AL-HIKAM
Ini Kewajiban yang Tak Bisa
Diqadla
Sebagian kewajiban agama dapat diqadha yaitu
ibadah lahir antara lain shalat, puasa, zakat, haji tanpa mengecilkan semua
kewajiban tersebut. Tetapi ada kewajiban agama yang tidak bisa diqadha karena
tak ada kesempatan lain untuk melaksanakannya. Jenis kewajiban terakhir ini
adalah ibadah batin.
Syekh Ibnu Athaillah dalam salah satu hikmah berikut ini membedakan dua jenis kewajiban dari Allah untuk manusia:
حقوق
في الأوقات يمكن قضاؤها وحقوق الأوقات لا يمكن قضاؤها
Artinya, “Ada jenis tuntutan kewajiban pada waktu tertentu yang bisa diqadha. Tetapi ada jenis tuntutan kewajiban yang tak mungkin diqadha.”
Syekh Syarqawi mengulas lebih jauh masalah ini. Menurutnya, tuntutan kewajiban yang bersifat ibadah batin menyesuaikan dengan kondisi riil masing-masing orang. Setiap kali mendapat nikmat, seseorang dituntut untuk bersyukur. Pada saat diuji dengan sebuah musibah, seseorang harus bersabar.
Ketika berhasil memenuhi panggilan Allah terkait sebuah ibadah, seseorang dilarang untuk menyombongkan diri dan merendahkan orang lain yang tidak beribadah. Mereka yang berkesempatan menunaikan ibadah tertentu dituntut untuk melihat karunia Allah berupa bimbingan-Nya untuk menunaikan ibadah tersebut.
Adapun mereka yang terlanjur terperosok di lubang maksiat dilarang untuk berputus asa. Mereka dituntut untuk meminta ampun dan bertobat kepada Allah sebagai keterangan berikut ini:
وهي
ما يرد على العبد من قبل الرب من الأحوال فوقت كل عبد ما هو عليه من تلك الأحوال
وأوقاته أربعة لا خامس لها النعمة والبلية والطاعة والمعصية وسمي ما ذكر وقتا لأنه
يرد في وقت مخصوص تسمية للشيء باسم زمنه وحقوقها الواجبة عليك فيها هي المعاملات
الباطنية التي تقتضيها تلك الأحوال فحقه عليك في النعمة الحمد والشكر وفي البلية
الصبر والرضا وفي الطاعة شهود المنة وفي المعصية الاستغفار والتوبة
Artinya, “Jenis tuntutan itu merupakan suasana yang hinggap di batin manusia dari Allah. Setiap momentum manusia adalah suasana yang menyelimuti batinnya. Momenum manusia hanya empat, tidak lebih. Nikmat, musibah, ketaatan, dan maksiat. Semua itu dinamai momentum karena semuanya hadir pada momentum tertentu untuk penamaan sesuatu melalui nama moementumnya. Tuntutan yang wajib kautunaikan adalah ibadah batin sesuai tuntutan momentumnya. Tuntutan Allah terhadapmu ketika menerima nikmat adalah pujian dan syukur; ketika mendapat musbiah adalah sabar dan ridha; ketika menyelesaikan ibadah adalah memandang karunia-Nya pada ibadah tersebut; dan ketika terjerumus dalam maksiat adalah meminta ampun dan tobat,” (Lihat Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, [Semarang, Toha Putra: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 37).
Hanya orang-orang saleh dan para sufi yang disiplin menjaga adab “waktu”. Mereka tepat waktu dalam bersyukur. Mereka mengerti momentum dalam bersabar. Mereka sadar diri ketika berkesempatan menjalani panggilan Allah. Mereka tahu benar kapan harus bertobat. Mereka ini yang layak disebut sebagai anak zamannya.
ولذا
يقولون الفقير ابن وقته أي يتأدب معه ويعطيه حقه كما يتأدب الولد مع أبيه
Artinya, “Para ulama mengatakan bahwa sufi adalah anak zamannya. Maksudnya, sufi itu menjalankan adab waktu dan menunaikan hak waktu tersebut sebagaimana anak ber” (Lihat Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, [Semarang, Toha Putra: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 37).
Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang menunaikan perintah Allah tepat waktu. Semoga Allah memberikan bimbingan-Nya di setiap nafas kita. Wallahu a‘lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar