Meluruskan
Makna Jihad (46)
Antara
Al-Quran dan Al-Furqan
Oleh:
Nasaruddin Umar
Al-Quran
memiliki banyak makna. Yang dikenal secara umum ialah kitab suci yang
diturunkan oleh Allah melalui perantaraan Jibril kepada Muhammad untuk diteruskan
kepada umatnya. Dari pengertian ini sinonim dengan Al-Furqan, Al-Kitab, dan
Al-Dzikr, sebagaimana diperkenalkan oleh Ulumul
Qur'an. Namun jika dilihat lebih khusus Al-Quran memiliki tekanan
pengertian yang berbeda dengan Al-Furqan.
Al-Quran
secara literal berarti bacaan, bentuk mashdar
dari kata qara'a-yaqra'u-qur'an,
berarti bacaan. Secara literal juga bisa berarti lain, berasal dari kata al-qur' seakar kata dengan
quru', berarti
himpunan, kumpulan (al-jam').
Kata ini pernah digunakan di dalam Al-Quran, yaitu: Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (Q.S. al-Qiyamah/75:17).
Sedangkan
Al-Furqan secara literal berarti pembeda, pemisah, bentuk mashdar dari kata farraqa-yafarriqu-furqan
berarti pembeda.
Al-Quran
lebih menekankan aspek pertemuan (encounter),
yaitu mengumpulkan, menghimpun, atau mempertemukan berbagai unsur yang berbeda
atau berserakan. Al-Quran lebih menekankan aspek makro karena itu lebih
menekankan aspek formal
identity. Berbeda dengan Al-Furqan yang lebih menekankan aspek
perbedaan (differentiation),
yang lebih mengedepankan pendekatan mikro. Karena itu model pendekatannya lebih
menekankan principle of
negations.
Dalam
konteks tasawuf, istilah Al-Quran sering dipinjam dalam arti perjalanan
makrokosmos Insan Kamil mengikuti proses kehadiran Lima Eksistensi (al-Hadharat al-Khamsah),
yakni perjalanan atau pergerakan sentripetal menuju puncak (min al-tafshil ila al-ijmal).
Berbeda dengan Al-Furqan yang sering dipinjam untuk menggambarkan perjalanan
spiritual dari puncak (al-'alam
al-'ulya) ke bawah (al-'alam
al-sufla), yakni perjalanan atau pergerakan sentrifugal menjauhi
puncak.
Karena
itu, al-furqan
disebut juga perjalanan dari atas (al-'alam
al-'ulya) ke bawah (al-'alam
al-sufla). Semakin ke atas semakin menyatu (qur'an/oneness) dan
semakin ke bawah semakin berbeda (furqan/manyness).
Perjalanan
Al-Quran disebut dengan al-qaus
al-al-su'ud, yang biasa disebut taraqqi
(melangit); atau kalangan arifin menyebutnya maqam
al-Haq. Maqam ini di dalamnya
berlaku ketentuan batin (al-hukumah
al-bathiniyyah). Ketika kembali menjadi wujud batin, maka pada saat
itu ia memanifestasikan nama kemahapenyayangan Tuhan (Ism al-Rahmaniyyah).
Disebut
demikian karena para makhluk dalam wujud ini mendapatkan rahmat rahimiyyah-Nya. Itulah
sebabnya ketika manusia berpulang ke rahmatullah
diucapkan kalimat: Inna
lillah wa inna ilaihi raji'un (Q.S. al-Baqarah/2:156). Sebaliknya
Al-Furqan disebut al-qaus
al-nuzul, yang biasa disebut tanazul
(membumi); karena itu maqam ini
disebut maqam nuzul
atau kalangan arifin
menyebutnya maqam al-khalq.
Maqam ini di
dalamnya berlaku ketentuan dhahir
(al-hukumah al-dhahiriyyah).
Ketika
menjadi wujud dhahir,
maka pada saat itu ia memanifestasikan nama kemahapengasihan Tuhan (Ism al-Rahmaniyyah).
Disebut demikian karena keseluruhan makhluk dalam wujud ini mendapatkan rahmat rahmaniyyah-Nya.
Dengan demikian, perjalanan spiritual manusia: dari Al-Quran ke Al-Furqan dan
kembali lagi ke Al-Quran. []
DETIK, 06 Maret 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar