Jumat, 27 Maret 2020

Zuhairi: Menanti Angin Perubahan di Arab Saudi


Menanti Angin Perubahan di Arab Saudi
Oleh: Zuhairi Misrawi

Muhammad bin Salman (MBS) terus melakukan berbagai manuver untuk memuluskan ambisinya sebagai calon terkuat orang nomor satu di Arab Saudi, suksesor ayahandanya Salman bin Abdul Aziz. Ia tidak ingin ada pihak-pihak yang mencoba menggagalkan ambisinya untuk merebut kursi kekuasaan. Sebab itu, yang teranyar ia menangkap dua sosok penting yang digadang-gadang sebagai kandidat Raja di masa mendatang, yaitu Ahmed bin Abdul Aziz dan Mohammed bin Nayef.

Hingga saat ini tidak ada keterangan resmi dari MBS perihal penangkapan tersebut. Isu yang menggelinding di berbagai media kawasan Timur-Tengah, penangkapan tersebut terkait kasak-kusuk kudeta yang mulai menyeruak di lingkaran keluarga besar al-Saud. Mereka mulai gerah dengan manuver yang dilakukan MBS, termasuk kemampuannya dalam mengelola pemerintahan dan membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Kematian Jamal Khashoggi yang masih misterius hingga sekarang telah menghilangkan kepercayaan dunia internasional terhadap MBS. Bahkan, banyak pihak yang meminta agar MBS diadili. Namun, sokongan dari Donald Trump terhadap MBS menjadikan dirinya bisa bernapas dari tekanan dunia internasional.

Selain itu, konflik Yaman menjadi rapor merah bagi MBS, karena belum ada tanda-tanda berakhirnya konflik. Alih-alih memenangkan pertarungan melawan Houthi, keamanan Arab Saudi justru terancam karena simbol-simbol kerajaan justru menjadi target sasaran rudal Houthi. MBS terbukti tidak mempunyai kemampuan kepemimpinan dalam memastikan keamanan domestik dan regional.

Puncaknya, MBS terlihat semakin represif terhadap pihak-pihak yang ditengarai kritis terhadap kebijakan yang dikeluarkan dirinya. Ribuah ulama, aktivis, bahkan keluarga kerajaan dipenjara, disiksa, dan ditangkap tanpa melalui proses pengadilan yang transparan. MBS ingin menunjukkan kekuasaan dan kekuatannya, sehingga tidak ada seorang pun yang bisa mengkritiknya.

Ahmed bin Abdul Aziz dan Mohammed bin Nayef merupakan dua sosok yang potensial menjadi suksesor Raja Salman bin Abdul Aziz yang saat ini dalam kondisi kesehatan yang kurang baik. Dari garis keluarga dan kapasitas kedua sosok ini sebenarnya lebih cocok untuk menjadi Raja daripada MBS. Hal tersebut juga didukung oleh sebuah tradisi dan fakta bahwa Putera Raja tidak secara otomatis menjadi Raja. Keluarga besar kerajaan al-Saud biasanya melakukan musyawarah untuk menentukan siapa yang akan disepakati sebagai khalifah, suksesor.

Namun MBS justru mengambil langkah politik represif terhadap pamannya (Ahmed bin Abdul Aziz) dan sepupunya (Mohammed bin Nayef). Hingga saat ini tidak ada penjelasan ke publik perihal ditangkapnya kedua sosok penting tersebut. Ironis, penangkapan dua sosok penting, tapi tidak ada penjelasan sama sekali.

Pada 2017 lalu, MBS juga melakukan penangkapan terhadap beberapa sosok penting dalam lingkaran keluarga kerajaan dengan dalih melawan korupsi. MBS ingin menunjukkan bahwa dirinya mempunyai komitmen untuk melawan korupsi yang dilakukan oleh saudara dan lingkaran kerajaan yang selama ini dikenal mempunyai kekebalan politik.

Namun semua tahu bahwa MBS sedang mengonsolidasi kekuasaannya. Ia ingin menunjukkan sebagai penguasa de facto, menggantikan ayahnya Raja Salman bin Abdul Aziz yang dalam kondisi kesehatan tidak baik. MBS memimpin langsung masalah ekonomi, luar negeri, dan pertahanan. Ia sedang mencari cara untuk mulusnya transisi kekuasaan dari ayahnya kepada dirinya. Sebab itu, muncul rumor bahwa MBS sedang berusaha agar transisi kekuasaan berlangsung dalam waktu dekat sebelum akhir tahun ini.

Sebenarnya MBS ingin secepatnya ditetapkan sebagai Raja, tetapi kasus pembunuhan Jamal Khashoggi telah menjadi kartu mati bagi dirinya. Ia telah kehilangan kepercayaan dunia internasional, yang ditandai dengan penolakan para investor dalam megaproyek Neom 2030. Hasil investasi telah membuktikan keterlibatan MBS dalam kematian jurnalis yang mempunyai kedekatan dengan keluarga kerajaan tersebut.

Maka dari itu, manuver yang dilakukan MBS menimbulkan tanda-tanya banyak pihak. Ada persoalan serius dalam keluarga kerajaan perihal kepercayaan terhadap MBS. Jika selama ini dunia internasional sudah kehilangan kepercayaan terhadap MBS, maka keluarga kerajaan juga sudah melalui gerah dengan manuver MBS. Tidak hanya itu, MBS terbukti sudah menampar muka keluarga kerajaan karena ia tidak hanya represif terhadap mereka yang kritis kepada dirinya, melainkan juga terhadap saudara-saudaranya yang lebih tua, yang semestinya ia juga harus memberikan penghormatan.

Penangkapan terhadap Ahmed bin Abdul Aziz dan Mohammed bin Nayef merupakan langkah ceroboh, karena keduanya merupakan simbol lingkaran kerajaan yang semestinya harus diperlakukan secara terhormat. Nafsu kekuasaan MBS sejatinya tidak menjadikannya secara serampangan menghancurkan simbol-simbol penting dalam keluarga kerajaan.

Keberlangsungan Dinasti al-Saud selama beberapa dekade terakhir karena didukung dan disokong sepenuhnya oleh keluarga kerajaan yang mempunyai soliditas dan solidaritas yang tinggi dengan melakukan proses musyawarah secara mufakat dalam mengambil keputusan strategis, khususnya soal suksesi kepemimpinan. Karenanya, suksesi kekuasaan bisa berlangsung secara damai.

Manuver seperti yang dilakukan MBS pernah dilakukan oleh Raja Faisal dengan menyingkirkan seluruh keluarga al-Saud untuk memuluskan jalannya sebagai Raja pada 1960-an. Namun kondisinya saat ini tidak mudah, karena MBS terlalu dalam melakukan manuver yang menjadikannya tidak hanya sebagai musuh bagi dunia internasional, tetapi juga musuh di dalam lingkaran kerajaan. Jika tidak hati-hati, maka seluruh ambisi MBS akan berujung pada malapetaka yang lebih besar bagi perubahan tatanan sosial dan politik yang bersifat revolusioner.

Di tengah kesimpangsiuran masa depan Arab Saudi dan hempasan ekonomi yang semakin tidak jelas, tidak menutup kemungkinan adanya konsolidasi kelompok kritis dan kaum muda milenial yang menghendaki perubahan secara menyeluruh. Jika ini yang terjadi, maka akan berembus angin revolusi di Arab Saudi yang menandakan sebuah perubahan besar akan terjadi. []

DETIK, 12 Maret 2020
Zuhairi Misrawi | Cendekiawan Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar