Kamis, 26 Maret 2020

Nasaruddin Umar: Meluruskan Makna Jihad (44): Lain Deradikalisasi, Lain Deislamisasi


Meluruskan Makna Jihad (44)
Lain Deradikalisasi, Lain Deislamisasi
Oleh: Nasaruddin Umar

Penyeberangan bahasa atau istilah asing ke dalam bahasa Indonesia seringkali menimbulkan kerancuan. Di antara istilah tersebut ialah kata "deradikalisasi" (dari kata deradicalization) dan "deislamisasi" (dari kata deislamisation). Deradikalisasi sering dipahami sebagai deislamisasi, sehingga ada beberapa kalangan menolak istilah itu, karena dianggap memuat makna deislamisasi.

Padahal, deradikalisasi sesungguhnya tidak lain adalah sebuah program yang memperkenalkan substansi dan ajaran Islam yang sesungguhnya sebagai rahmatan lil 'alamin. Sesuai dengan namanya, Islam, yaitu suatu sistem ajaran keagamaan yang berisi tuntunan luhur bagi umat manusia guna mencapai tujuan hidupnya. Caranya ialah mengindahkan substansi ajarannya sebagaimana tertuang di dalam Al-Quran dan hadis.

Di antara tujuan deradikalisasi ialah untuk membersihkan ajaran Islam dari berbagai hal yang tidak sejalan dengan substansi ajaran luhurnya. Di antara ajaran luhur Islam ialah menegakkan kebenaran dan keadilan, membela hak-hak asasi manusia, menegakkan amanah, menyerukan perdamaian, dan mengedepankan kasih-sayang.

Dalam kitab-kitab ushul fikih tujuan-tujuan luhur tersebut diistilahkan dengan lima prinsip utama (dharuriyat al-khamsah), yaitu memelihara urusan agama, jiwa, akal, kehormatan keturunan, dan properti. Kelima prinsip umat ini sejalan dengan nilai-nilai universal hak asasi manusia yang akhir-akhir ini didengung-dengungkan oleh dunia barat dan kelompok pro-reformasi.

Inti ajaran Islam mencela kekerasan, perusakan lingkungan hidup, dan lingkungan alam, penzaliman terhadap orang-orang yang tak berdosa, menebarkan kebencian dan ketakutan, termasuk ancaman terorisme. Jika ada orang yang mengatasnamakan Islam untuk melegalkan perbuatan tercela tersebut, maka kewajiban kita untuk menolak.

Jika ada pemahaman atau penafsiran yang disandarkan kepada Al-Quran dan hadis, maka itu harus ditolak. Atas nama apapun, untuk siapapun, oleh siapapun kekerasan itu harus ditolak, karena tidak sejalan bahkan bertentangan dengan inti ajaran Islam sebagaimana diperkenalkan oleh Nabi Muhammad.

Di antara usaha untuk mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran luhurnya yang sesungguhnya, maka itulah yang dimaksud dengan deradikalisasi. Misi deradikalisasi bukan upaya untuk mengajak orang untuk meninggalkan atau mendisfungsionalisasikan ajaran Islam. Stigma negatif yang dilakukan segelintir oknum yang mengatasnamakan Islam di dalam memperjuangkan keinginannya dengan cara kekerasan tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan ajaran Islam.

Misi deradikalisasi berusaha mengembalikan ajaran Islam yang selama ini berada di dalam genggaman kaum radikal yang bisa menghalalkan segala cara dalam memperjuangkan targetnya. Disfungsionalisasi ajaran Islam di dalam berbagai aspek kehidupan hanya lantaran adanya stigma negatif, maka itulah yang disebut deislamisasi. Deradikalisasi sama sekali tidak bermaksud untuk menyingkirkan ajaran dan konsepsi Islam di dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.

Deradikalisasi justru berusaha mengaktualkan nilai-nilai dasar Islam yang menjunjung tinggi hak asasi dan keadilan di dalam masyarakat. Deradikalisasi ingin mengembalikan citra positif Islam dengan menepis stigma negatifnya melalui pemahaman ulang ajaran agama yang diselewengkan oleh oknum-oknum pengikutnya.

Deradikalisasi berusaha menyegarkan kembali nilai-nilai Islam yang selama ini disandera oleh pemahaman yang radikal. Radikalisme tidak ada tempatnya di dalam Islam. Jika ada penafsiran ayat suci Al-Quran atau hadis yang mentolerir radikalisme dan kekerasan maka sekali lagi harus ditegaskan penafsiran itu harus ditolak, karena Nabi Muhammad dan para sahabatnya tidak pernah mencontohkannya. []

DETIK, 04 Maret 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar