Kisah Nabi Yusuf dan Keutamaan Ramadhan
Kisah Nabi Yusuf dalam Al-Qur’an diabadikan
dalam beberapa fragmen, yang kemudian disatukan dalam surat khusus, yakni Surat
Yusuf. Ini menandakan nilai pentingnya kisah tersebut untuk diambil pelajaran
terutama tentang keluarga, keteguhan dalam bertauhid, visi dan kebajikan
seorang pemimpin dan sebagainya.
Di tangan Muhammad ibn Husain, penulis Asrar
al-Muhibbin fi Ramadhan, sebagian fragmen dari kisah Nabi Yusuf tersebut,
dianalogikan dengan keutamaan Ramadhan dibanding bulan-bulan lainnya.
Nabi Yusuf lebih dicintai ayahnya, Nabi
Ya’kub, dibanding sebelas anak kandung lainnya sebagaimana tersirat dalam
dialog sebelas saudara Nabi Yusuf berikut ini:
إِذْ
قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ
إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Artinya, “Ketika itu, saudara saudara Yusuf
berkata: Yusuf dan saudaranya lebih dicintai oleh ayah kita dibanding diri
kita, meskipun kita sangat banyak. Sungguh, Ayah kita itu berada dalam
kesesatan yang nyata” (QS. Yusuf [12]: 8).
Kecintaan Nabi Ya’kub terhadap Nabi Yusuf
dibanding anak kandung lainnya, menurut Muhammad ibn Husain, sama halnya dengan
Ramadhan yang lebih dicintai Allah dibanding bulan lainnya.
قَدْ
جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ
صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ
الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ
شَهْرٍ
Artinya, “Bulan Ramadhan telah datang kepada
kalian, bulan penuh berkah. Allah mewajibkan kalian berpuasa Ramadhan. Pada
bulan itu pintu-pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan
dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibanding seribu”
bulan (HR. Ahmad).
Saat sebelas saudaranya memohon Nabi Yusuf
agar memenuhi kebutuhan hidup mereka, yang waktu itu dilanda kelaparan, Nabi
Yusuf sebagai pemimpin Mesir, mengabulkan permohonannya. Nabi Yusuf memberikan
mereka makan dan memenuhi perbekalan hidup lainnya.
وَلَمَّا
جَهَّزَهُمْ بِجَهَازِهِمْ قَالَ ائْتُونِي بِأَخٍ لَكُمْ مِنْ أَبِيكُمْ أَلَا
تَرَوْنَ أَنِّي أُوفِي الْكَيْلَ وَأَنَا خَيْرُ الْمُنْزِلِينَ
Artinya, “Dan ketika Yusuf menyiapkan bahan
makanan untuk mereka, dia berkata “(jika kalian datang ke sini lagi), bawalah
kepadaku saudara kalian yang seayah dengan kalian”. Tidakkah kalian melihat
bahwa aku telah memberikan (kepada kalian) takaran yang penuh dan telah menjadi
tuan rumah yang terbaik?” (QS. Yusuf [12]:59).
Nabi Yusuf yang membantu dan memenuhi
kebutuhan sebelas saudaranya tersebut sama halnya dengan bulan Ramadhan yang
menjadi pengganti kekurangan seorang hamba ketika tidak maksimal menjalankan
kebaikan di bulan sebelas bulan lainya. Ramadhan menjadi bulan pelipatgandaan
dan rapelan pahala, yang menjadi pelengkap ketidaksempurnaan seorang hamba
dalam menjalankan ibadah di bulan sebelas lainnya.
كُلُّ
عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ
مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا
الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ
أَجْلِي
Artinya, “Setiap kebaikan yang dilakukan
manusia dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan semisal sampai tujuh ratus kali
lipat, Allah berfirman: kecuali amalan puasa. Amalan puasa itu untukku dan aku
sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia meninggalkan makanan dan
syahwatnya karenaku” (HR. Muslim).
Nabi Yusuf menghapus dendam, memberi maaf
untuk sebelas saudaranya dan Allah mengampuni mereka, meski waktu dulu mereka
membuang Yusuf kecil ke Sumur.
قَالَ
لاَ تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ
الرَّاحِمِينَ
Artinya, “Yusuf berkata: pada hari ini tidak
ada cercaan terhadap kamu. Semoga Allah mengampuni kalian. Sebab Dialah yang
paling penyayang di antara para penyayang” (QS. Yusuf [12]: 93).
Pemberian maaf Nabi Yusuf kepada sebelas
saudaranya tersebut dianalogikan dengan Ramadhan yang dijadikan khusus oleh
Allah sebagai bulan pengampunan, penuh berkah dan kebaikan, yang berbeda dengan
sebelas bulan lainnya.
Dari dua belas anak, sebelas anaknya tidak
mampu mengobati kesedihan, keburaman penglihatan Nabi Ya’kub karena kedukaan
yang mendalam. Hanyalah Yusuf yang mampu menghapus luka dan mengembalikan
penglihatan Ya’kub.
اذْهَبُوا
بِقَمِيصِي هَذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا وَأْتُونِي
بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ
Artinya, “Pergi dan bawalah baju gamis
milikku ini dan letakkanlah ia ke wajah ayahku, niscaya penglihatannya akan pulih
kembali dan kemudian datanglah kepadaku bersama seluruh keluarga kalian” (QS.
Yusuf [12]: 93).
Nabi Yusuf sebagai pengobat satu-satunya luka
yang diderita Nabi Ya’kub dianalogikan dengan Ramadhan sebagai bulan
pengampunan dan kesempatan bagi hamba yang penuh dosa dengan bekal iman dan
berharap hanya kepada Allah untuk membasuh kesalahan yang sudah diperbuat di
sebelas bulan lainnya.
من
صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر الله ما تقدّم من ذنبه
“Siapa pun orangnya yang berpuasa bulan
Ramadhan dengan bekal keimanan dan berharap hanya kepada Allah, maka Allah
mengampuni dosa-dosa yang telah lalu.”
Waallahu ‘Alam. []
Fuad Nawawi, Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar