka di masanya, yakni Abu Fadl at-Tamimy (410 H), menegaskan tentang arti jism yang ia tolak bisa dinisbatkan pada Allah sebagaimana berikut:

إِنَّ الأَسْمَاءَ مَأْخُوذَةٌ مِنَ الشَّرِيعَةِ وَاللُّغَةِ، وَأَهْلُ اللُّغَةِ وَضَعُوا هَذَا الاسْمَ – أَيِ الْجِسْمَ – عَلَى ذِي طِولٍ وَعَرْضٍ وَسَمْكٍ وَتَرْكِيبٍ وَصُورَةٍ وَتَأْلِيفٍ، وَاللهُ خَارِجٌ عَنْ ذَلِكَ كُلِّهِ – أي مُنزَّهٌ عَنْه – فَلَمْ يَجُزْ أَنْ يُسمَّى جِسْمًا لِخروجِهِ عَنْ مَعْنَى الْجِسْمِيّةِ، وَلَمْ يَجِىءْ في الشَّرِيعَةِ ذَلِكَ فَبَطلَ

"Sesungguhnya istilah-istilah itu diambil dari peristilahan syariah dan peristilahan bahasa sedangkan ahli bahasa menetapkan istilah ini (jism) untuk sesuatu yang punya panjang, lebar, tebal, susunan, bentuk dan rangkaian, sedangkan Allah berbeda dari itu semua. Maka dari itu, tidak boleh mengatakan bahwa Allah adalah jism sebab Allah tak punya makna jismiyah. Dan, istilah itu juga tidak ada dalam istilah syariat, maka batal menyifati Allah demikian." (Abu al-Fadl at-Tamimy, I’tiqâd al-Imam al-Munabbal Ahmad bin Hanbal, 45).

Dengan demikian, kata “yadullah” sejatinya sama sekali tak tepat bila diartikan sebagai “tangan”. Bila terpaksa menerjemah demikian, maka harus memakai tanda kutip sebab maknanya bukanlah tangan sebagaimana didefinisikan dalam kamus yang dikenal manusia. Allah sangat berbeda dengan semua makhluk sehingga mengartikan sesuatu tentang Dzat atau sifat Allah tak bisa dilakukan secara harfiah sebagaimana mengartikan dzat dan sifat makhluk.

Ini adalah aqidah seluruh ulama Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah-Maturidiyah) yang dinyatakan dalam semua kitab-kitab mereka. Dengan ini dapat diketahui bahwa pernyataan sebagian tokoh yang seolah mengartikan “yadullah” sebagai organ tubuh Tuhan adalah pernyataan yang keliru menurut para ulama Ahlussunnah yang di dalamnya termasuk Imam Ahmad rahimahullah. Wallahu a'lam. []

Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti Bidang Aqidah di Aswaja NU Center Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar