Awal Mula Keutamaan Sunnah
Rasul Malam Jumat
Sunnah Rasul malam Jumat belakangan ramai dipahami sebagai hubungan intim atau hubungan suami dan istri. Hal ini cukup beralasan karena dalam hadits ada riwayat yang mengarah ke sana. Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadani mengutip riwayat yang menyebut perkawinan para nabi di hari Jumat.
روى
أنس بن مالك رضي الله عنه بالإسناد الذي ذكرناه في المجلس الأول قال سئل رسول الله
صلى الله عليه وسلم عن يوم الجمعة فقال يوم صلة ونكاح قالوا كيف ذلك يا رسول الله
قال لأن الأنبياء عليهم الصلاة والسلام كانوا ينكحون فيه
Artinya, "Sahabat Anas bin Malik RA meriwayatkan
dengan sanad yang telah kami sebutkan di bab pertama, ia bercerita bahwa
Rasulullah Saw ditanya perihal Hari Jumat. Rasulullah menjawab, ‘(Jumat) adalah
hari hubungan dan perkawinan.’ Sahabat bertanya, ‘Bagaimana demikian, ya
Rasulullah?’ Nabi Muhammad Saw menjawab, ‘Para nabi dahulu menikah di hari
ini,’” (Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadani, As-Sab‘iyyat fi
Mawa’izhil Bariyyat pada hamisy Al-Majalisus Saniyyah (Semarang, Maktabah
Al-Munawwir, tanpa tahun, halaman 110).
Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman
Al-Hamadani melanjutkan bahwa Hari Jumat merupakan hari perkawinan beberapa
rasul dan orang shaleh. Jumat merupakan hari perkawinan Nabi Adam AS dan Siti
Hawa, Nabi Yusuf AS dan Zulaikha, Nabi Musa AS dan Shafura (Zipora) binti Nabi
Syu’aib AS, Nabi Sulaiman AS dan Bilqis, Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah,
Nabi Muhammad SAW dan Siti Aisyah, dan Sayyidina Ali RA dan Siti Fathimah
Az-Zahra, (Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadani, As-Sab‘iyyat fi
Mawa’izhil Bariyyat pada hamisy Al-Majalisus Saniyyah (Semarang, Maktabah
Al-Munawwir, tanpa tahun, halaman 110).
Imam Baihaqi juga meriwayatkan hadits
Rasulullah Saw yang menyatakan keutamaan hubungan intim pada hari Jumat. Namun
demikian, ulama-ulama hadits menilai riwayat hadits ini sebagai riwayat yang
lemah sehingga tidak dapat menjadi dasar hukum. Teks hadits riwayat Imam
Baihaqi berbunyi sebagai berikut:
أيعجز
أحدكم أن يجامع أهله في كل يوم جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل
امرأته
Artinya, "Apakah kalian tidak sanggup
berhubungan badan dengan istri kalian pada setiap hari Jumat. Hubungan badan
dengan istri di hari Jumat mengandung dua pahala: pahala mandinya sendiri dan
pahala mandi istrinya," (HR Baihaqi).
Sebagian ulama memandang awal kesunahan hubungan
badan pada hari Jumat dari interpretasi atas hadits riwayat Aus bin Abi Aus RA
berikut ini yang menyebut kata 'ghassala' atau 'membuat orang lain mandi':
من
اغتسل يوم الجمعة وغسّل وغدا وابتكر ومشى ولم يركب ودنا من الإمام وأنصت ولم يلغ
كان له بكل خطوة عمل سنة
Artinya, "Barang siapa yang mandi pada
hari Jumat dan membuat orang lain mandi, lalu berangkat pagi-pagi dan
mendapatkan awal khotbah, dia berjalan dan tidak berkendaraan, dia mendekat ke
imam, diam, lalu berkonsentrasi mendengarkan khutbah, maka setiap langkah
kakinya dinilai sebagaimana pahala amalnya setahun," (HR Ahmad, An-Nasa’i,
dan Ibnu Majah).
Tetapi, hubungan badan dengan istri pada
malam Jumat sebagai sunnah Rasul ditolak oleh sebagian ulama, salah satunya
adalah Syekh Wahbah Az-Zuhayli. Menurutnya, "Di dalam sunnah tidak ada
anjuran berhubungan seksual suami-istri di malam-malam tertentu, antara lain
malam Senin atau malam Jumat. Tetapi ada segelintir ulama menyatakan anjuran
hubungan seksual di malam Jumat," (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli,
Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr,
juz 3 halaman 556).
Keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli ini dengan
terang menyebutkan bahwa sunnah Rasulullah tidak menganjurkan hubungan
suami-istri secara khusus di malam Jumat. Kalau pun ada anjuran, itu datang
dari segelintir ulama yang didasarkan pada hadits Rasulullah Saw dengan
redaksi, "Siapa saja yang mandi di hari Jumat, maka..." Kalau pun
anjuran dari hadits, riwayat hadits tersebut cenderung lemah. Tetapi dari banyak
keterangan ini, hubungan badan suami dan istri sebagai sunnah Rasul malam Jumat
menjadi cukup populer. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar