Dunia
Islam Menghadapi Wabah Corona
Oleh:
Zuhairi Misrawi
Virus corona
menjadi wabah yang tidak bisa disepelekan, tersebar di berbagai belahan dunia
Islam. Virus ini menyebabkan kematian yang tidak sedikit jumlahnya. Iran, Arab
Saudi, Qatar, Turki, Uni Emirat Arab, Mesir, Bahrain, Pakistan, Kuwait,
Malaysia, dan Indonesia menjadi negara-negara yang sedang berjuang untuk
mengatasi ketersebaran virus mematikan itu. Semua negara memberikan prioritas
terhadap upaya mencegah warga yang belum terdampak dan mengobati warga yang
positif corona.
Konsekuensinya,
seluruh konflik politik yang menjadi pemandangan harian di Timur-Tengah
berhenti total. Semua pihak sedang berjuang untuk memastikan virus corona tidak
menyebabkan korban kematian dalam jumlah yang besar. Maka dari itu, setiap
negara mengambil langkah yang sangat tegas dan terukur untuk memberikan
perlindungan terhadap warganya.
Arab
Saudi merupakan negara yang sejak awal mengambil langkah yang memberikan dampak
besar bagi dunia Islam, yaitu larangan bagi jemaah umrah untuk melaksanakan
ibadah dari berbagai dunia, termasuk Indonesia. Mereka yang sudah berada di
dalam perjalanan, yang tersebar di berbagai negara, seperti Malaysia,
Singapura, Turki, Qatar, dan Uni Emirat Arab harus kembali ke negeri
masing-masing. Mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Arab Saudi karena
larangan keras bagi jemaah untuk masuk ke Tanah Suci dalam rangka melaksanakan
ibadah umrah.
Sontak,
sikap pemerintah Arab Saudi tersebut menimbulkan kepanikan bagi para jemaah dan
biro travel umrah yang sudah merencanakan perjalanan ibadah jauh-jauh hari.
Maklum, jumlah jemaah umrah terus bertambah dari tahun ke tahun. Hal tersebut
bisa dilihat di bandara, betapa banyaknya warga yang hendak melaksanakan ibadah
umrah.
Namun,
Arab Saudi tidak main-main dalam menghadapi dampak penyebaran virus corona.
Pencegahan dan deteksi dini merupakan langkah yang harus diambil mengingat
Mekkah dan Madinah merupakan dua kota suci yang setiap saat dibanjiri oleh
jemaah yang hendak melaksanakan ibadah umrah. Maka dari itu, Arab Saudi
mengambil langkah ekstrem dengan menutup pintu bagi jemaah umrah, bahkan
mengosongkan Kabah dari para jemaah. Sebuah pemandangan yang tidak pernah
terjadi sebelumnya. Padahal dengan larangan tersebut, Arab Saudi mengalami
kehilangan devisa yang lumayan besar dari ibadah umrah.
Hal
tersebut menunjukkan adanya kegentingan yang luar biasa untuk mencegah
ketersebaran virus corona dalam jumlah yang lebih besar. Sebab jika tidak
diadakan pencegahan, maka akan menimbulkan kemudaratan yang lebih besar karena
Arab Saudi harus menyediakan rumah sakit dalam jumlah yang besar untuk
menangani pasien corona.
Langkah
Arab Saudi tersebut sekarang mendapatkan pemakluman karena dianggap tepat.
Padahal kita mendengar sejumlah pejabat di negeri ini yang awalnya ingin melobi
Arab Saudi untuk memperkenankan jemaah umrah asal Indonesia untuk berangkat ke
Arab Saudi, karena saat itu belum ada pasien positif corona dari negeri ini.
Sekarang
semua dapat memahami bahwa menghadapi virus corona harus dengan sikap yang
tegas. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Ibadah umrah adalah ibadah yang
dianjurkan bagi setiap muslim, apalagi di tengah antrean panjang ibadah haji.
Warga berbondong-bondong untuk melaksanakan ibadah umrah sebagai alternatif
dari ibadah haji itu, terlebih dalam rangka berziarah ke makam Nabi Muhammad
SAW di Madinah.
Namun
yang lebih penting dari ibadah adalah keselamatan nyawa setiap umat (hifdz al-nafs). Di dalam
khazanah Islam, menunaikan ibadah harus senapas dengan upaya untuk
menyelamatkan jiwa. Di sini, untuk memastikan keselamatan warga dalam jumlah
yang lebih besar diperlukan sikap tegas, ibadah harus mengedepankan
kemaslahatan bersama.
Langkah
serupa diambil oleh Iran sejak kasus warga positif corona merebak, yaitu
meniadakan Salat Jumat di seantero Iran. Maklum, Salat Jumat di Iran diikuti
oleh puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan jutaan orang di setiap masjid. Di Iran,
tidak setiap masjid dapat menyelenggarakan Salat Jumat.
Hampir
tidak ada pro-kontra perihal larangan Salat Jumat tersebut karena semua paham
bahwa menyelamatkan jiwa warga dari virus corona harus diutamakan. Jika Salat
Jumat terus digelar, maka dampaknya akan lebih besar karena mempermudah
penyebaran virus corona mengingat virus ini sangat cepat bertransmisi dari
manusia ke manusia yang lainnya.
Iran juga
menutup dua tempat suci yang diziarahi oleh jutaan umat dari berbagai dunia,
yaitu makam Imam Ridha di Mashhad dan makam Sayyidah Ma'shumah di Qom. Padahal
dua tempat suci ini tidak pernah sepi dari peziarah. Kebetulan saya sudah
sering berziarah ke dua tempat suci itu. Tapi sekali lagi, demi keselamatan
warga, maka langkah tidak biasa pun diambil oleh Iran untuk menekan jumlah
ketersebaran virus corona.
Di Kuwait,
kita melihat masjid-masjid setiap adzan secara khusus mengingatkan agar
melaksanakan shalat di rumah. Warga dilarang untuk shalat di masjid, karena
pada zaman wabah ini, salat di masjid bukan langkah yang tepat. Menyelamatkan
jiwa harus diutamakan dengan cara melaksanakan ibadah di rumah.
Setelah
melihat dampak luas dari virus corona, para ulama di berbagai belahan dunia
mengeluarkan fatwa yang memerintahkan kita untuk tidak menggelar salat jemaah
di masjid, termasuk Salat Jumat dalam rangka menekan penyebaran virus corona.
Keselamatan warga harus diutamakan daripada ibadah kolektif yang menyebabkan
malapetaka di kemudian hari.
Maka dari
itu, sangat aneh jika ada sebagian kelompok dan pihak yang belakangan
menyepelekan dampak virus corona dengan dalih mengutamakan ibadah. Bahkan masih
ada kelompok yang menyelenggarakan acara keagamaan dengan mengundang warga
dalam jumlah yang lebih besar.
Kita bisa
belajar dari negara-negara lain yang mengambil langkah tegas untuk mengutamakan
keselamatan jiwa warga yang lain. Beribadah di rumah saat ini merupakan solusi
yang tepat untuk mencegah ketersebaran virus. Saatnya rasionalitas dikedepankan
daripada egoisme dan fanatisme yang akan membawa kemudaratan dan bahaya yang
lebih besar. []
DETIK, 19
Maret 2020
Zuhairi
Misrawi
| Cendekiawan
Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East
Institute, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar