Karya Monumental KH
Ali Alhamidi Matraman
Ruhul Mimbar
Dalam tulisan ini,
saya akan mengulas dua karya ulama asal Betawi, KH Ali Alhamidi Matraman
(1909-1985 M) yang menjadi karya monumentalnya dan ditulis dalam aksara Arab
Melayu, yaitu Kitab Ruhul Mimbar dan Kitab Adabul Insan fil Islam.
Hampir semua karya
tulis KH Muhammad Ali Alhamidi diterbitkan oleh Penerbit Al-Ma’arif Bandung.
Terkecuali di antaranya Kitab Ruhul Mimbar. Kitab ini dia tulis sendiri dengan
tulisan tangan, kemudian dia cetak sendiri (karena punya alat cetak stensil sendiri)
dan dijahit sendiri serta dipasarkan sendiri dengan jumlah yang sangat
terbatas. Sampai hari ini, Kitab Ruhul Mimbar belum dicetak ulang oleh penerbit
lain.
Ruhul Mimbar adalah
kumpulan naskah khutbah Jumat yang dia tulis dalam aksara Arab Melayu. Kendati
ia disinyalir berpaham Persis, tetapi banyak juga para ustadz dan ulama Betawi
yang berpaham NU menjadikan Kitab Ruhul Mimbar dan karya-karyanya yang lain
sebagai bahan referensi untuk berkhutbah. Bahkan karya-karyanya beredar hingga
ke Sumatera dan Kalimantan.
Kitab Ruhul Mimbar
karya KH Muhammad Ali Alhamidi yang ditulis tangan dengan aksara Arab Melayu
yang terdiri atas 10 jilid dan dicetak di atas kertas buku (book paper). Book
paper adalah jenis kertas yang bertekstur sedikit kasar cenderung halus,
kekuningan, ringan dan tipis. Ketebalan kertas mulai 55 gsm,70, dan 90 gsm.
Kertas ini
kegunaannya khusus untuk buku yang sifat teks saja, karena untuk gambar kurang
menghasilkan warna yang tajam karena warna kertasnya sendiri cenderung
kekuningan. Ukuran Kitab Ruhul Mimbar setiap jilidnya adalah tinggi 20 cm dan
lebar 15,5 cm.
Total halaman untuk
jilid 1 sampai jilid 5 dari kitab Ruhul Mimbar adalah 416 halaman yang
penomorannya dilakukan secara bersambung (istimrar) dari jilid ke jilid yang
berakhir pada halaman 416 di jilid 5. Untuk jilid 1, halamannya berjumlah 80
halaman (halaman 1 sampai dengan 80) ; jilid 2 berjumlah 79 (halaman 81 sampai
dengan 160); jilid 3 berjumlah 95 halaman (halaman 161 sampai dengan 256);
jilid 4 berjumlah 79 halaman (halaman 257 sampai dengan 336); jilid 5 berjumlah
79 halaman (halaman 337 sampai dengan 416).
Sedangkan total
halaman untuk jilid 6 sampai jilid 10 dari Kitab Ruhul Mimbar adalah 400
halaman yang penomorannya dilakukan secara bersambung dari jilid ke jilid yang
berakhir pada halaman 400 pada jilid 10. Untuk jilid 6, halamannya berjumlah 80
halaman (halaman 1 sampai dengan halaman 80); jilid 7 berjumlah 79 (halaman 81
sampai dengan 160); jilid 8 berjumlah 79 halaman (halaman 161 sampai dengan
240); jilid 9 berjumlah 79 halaman (halaman 241 sampai dengan 320); dan jilid
10 berjumlah 79 halaman (halaman 321 sampai dengan 400).
Total keseluruhan
halaman Kitab Ruhul Mimbar dari jilid 1 sampai dengan jilid 10 adalah 816
halaman.Kitab yang diteliti peneliti telah menjadi koleksi dari Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre) sejak tahun
2009.
Di dalam muqaddimah
Kitab Ruhul Mimbar Jilid 1 dijelaskan mengenai alasan KH Muhammad Ali Alhamidi
menyusun Kitab Ruhul Mimbar. Dia menjelaskan bahwa banyak khatib-khatib datang
kepadanya, meminta dia membuat teks khutbah Jumat dan sebagainya dengan bahasa
yang bisa dipahami oleh hadirin, yaitu bahasa Indonesia, dengan tidak
mengurangi syarat rukunnya.
Teks tersebut berisi
penerangan agama dan nasihat agar kaum Muslimin berpegang teguh dengan
agamanya, meneguhkan tali persaudaraan, mengajak manusia berbuat kebaikan,
mencegah daripada melakukan kejahatan dan lain-lainnya. Teks yang ditulis ini
untuk dibacakan di masjid-masjid, di surau-surau, dan tempat-tempat tabligh dan
pengajian (Alhamidi, 1948: 3).
Permintaan yang sudah
pada tempatnya itu, dia terima dengan baik. Lalu dia tuliskan beberapa khutbah
seperti yang diminta. Mula-mula dia tulis beberapa lembar saja, tetapi oleh
karena semakin banyak yang meminta, maka dia cetak banyak, supaya sewaktu-waktu
ada yang meminta bisa dia berikan.
Pada tanggal 1 Juli
1947, sebelum ”Aksi Militer”(maksudnya Agresi Militer Belanda I, yaitu operasi
militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang
dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947) adalah permulaan sekali
dia mencetak khutbah Jumat, yang kemudian dibagikan kepada khatib-khatib
masjid.
Usahanya ini rupanya
mendapat sambutan baik, lantaran khatib-khatib sepakat meminta dirinya
meneruskan, menyusun dan menyiarkannya setiap minggu. Maka di Kota Jakarta saja
dan sekitarnya, tidak kurang dari tiga ratus lembar khutbah Jumat yang dia
sebarkan setiap minggunya.
Lembaran teks khutbah
ini dibacakan pada beberapa puluh masjid, dengan mendapat perhatian yang
istimewa, karena isinya cocok dengan keadaan zaman. Sehingga pada waktu dirinya
menyusun kitab ini (Ruhul Mimbar) sudah lebih dari lima puluh nomor khutbah,
ditambah dengan dua khutbah Idul Fihtri dan Idul Adha.
Atas permintaan beberapa
alim ulama, kiai-kiai dan khatib-khatib, dia susun kembali khutbah-khutbah itu
dari nomor satu dan seterusnya dengan sedikit perubahan di beberapa tempat,
supaya bersifat ”istimrar”, yakni bisa dipakai untuk selama-lamanya. Maka,
jadilah sebuah kitab khutbah yang tebal, yang dia namakan ”Ruhul Mimbar”,
artinya jiwa mimbar (Alhamidi, 1948: 4).
Tidak lupa, dia
mengucapkan terima kasih kepada alim ulama dan kiai-kiai yang telah menyokong
dan membantu dengan iklhas sehingga Kitab Ruhul Mimbar bisa diterbitkan pada
bulan Desember 1948.
Menurut KH Saifuddin
Amsir, Kitab Ruhul Mimbar ini awalnya memang lembaran tulisan untuk khutbah
Jumat yang ditulis oleh KH Muhammad Ali Alhamidi dan dijual per lembarnya.
Banyak ulama dan muballigh di Betawi yang membeli lembaran khutbah Jumat ini
karena isinya menarik dan tidak bertentangan dengan paham Ahlussunnah wal
Jama`ah Asy-Syafi`iyyah.
Karenanya, ketika
lembaran khutbah Jumat ini juga dijual di Perguruan Asy-Syafi`iyyah yang
dipimpin ketika itu oleh KH Abdullah Syafi`i. Adapun masing-masing jilid di
Kitab Ruhul Mimbar membahas topik yang berbeda-berbeda. Kitab Ruhul Mimbar
ditulis dalam format teks khutbah dimaksudkan agar dapat memberikan manfaat
langsung kepada umat karena dapat dimanfaatkan oleh para khatib untuk khutbah
Jumat dan ceramah-ceramah mereka.
Adabul Insan fil
Islam
Berbeda dengan Ruhul
Mimbar, Kitab Adabul Insan fil Islam tidak dicetak sendiri oleh KH Muhammad Ali
Alhamidi (1909-1985 M), tetapi dicetak oleh penerbit lain yang berdomisili di
Surabaya. Karenanya, saya masih melihat Kitab Adabul Insan fil Islam sampai
sekarang masih diterbitkan dan dijual secara umum. Saya sendiri menemukan
langsung Kitab Adabul Insan fil Islam pada pertengahan tahun 2018 yang dijual
di Toko Buku Wali Songo, Kwitang, Jakarta Pusat.
Dalam studi saya tentang
kitab dan risalah yang ditulis oleh ulama Betawi, sepanjang yang saya tahu
sampai saat ini, Kitab Adabul Insan fil Islam karya KH Muhammad Ali Alhamidi
merupakan satu-satunya karya ulama Betawi, bahkan mungkin di Indonesia, yang
mengulas tentang adab dan ditulis dalam aksara Arab Melayu secara lengkap dan
komprehensif; dikarenakan kitab ini membahas tentang adab atau kesantunan dari
yang besar-besar sampai yang kecil-kecil, dengan sangat terperinci.
Kitab Adabul Insan
fil Islam yang saya miliki termasuk kitab cetakan yang awal, berjumlah 320
halaman dan dicetak di kertas book paper. Ukuran kitabnya adalah tinggi 21,5 cm
dan lebar 14,5 cm.
Di dalam pengantar
kitab ini, KH Muhammad Ali Alhamidi menjelasakan bahwa di Kitab Adabul Insan
fil Islam hanya memuat perkara adab atau kesopanan manusia terhadap tuhannya,
agamanya, nabinya, dirinya, orang lain dan sebagainya. Sedangkan yang mengenai
akhlak akhlak, sudah ia jabarkan dalam kitabnya yang lain yang berjudul
Perbaikan Akhlak.
Sumber penulisan
kitab ini berasal dari keterangan Al-Qur`an, Al-Hadits dan pendapat orang-orang
besar, seperti sahabat, imam-imam, dan ulama yang berpengaruh dan terkemuka.
(bersambung...).
Penulis Rakhmad
Zailani Kiki Peneliti dan Penulis Genealogi Intelektual Ulama Betawi Sekretaris
RMI-NU DKI Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar