Hukum Jual-Beli Burung
Peliharaan
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb. Redaksi NU Online, masyarakat belakangan memiliki hobi memelihara burung karena hendak menikmati terutama kicaunya atau sekadar rupa-warnanya seperti kenari, kacer, jalak, lovebird, dan sebagainya. Burung itu diternak dan diperjualbelikan secara bebas. Pertanyaannya, apa pandangan hukum Islam terkait fenomena tersebut? Mohon keterangannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Ruslan – Jakarta
Assalamu ‘alaikum wr. wb. Penanya dan pembaca
yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. pada
prinsipnya, jual dan beli adalah aktivitas ekonomi yang mubah sejauh aktivitas
tersebut memenuhi ketentuan jual beli yang berlaku menurut Islam.
Dalam kaitannya dengan jual dan beli burung,
ulama fiqih membahasnya dari segi posisi burung berada (dan juga biasanya ikan
dalam kitab-kitab fiqih). Ulama fiqih membahas jual beli hewan dari sejauh mana
kemampuan penjual menyerahkan produknya kepada pembeli untuk menghindari gharar
(jual beli produk yang tidak jelas).
Jika burung yang akan dijual berada di luar
kandang, ini menjadi problem bagi kalangan ulama fiqih karena penjual
diasumsikan tidak berkuasa untuk menyerahkannya kepada pembeli. Sementara
tujuan dari jual beli adalah penyerahan produk miliknya kepada konsumen.
Dengan demikian, penjual memastikan burung
berada di dalam kandang (yang diasumsikan ia kuasa dan sanggup) untuk dapat
diserahkannya kepada pembeli. Hal ini disampaikan oleh Imam Al-Mawardi dari
Mazahb Syafi’i dalam karyanya sebagai berikut:
فَأَمَّا
إِنْ كَانَ الطَّيْرُ فِي بُرْجِ مَالِكِهِ : فَإِنْ كَانَ بَابُ الْبُرْجِ
مَفْتُوحًا لَمْ يَجُزْ بَيْعُهُ : لِأَنَّه قَدْ يَقْدِرُ عَلَى الطَّيَرَانِ
فَصَارَ فِي حُكْمِ مَا طَارَ ، وَإِنْ كَانَ بَابُ الْبُرْجِ مُغْلَقًا جَازَ
بَيْعُهُ لِظُهُورِ الْقُدْرَةِ عَلَيْهِ وَتَسْلِيمِهِ بِالتَّمْكِينِ مِنْهُ فِي
بُرْجِهِ ، وَتَمَامِ قَبْضِهِ بِإِخْرَاجِهِ مِنْ بُرْجِهِ
Artinya, “Adapun jika burung itu di kandang
pemiliknya, maka dilihat dulu. Jika pintu kandang terbuka, maka burung tidak
boleh dijual karena ia berpotensi terbang. Jadi, status burung itu seperti
burung lepas. Tetapi jika pintu kandang tertutup, maka burung itu boleh dijual
karena kejelasan kuasa pemilik atas burung, dapat menyerahkannya di dalam
kandang, dan sempurna qabadh (serah-terima dalam akad) dari kandangnya,”
(Al-Mawardi, Al-Hawil Kabir fi Fiqhi Mazhabil Imamis Syafi’i, [Beirut, Darul
Kutub Al-Ilmiyyah: 1994 M/1414 H], juz V, halaman 327).
Ibnu Qudamah dari kalangan Mazhab Hanbali
berpandangan serupa dengan Al-Mawardi. Dalam karyanya, Al-Mughni, Ibnu Qudamah
menambahkan bahwa jual beli burung tidak boleh dilanjutkan jika burung harus
ditangkap dengan susah dan payah (mungkin di kandang terlalu besar atau di luar
kandang) karena (diasumsikan) ketiadaan kemampuan pemiliknya dalam menyerahkan
produk itu kepada pembeli. (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, juz VIII: 367).
Adapun Ibnul Himam dari Mazhab Hanafi dalam
Fathul Qadir mengutip fatwa Qadhi Khan, seseorang boleh menjual burung yang
terbang lepas tetapi jinak yang keluar-masuk sarangnya, dan sanggup
menangkapnya dengan mudah. Tetapi jika burung jinak itu sulit ditangkap, maka
tidak boleh ada aktivitas jual beli.
Dari pelbagai keterangan ulama, kita dapat
menyimpulkan bahwa jual beli burung dibolehkan sejauh memenuhi ketentuan dasar
aktivitas penjualan, yaitu kemampuan penjual dalam menyerahkan produknya kepada
konsumen.
Tentu saja kami menyarankan untuk menghindari
jual beli burung di luar jenis yang dilindungi karena bertentangan dengan hukum
positif.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar