Mengantisipasi Dampak Covid-19
Oleh: Bambang Soesatyo
PENYEBARAN virus korona terus terjadi. Bahkan, komunitas pakar kesehatan sejagat sekalipun belum tahu bagaimana menghentikan penyebaran wabah Covid-19 ini. Mereka pun belum menemukan serum atau obat yang ampuh untuk pasien terdampak virus ini. Dan, hari-hari ini, semua orang, tanpa terkecuali, sedang menyaksikan dan merasakan kerusakan di berbagai lini kehidupan akibat virus korona.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun sudah mengakui sambil mengingatkan bahwa dunia belum mampu mengendalikan wabah Covid-19. Hingga awal Maret 2020 ini, Covid-19 sudah mewabah di puluhan negara. Kasus virus korona sedikitnya terdapat di 75 negara. Indonesia melalui Presiden Joko Widodo pada Senin (2/3) juga telah mengumumkan dua warganya positif terinfeksi virus korona.
Jumlah korban meninggal di luar China dilaporkan semakin bertambah, mencapai 173 orang pada Selasa (3/3). Iran melaporkan 66 orang kematian per Senin (2/3), Korea Selatan 34 meninggal per Senin (2/3), Italia 52 meninggal per Selasa (3/3), 12 orang meninggal di Jepang. Dalam skala global, data terbaru hingga Selasa (3/3) total 3.116 orang meninggal dunia akibat virus korona di sebanyak 12 negara/wilayah, termasuk China.
Data penyebaran dan korban meninggal akibat Covid-19 ini patut dicermati agar semua pihak berwenang di dalam negeri terus meningkatkan kewaspadaan dan tidak pernah boleh menyederhanakan potensi ancaman ini. Tidak hanya pemerintah, melainkan semua unsur di dalam masyarakat pun harus all out menangkal penyebaran virus ini. Semua pihak harus peduli mengingat proses penyebaran dan penularannya yang begitu mudah dan cepat. Selain itu, daya rusak Covid-19 ini terbilang dahsyat. Sebab, semua negara dipaksa untuk meningkatkan kewaspadaan dan juga menempuh berbagai cara menangkal Covid-19.
Banyak negara, termasuk Indonesia, harus menerapkan sejumlah pembatasan, baik terhadap mobilitas dan lalu lintas manusia maupun pembatasan terhadap barang dan jasa. Walaupun predictable , ekses dari sejumlah pembatasan itu memang luar biasa, karena menimbulkan kerusakan yang juga cukup dahsyat. Paling dirasakan tentu saja di sektor ekonomi. Karena penyebaran wabah Covid-19 bermuara dari China, tentu saja dampak ekonominya akan dirasakan oleh banyak negara mengingat China sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar saat ini. Perdagangan dengan China menjadi tidak mudah lagi. Sejumlah merek global yang produknya diproduksi di China sulit diterima di negara lain. Realisasi investasi China di negara lain pun harus ditunda karena pembatasan atas barang modal maupun pekerja ahli dari negara tersebut.
Selain waspada, masyarakat Indonesia sendiri sudah merasakan ekses atau kerusakan akibat penyebaran virus korona itu, ketika Pemerintah Arab Saudi harus melakukan pengetatan bagi warga asing yang masuk ke wilayah Arab Saudi. Seperti diketahui, Pemerintah Arab Saudi pada Kamis (27/2) telah memutuskan penangguhan sementara kedatangan jamaah umrah dan penziarah dari luar negaranya, termasuk dari Indonesia.
Amerika Serikat (AS) juga tidak dapat menutup-nutupi rasa takut itu. Sebagai tuan rumah dari rencana pertemuan dengan para pemimpin ASEAN pada Maret mendatang, AS sudah berkeputusan menunda jadwal pertemuan itu. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI sudah menerima informasi tersebut. Rencananya, pertemuan AS-ASEAN yang dijadwalkan Maret 2020 digelar di Las Vegas. Alasan utama dari penundaan itu adalah kekhawatiran akan wabah Covid-19.
Merawat Ekonomi
Sektor pariwisata dan jasa penerbangan bahkan sudah membukukan perkiraan rugi akibat anjloknya permintaan. Rasa takut mendorong maskapai penerbangan di seluruh dunia harus mengurangi volume penerbangan. Maskapai penerbangan China dan negara lain di Asia Pasifik diperkirakan rugi lebih banyak dibandingkan maskapai dari kawasan lain. Pendapatan perusahaan penerbangan di Asia Pasifik diperkirakan turun sampai Rp384 triliun, sedangkan pesaing mereka dari kawasan lain bakal mengalami penurunan pendapatan sekitar Rp109 triliun.
Sektor produksi di China akan mengalami penurunan cukup tajam. Begitu juga dengan penurunan konsumsi di dalam Negeri Tirai Bambu itu. Konsekuensinya, perekonomian China melemah. Indonesia pun akan menerima dampak melemahnya perekonomian China, karena menurunnya permintaan sejumlah produk dari Indonesia. China termasuk pasar utama untuk produk ekspor Indonesia. Dari total nilai ekspor Indonesia, sekitar 16,6% diserap pasar China. Minyak kelapa sawit serta batu bara Indonesia menjadi produk unggulan yang diterima pasar China.
Hari-hari ini, ceritanya tentu saja menjadi berbeda. Covid-19 telah menimbulkan kerusakan. Tak perlu lagi diperkirakan, karena kerusakan itu nyata dan sedang terus berproses. Yang bisa dilakukan hanya menghitung nilai kerusakan. Sialnya, tak satu pakar pun yang bisa memperkirakan sampai kapan proses kerusakan itu bisa dihentikan. Semua orang hanya bisa berspekulasi dan berharap. Di tengah ketidakpastian global seperti sekarang, kewaspadaan menjadi tuntutan yang tak terhindarkan. Sebab, sudah terbukti bahwa Covid-19 telah mewabah di puluhan negara dan menelan ribuan korban jiwa.
Selain itu, harus juga diantisipasi kerusakan di sektor ekonomi. Volume ekspor pasti tergerus. Tantangannya adalah meminimalkan penurunan volume ekspor akibat melemahnya permintaan dari China. Tentu harus dicari pasar tujuan ekspor lain yang tidak kalah prospeknya. Realisasi investasi baru pun praktis terganggu, terutama investasi dari China. Contohnya, pengerjaan proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung pasti tidak berjalan sesuai jadwal karena ratusan pekerja ahli dari China belum bisa kembali ke Indonesia setelah merayakan Imlek di kampung halamannya.
Sangat disayangkan karena ada saja pihak-pihak yang terus menebar berita atau informasi hoaks tentang pasien terdampak Covid-19 di dalam negeri. Tindakan seperti ini harus dihentikan. Jangan sampai pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan dinas-dinas kesehatan tingkat provinsi/kabupaten lebih disibukkan menangkal dan menanggapi hoaks dibanding kegiatan cegah-tangkal di semua pintu masuk. Saat ini, informasi tentang orang atau pasien terdampak Covid-19 adalah cerita yang sangat sensitif dan mudah menyulut panik. Karena itu, tidak boleh lagi ada hoaks tentang hal ini. Semua pihak harus memberi kesempatan kepada kementerian kesehatan dan dinas kesehatan di semua daerah untuk fokus pada kegiatan cegah-tangkal penyebaran Covid-19 di dalam negeri.
Jelang akhir Februari 2020, bertebaran hoaks tentang penyebaran virus dan pasien Covid-19 di beberapa kota di dalam negeri. Ada informasi tidak akurat yang menyebut bahwa pihak berwenang menetapkan enam kota zona kuning virus korona, meliputi Medan, Batam, Jakarta, Surabaya, Bali, dan Manado. Konsentrasi Kementerian Kesehatan melakukan cegah-tangkal harus dialihkan sementara untuk mementahkan hoaks seperti itu. Memang harus cepat dimentahkan untuk mencegah panik masyarakat di kota-kota itu.
Untuk menimbulkan efek jera, penegak hukum hendaknya segera menindak penyebar hoaks Covid-19, baik hoaks tentang penyebaran maupun hoaks tentang pasien terdampak virus korona. []
KORAN SINDO, 4 Maret 2020
Bambang Soesatyo | Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar