14 Tanda
Orang Bahagia Dunia-Akhirat
Segala sesuatu pasti
ada tandanya. Demikian pula orang-orang yang akan bahagia di akhirat kelak.
Bahkan, tidak hanya di akhirat, di dunia pun mereka akan berbahagia. Berkenaan
dengan tanda-tanda ini, Allah telah mengungkapnya dalam Al-Qur’an.
"Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam
shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tidak berguna. dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka
miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa
mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya,
dan orang-orang yang memelihara shalatnya," (QS al-Mukminun [23]:
1-9).
Selain itu, Syekh
al-Samarqandi dalam Tanbih al-Ghafilin juga menyebutkan 11
tanda orang yang akan berbahagia. Sebagian di antaranya sama dengan tanda yang
telah disebutkan dalam ayat di atas. Sehingga bila dipadukan, jumlahnya menjadi
14 tanda. (Lihat: Tanbih al-Ghafilin, [Surabaya: Harisma], hal.
70). Namun, keempat belas tanda ini tidak serta merta berdiri sendiri kecuali
di atas keimanan yang kokoh dan ketakwaan yang kuat.
Pertama, senantiasa
memelihara shalat lima waktu dengan khusyu’. Hal ini juga sejalan dengan
perintah Allah dalam ayat yang lain, "Peliharalah semua shalat(mu), dan
(peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan
khusyu," (QS al-Baqarah [2]: 238).
Perintah ini pun tak
bisa disepelekan karena shalat merupakan amal hamba yang pertama kali dihisab
atau dipertanggungjawaban pada hari Kiamat. Usai amal shalatnya diperiksa,
barulah amal-amal yang lain.
Kedua, menjaukan diri dari
hal-hal yang tidak berguna, baik dalam tindakan maupun dalam pembicaraan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakan, “Di
antara tanda bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan perkara yang tak
bermakna,” (HR Ahmad).
Dalam hadis lain,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga berpesan, “Siapa
saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik-baik
atau diam,” (HR Malik).
Ketiga, menunaikan zakat
bila harta sudah mencapai nisab, baik zakat fitrah maupun zakat harta. Kendati
belum mampu berzakat, masih bisa bersedekah, berhibah, berinfak, berwakaf,
memberi hadiah, menyumbang, dan seterusnya.
Keempat, menjaga kemaluan
kecuali kepada pasangan yang sah. Sayangnya, menjaga kemaluan ini sudah banyak
diabaikan. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah
mengingatkan ancamannya, “Tidak ada dosa yang lebih besar di sisi Allah,
setelah syirik, kecuali dosa seorang lelaki yang menumpahkan spermanya pada rahim
wanita yang tidak halal baginya,” (Ibnu Abi al-Dunya).
Kelima, selalu menjaga
amanat yang diberikan dan janji yang telah disampaikan. Amanat sendiri mencakup
semua yang telah diberikan Allah untuk dipertanggungjawabakan, seperti usia,
harta, ilmu, jabatan, keluarga, keturunan, dan sebagainya.
Keenam, zuhud terhadap
dunia dan cinta terhadap akhirat. Ia menyadari bahwa kehidupan akhirat lebih
baik dan lebih kekal daripada kehidupan dunia. Karena itu, segala sesuatu yang
ia lakukan diorientasikan untuk kehidupan akhirat. Namun, zuhud bukan berarti
meninggalkan dunia, melainkan menjadikan dunia sebagai sarana meraih
kebahagiaan yang lebih besar dan abadi. Sedangkan dunia yang sekiranya
mencelakakan dan tak akan mengantarkan kepada kebahagiaan akhirat
ditinggalkan.
Ketujuh, mencurahkan seluruh
perhatiannya kepada ibadah dan membaca Al-Qur’an. Apa pun yang dilakukannya
harus bernilai ibadah. Mulai dari mencari nafkah, menikah, mengurus keluarga,
mendidik anak, makan, minum, sampai tidur, dilakukan dan diniatkan dengan tulus
agar bernikai pahala di sisi Allah. Apalagi amaliah yang berbentuk ibadah,
seperti shalat, zakat, puasa, dan sebagainya. Tidak ada waktu luang kecuali
diisi dengan hal-hal bermanfaat, seperti membaca Al-Qur’an. Ia sadar Al-Qur’an
kelak akan memberi syafaat atau pertolongan bagi pembacanya, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bacalah Al-Qur’an oleh kalian! Sebab,
pada hari Kiamat ia akan datang sebagai pemberi syafaat bagi pemilik
(pembaca)-nya,” (HR Ahmad).
Mengutip pernyataan
Abdullah ibn Abi Zakariya, Ibnu Abi Ashim menuturkan, orang yang banyak
bicaranya, banyak kesalahannya. Orang yang banyak kesalahannya, sedikit sifat
wara‘-nya. Orang yang sedikit sifat wara‘-nya, mati hatinya. Orang
yang mati hatinya, diharamkan Allah ke dalam surga.
Kedelapan, bersikap wara’ atau
berhati-hati dari segala perkara haram, baik yang banyak maupun yang sedikit.
Jangankan yang haram, yang halal pun sudah dibatasi dan syubhat sudah
dihindari. Dalam hadis disebutkan, siapa pun yang menjauhi perkara syubhat,
sejatinya telah membebaskan agama dan kehormatan dirinya. Sebab, orang yang
telah berani mengambil perkara syubhat akan terjatuh kepada perkara
haram.
Kesembilan, bersahabat dengan
orang-orang saleh. Bahkan, persahabatan ini juga akan berlanjut hingga hari
akhir. Salah satu hadis Rasulullah menyatakan, “Sesungguhkan engkau akan
dikumpulkan bersama orang-orang yang engkau cintai.” Artinya, jika seseorang
cinta kepada orang saleh, maka kelak ia akan dibangkitkan bersama orang-orang
saleh. Demikian pula sebaliknya.
Selain itu,
bersahabat dengan orang-orang saleh juga termasuk pelembut dan pengobat hati.
Sementara pelembut hati lainnya adalah membaca Al-Qur’an dengan penuh
penghayatan, sering berpuasa mengosongkan perut, senantiasa bangun malam, dan
merendahkan diri kepada Allah di waktu sahur.
Kesepuluh, bersikap tawaduk,
rendah hati, dan tidak sombong. Sungguh jelas apa yang disampaikan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadisnya, “Siapa saja yang ruhnya
meninggalkan jasad, dalam keadaan terbebas dari tiga hal, maka ia masuk surga.
Ketiganya adalah kesombongan, kedengkian, dan hutang,” (HR al-Darimi).
Dalam hadis lain
ditegaskan, tidaklah seseorang meninggal dan dalam hatinya ada sifat sombong
walau hanya seberat biji sawi, maka ia tidak halal mencium aroma surga.
Kesebalas, bersikap murah hati
dan dermawan. Sebab, orang yang murah hati itu dekat dengan Allah, dekat dengan
surga, dekat dengan sesama manusia, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang kikir
itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari sesama, dan dekat dengan api
neraka. Sehingga orang jahil yang dermawan lebih dicintai Allah daripada ahli
ibadah yang kikir. Dengan pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada
para sahabat, sebagaimana yang diriwayatkan al-Tirmidzi.
Keduabelas, bersikap penyayang
kepada sesama makhluk Allah. Hal ini berdasarkan perintah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sayangilah mereka yang ada di bumi, niscaya
kalian akan disayang oleh mereka yang ada di langit.” Dan yang lebih istimewa,
orang-orang yang penyayang akan disayang oleh Dzat yang maha penyayang.
Ketigabelas, memberi manfaat
kepada sesama makhluk. Sungguh mulia orang yang selalu memberi manfaat kepada
sesama. Selain dicap sebagai manusia terbaik, juga dimasukkan ke dalam golongan
hamba yang paling dicintai Allah. Ingatlah, amal yang paling dicintai Allah
adalah memberikan kebahagiaan kita berikan kepada seorang muslim, bantu
meringankan kesulitannya, melunasi hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya.
Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
“Bila aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi satu kebutuhannya, maka
lebih aku sukai daripada beri'tikaf di masjidku (Masjid Nabawi) selama satu
bulan. Siapa saja yang berjalan bersama saudaranya dalam satu kebutuhannya, hingga
ia siap membantunya, maka Allah akan menetapkan telapak kakinya pada hari
dimana banyak telapak kaki tergelincir,” (HR al-Thabrani).
Keempatbelas, selalu mengingat
kematian, sebagaimana yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Perbanyaklah kalian mengingat penghancur kenikmatan,” yakni: kematian.
Mari kita bandingkan
mereka yang lalai kepada kematian dan mereka yang ingat kepada kematian. Mereka
yang lalai umumnya malas dalam beribadah, ceroboh dalam bertindak, tak peduli
akan kewajiban sendiri dan hak orang lain, tak pandang bulu dalam perkara
haram, dan seterusnya. Namun tidak demikian halnya yang ingat kepada kematian.
Mereka sadar sekecil apa pun yang mereka perbuat akan dipertanggungjawabkan dan
diperlihatkan balasannya. "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan
seberat sawi pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar sawi pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya
pula," (QS al-Zalzalah [99]: 9).
Itulah tanda-tanda
orang yang akan meraih kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat. Sementara
tanda-tanda orang yang akan celaka adalah kebalikan dari tanda-tanda di atas,
seperti melalaikan shalat, sibuk dengan hal-hal yang tak bermakna, tidak
menjaga kemaluan, dan seterusnya. Semoga bermanfaat. Wallahu ‘alam. []
Ustadz M. Tatam
Wijaya, Alumni PP Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis
Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar