Beda Pendapat Ulama tentang
Persentuhan Kulit Laki-laki dan Perempuan
Di antara permasalahan yang sering
diperdebatkan di kalangan masyarakat adalah hukum persentuhan kulit laki-laki
dan perempuan, apakah membatalkan wudhu atau tidak? Perlu diketahui, jika
persentuhan dimaksud terjadi antara dua orang yang memiliki hubungan mahram
maka ulama sepakat bahwa persentuhan tersebut tidak membatalkan wudhu.
Sebagaimana mereka sepakat bahwa persentuhan kulit jika terjadi secara tidak
langsung (ada penghalang/ha’il), tidak membatalkan wudhu, baik keduanya
memiliki hubungan mahram atau tidak.
Para ulama berbeda pendapat jika yang
bersentuhan adalah laki-laki dan perempuan yang tidak terikat hubungan mahram,
dan bersentuhan dimaksud terjadi secara langsung, tanpa penghalang. Perbedaan
ini, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid juz
1 halaman 29, berawal dari perbedaan dalam memahami makna “al-lamsu”
dalam ayat:
أَوْ
لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
“Atau kamu telah menyentuh perempuan,
sedangkan kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang
suci.” (An Nisa: 43).
Dalam bahasa Arab, kata “al-lamsu”
merupakan lafadh yang musytarak, yaitu lafadh yang dibentuk dengan
memiliki makna yang bermacam-macam. Al-lamsu dapat diartikan menyentuh,
dan dapat diartikan berhubungan badan. Sahabat Ali, Ibnu Abbas, dan Hasan
memilih makna pertama, sementara Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, dan Sya’bi memilih
makna kedua.
Ulama yang mengartikan al-lamsu dengan
“menyentuh”, menyatakan bahwa persentuhan kulit lawan jenis membatalkan wudhu,
sedangkan ulama yang mengartikannya dengan “berhubungan badan”, menyatakan
bahwa persentuhan saja tidak membatalkan wudhu, sebab yang membatalkan adalah
berhubungan badan.
Perbedaan pemahaman ini menimbulkan perbedaan
pendapat imam mazhab dan pengikutnya dalam menghukumi persentuhan kulit
laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, termasuk istri. Imam Abu Hanifah dan
para pengikutnya menyebutkan bahwa persentuhan kulit laki-laki dan perempuan
tidak membatalkan wudhu secara mutlak, baik dengan syahwat atau tidak. Mereka
berpedoman pada hadits riwayat Aisyah radliyallahu anha:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَ بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ
خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mencium
beberapa istrinya lalu keluar untuk shalat, tanpa berwudhu.” (HR. Turmudzi).
Mereka juga berpegangan pada hadits Aisyah
yang lain:
عَنْ
عَائِشَةَ، قَالَتْ: فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ، فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ
قَدَمَيْهِ، وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ، وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ.
Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Pada suatu malam,
aku kehilangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dari kasurku.
Maka aku pun mencarinya, lalu tanganku mendapati bagian telapak kakinya yang
sedang berada di dalam masjid, dan kedua telapak kaki beliau dalam posisi tegak
lurus (dalam posisi sujud).” (HR. Muslim, No. 489).
Kedua hadits di atas secara jelas menyatakan
ketidakbatalan persentuhan kulit laki-laki dan perempuan, sebab pada hadits
pertama, Nabi mencium beberapa istrinya kemudian shalat tanpa berwudhu lagi.
Sedangkan pada hadits kedua, Aisyah menyentuh telapak kaki Nabi, tetapi beliau
melanjutkan shalatnya. Jika persentuhan kulit laki-laki dan perempuan
membatalkan wudhu maka Nabi akan membatalkan shalatnya lalu mengulangi
wudhunya.
Di lain sisi, Imam Syafi’i dan para
pengikutnya menegaskan bahwa persentuhan kulit tersebut dapat membatalkan
wudhu, baik dengan syahwat atau tidak. Mereka berpedoman pada makna dhahir
Surat an-Nisa ayat 43 di atas, yaitu firman Allah subhanahu wata’ala:
أَوْ
لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
“Atau kamu telah menyentuh perempuan.”
Mereka mengatakan, makna hakiki dari kata
“al-lamsu” adalah menyentuh dengan tangan, sedangkan makna majazinya adalah
berhubungan badan. Selama perkataan bisa diartikan dengan makna hakiki, maka
tidak boleh diartikan dengan makna majazi, kecuali jika tidak mungkin
menggunakan makna hakiki, sebagaimana kaidah:
الأَصْلُ
فِي الكَلَامِ الحَقِيْقَةُ
“Pada dasarnya, ucapan itu bermakna
hakiki.”
Kelompok ini memperkuat argumentasinya dengan
qira’at versi lain terhadap Surat an-Nisa ayat 43 tersebut, yaitu qira’at
yang menghilangkan huruf alif sehingga menjadi:
أَوْ
لَمَسْتُمُ النِّسَاءَ
Berdasarkan qira’at kedua ini, kata
al-lamsu lebih tepat diartikan menyentuh daripada berhubungan badan. Sehingga
menurut kelompok ini, persentuhan kulit laki-laki dengan perempuan membatalkan
wudhu.
Berbeda dari kedua pendapat di atas, Imam
Malik dan para pengikutnya memberikan rincian; jika persentuhan itu diikuti
dengan syahwat maka membatalkan wudhu, tetapi jika tanpa syahwat, tidak
membatalkan.
Mereka mencoba menggabungkan dan mencari
titik temu antara hadits-hadits yang dijadikan sandaran oleh kelompok pertama,
dan ayat Al-Qur’an yang dijadikan landasan oleh kelompok kedua. Kemudian mereka
menyimpulkan bahwa persentuhan kulit yang disertai syahwat dapat membatalkan
wudhu, berdasarkan ayat tersebut, dan tidak membatalkan wudhu jika tidak
disertai syahwat, berdasarkan hadits-hadits dimaksud. (Lihat: Muhammad Ali
al-Shabuni, Rawa’i al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an,
Damaskus: Maktabah al-Ghazali, Juz 1980, hal. 487-488).
Demikian pendapat para ulama tentang hukum
persentuhan kulit laki-laki dan perempuan. Setelah mencermatinya, dapat
disimpulkan bahwa semua pendapat memiliki argumentasinya masing-masing. Hanya
saja, untuk kehati-hatian dalam masalah ibadah, pendapat Imam Syafi’i dan para
pengikutnya yang menyatakan batalnya wudhu karena persentuhan kulit laki-laki
dan perempuan, layak untuk dipegang.
Akan tetapi, perlu dipahami bahwa perbedaan
semacam ini merupakan bukti kekayaan khazanah keilmuan umat Islam, dan bukan
merupakan ajang perselisihan dan perpecahan. Karenanya, prinsip saling
tolong-menolong dalam mengamalkan hal-hal yang disepakati, dan saling toleransi
dalam menjalankan hal-hal yang diperselisihkan, patut dikedepankan. Wallahu
a’lam. []
Husnul Haq, dosen IAIN Tulungagung dan
Pengurus LDNU Jombang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar