KHUTBAH JUMAT
Mewaspadai Virus Takabur
Khutbah I
اَلْحَمْدُ
لِلهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِفَضْلِهِ وَكَرَمِهِ، وَخَذَلَ
مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِمَشِيْئَتِهِ وَعَدْلِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ، وَلَا شَبِيْهَ وَلَا مِثْلَ وَلَا نِدَّ لَهُ، وَلَا حَدَّ وَلَا
جُثَّةَ وَلَا أَعْضَاءَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا
وَعَظِيْمَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَحَبِيْبُهُ. اَللهم صَلِّ وَسَلِّمَ وَبَارِكْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ
وَّالَاهُ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَلَا
حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ.
أَمَّا
بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ
مَسْئُولًا. وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ
وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا. كُلُّ ذَلِكَ كَانَ سَيِّئُهُ عِنْدَ رَبِّكَ
مَكْرُوهًا (سورة الإسراء: ٣٦-٣٨).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Pada ayat-ayat ini ditegaskan bahwa seseorang
akan dihisab atas pendengaran, penglihatan dan hatinya sebagaimana ia akan
dihisab atas seluruh anggota badannya. Karena hati adalah pemimpin anggota
badan, maka perbuatan-perbuatan anggota badan mencerminkan apa yang ada di
hati. Jika hati baik maka anggota badan menjadi baik dan jika hati rusak maka
rusak pula anggota badan. Hati tidak akan menjadi baik kecuali ketika bersih
dari penyakit-penyakit dan disembuhkan dari penyakit-penyakit tersebut.
Di antara penyakit hati yang dilarang dalam
ayat-ayat tersebut adalah bersikap takabur terhadap para hamba Allah. Oleh
karenanya, jangan sampai kita berjalan dengan gaya jalan penuh dengan
kesombongan, karena kita tidak akan menembus bumi dengan injakan dan kuatnya
pijakan kaki kita. Kita juga tidak akan mencapai ketinggian gunung dengan
kesombongan kita dan tidak akan menyamai kekuatan dan kekokohan gunung
tersebut.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Takabur adalah seperti ditegaskan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الكِبْرُ
بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ (رواه مسلم)
Maknanya: “Takabur adalah menolak kebenaran
dan merendahkan orang lain” (HR Muslim)
Berdasarkan hadits ini, orang yang takabur
ada dua macam:
Pertama, seseorang yang menolak kebenaran
yang disampaikan orang lain, padahal ia tahu bahwa kebenaran ada pada orang
tersebut. Ia menolaknya karena orang yang menyampaikan kebenaran itu lebih muda
darinya atau lebih rendah kedudukannya, sehingga ia merasa berat untuk
mengikuti kebenaran itu. Padahal, hadirin sekalian, Fir’aun tidaklah binasa
kecuali karena sifat takaburnya. Fir’aun telah melihat sekian banyak mu’jizat
Nabi Musa ‘alaihissalam, namun ia tidak beriman kepada Nabi Musa ‘alaihissalam.
Bahkan Haman, perdana menteri Fir’aun ketika itu berkata kepada Fir’aun: “Jika
engkau beriman kepada Musa, maka engkau akan kembali menjadi hamba yang
menyembah, padahal selama ini engkau sudah menjadi tuhan yang disembah.”
Demikian pula Bani Isra’il yang diutus kepada mereka Nabi Isa ‘alaihissalam.
Setelah mereka melihat mu’jizat Nabi Isa ‘alaihissalam, tidak ada yang membuat
mereka tidak beriman kecuali sifat takabur mereka. Mereka selalu mengatakan
bahwa jika mereka beriman, maka akan lenyaplah kehormatan dan kekuasaan mereka.
Demikian pula Abu Lahab dan tokoh-tokoh kafir
Quraisy. Setelah mereka melihat mu’jizat Al-Qur’an dan mengakui bahwa Al-Qur’an
tidak seperti puisi dan prosa yang mereka kenal, tidak ada yang membinasakan
mereka dan membuat mereka tidak beriman kecuali sifat takabur mereka. Sedangkan
jenis kedua dari orang takabur adalah seseorang yang menganggap dirinya
memiliki keistimewaan yang melebihi orang lain. Ia melihat dirinya dengan
pandangan kesempurnaan dan penuh kebaikan. Ia lupa bahwa itu semua sejatinya
adalah pemberian Allah kepadanya. Dengan itu, ia lalu bersikap congkak kepada
sesama hamba Allah dan merendahkan mereka, karena –menurutnya- ia jauh lebih
tinggi martabatnya, lebih banyak hartanya atau lebih tampan daripada mereka.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Merendahkan orang lain tidak hanya bisa
dilakukan oleh orang kaya dan penguasa saja. Sebaliknya bisa juga dilakukan
oleh siapa pun. Seorang suami bisa saja menganggap istrinya tidak memahami
suatu persoalan, sehingga dia merendahkan istrinya dalam hatinya dan
berperilaku sombong kepadanya tanpa ia sadari. Seorang ayah bisa saja
menganggap anaknya lebih rendah darinya dalam pengetahuan dan pengalaman,
sehingga ia merendahkan anaknya dalam hatinya tanpa ia sadari. Seorang guru
bisa saja menganggap murid-muridnya berada di bawahnya dalam hal ilmu dan
pemahaman, sehingga ia merendahkan mereka dalam hatinya tanpa ia sadari.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Allah telah melarang sifat takabur terhadap
sesama hamba. Saat mengisahkan nasihat Lukman kepada anaknya, Allâh ta’ala
berfirman:
وَلَا
تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (سورة لقمان: ١٨)
Makna ayat ini, janganlah engkau berpaling
dari mereka dengan bersikap sombong, menghadaplah kepada mereka dengan mukamu,
jangan engkau hadapkan kepada mereka separuh bagian mukamu dan pipimu seperti
yang dilakukan oleh orang-orang yang bersikap congkak dan sombong. Jangan
engkau berjalan dengan gaya jalan yang penuh kesombongan, kecongkakan dan rasa
bangga diri.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Virus takabur ini jangan sampai menyerang
hati kita. Virus takabur ini jangan sampai merusak hati kita. Marilah kita
berintrospeksi, kita teliti hati kita masing-masing. Jika telah muncul sedikit
saja virus menyombongkan harta pada hati kita, hendaklah kita mengingat Qarun.
Qarun yang kunci gudang-gudang tempat penyimpanan hartanya, baru bisa diangkat
oleh sejumlah orang yang berbadan kuat, bukankah ia dan seluruh hartanya
dibenamkan ke dalam bumi?. Kesombongannya tidak dapat menyelamatkannya. Jika
dalam hati kita telah muncul sedikit saja virus membanggakan kekuasaan dan
jabatan yang kita miliki, hendaklah kita renungkan kisah Fir’aun. Fir’aun pada
akhir hayatnya tenggelam dan binasa di dalam air dan tidak bermanfaat baginya
kerajaan dan pasukan-pasukannya. Apakah pantas kita membanggakan kekuatan?.
Tidak. Karena sakit gigi saja akan membuat kita terbaring tidak berdaya di
tempat tidur. Apakah pantas kita membanggakan ilmu yang kita kuasai?. Tidak.
Sungguh ilmu yang kita miliki bukanlah berasal dari diri kita pribadi,
melainkan hasil jerih payah para ulama sebelum kita.
Hadirin, kita sama sekali tidak pantas
menyombongkan dan membanggakan diri kita, karena pada hakikatnya permulaan diri
kita adalah air mani yang menjijikkan dan akhir diri kita adalah seonggok
bangkai. Sekuat apa pun, sehebat apa pun, sekaya apa pun, sekuasa apa pun,
setinggi apa pun jabatan seseorang, suatu saat nanti pasti ia akan dikalahkan
oleh kematian.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Seseorang yang selalu memantau dan mengawasi
hatinya serta terus menerus berusaha untuk menghindarkannya dari virus takabur,
maka ia akan meyakini bahwa kecerdasan, ilmu, harta dan jabatannya, sejatinya
bukanlah berasal dari dirinya. Tapi itu semua adalah karunia yang Allah
anugerahkan kepada dirinya. Oleh karenanya, hendaklah ia bersyukur kepada
Tuhan-nya, mengasihi orang yang di bawahnya dan hendaknya bersikap tawadhu’
(rendah hati), karena tawadhu’ termasuk di antara jenis ibadah yang paling
utama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
إِنَّكُمْ
لَتَغْفُلُوْنَ عَنْ أَفْضَلِ الْعِبَادَةِ التَّوَاضُع (رواه الحافظُ ابنُ حجرٍ
في الأمالي)
Maknanya: “Sungguh kalian telah melalaikan
salah satu bentuk ibadah yang paling utama, yaitu tawadhu’ (bersikap rendah
hati)” (HR al Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Amali).
Nabi mengatakan demikian, tidak lain karena
banyaknya orang yang terserang virus takabur. Seandainya semua orang bersikap
rendah hati (tawadhu’), niscaya akan sirna dari tengah-tengah mereka sekian
banyak kebencian dan permusuhan, akan hilang rasa iri dan dengki. Mereka akan
terhindar dari lelahnya persaingan, upaya bermegah-megahan dan saling
membanggakan diri, dan mereka akan menikmati apa yang telah Allah karuniakan
untuk mereka.
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، ، وَنَعُوْذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ
اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ
لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدِنِ الصَّادِقِ الْوَعْدِ الْأَمِيْنِ، وَعَلٰى إِخْوَانِهِ
النَّبِيِّيْنَ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَارْضَ اللهم عَنْ أُمَّهَاتِ
الْمُؤْمِنِيْنَ، وَآلِ الْبَيْتِ الطَّاهِرِيْنَ، وَعَنِ الْخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنِ
الْأَئِمَّةِ الْمُهْتَدِيْنَ، أَبِيْ حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ
وَأَحْمَدَ وَعَنِ الْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ.
أَمَّا
بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ
الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ فَاتَّقُوْهُ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ
بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلٰى نَبِيِّهِ
الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ،
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ،
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ
اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضٰالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ،
اَللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وآمِنْ رَّوْعَاتِنَا وَاكْفِنَا مَا أَهَمَّنَا
وَقِنَا شَرَّ ما نَتَخوَّفُ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ
اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبٰى
ويَنْهٰى عَنِ الفَحْشٰاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلٰى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَاتَّقُوْهُ
يَجْعَلْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مَخْرَجًا، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Ustadz Nur Rohmad, Pemateri/Peneliti di
Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Biro Peribadatan & Hukum, Dewan
Masjid Indonesia Kab. Mojokerto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar