Implementasi dan
Batas-batas Toleransi Hubungan Muslim dan Non-Muslim
Berikut ini adalah kelanjutan dari unggahan
sebelumnya berjudul Enam Prinsip Hubungan Umat Islam dengan Pemeluk Agama Lain
dari hasil diskusi Komisi Bahtsul Masail Maudhu’iyah pada Konferensi Wilayah
Nahdlatul Ulama Jawa Timur yang digelar di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, 28-29
Juli 2018.
Hasil tersebut merupakan bagi dari topik
pokok pembahasan “Kerukunan Antarumat Beragama dalam Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara” yang diderivasi menjadi tiga subtopik, antara lain “Prinsip Menjalin
Kerukunan bagi Umat Islam Terhadap Pemeluk Agama Lain”, “Implementasi Kerukunan
Beragama Berdasarkan Status Sosial”, dan “Batas-batas Toleransi dan Menjalin
Kerukunan Dengan Pemeluk Agama Lain”. Meneruskan artikel sebelumnya, dua
subtopik terakhir tersebut akan dipaparkan di bawah ini.
______
Implementasi Kerukunan Beragama Berdasarkan
Status Sosial
Pelaksanaan prinsip-prinsip (kerukunan
antarumat beragama) di atas (dapat) diklasifikasi berdasarkan status sosial
seorang Muslim di tengah masyarakatnya:
1. Sebagai anggota dan warga masyarakat
Pemeluk agama Islam sebagai anggota dan warga
masyarakat di mana pun mereka berada, tidak lepas dari bertetangga, berteman
dan bermitra dengan pemeluk agama lain, di samping juga bergaul dengan warga
masyarakat yang seagama. Ketenteraman, ketertiban, keamanan dan kemakmuran
hidup adalah merupakan kebutuhan yang mesti diciptakan, walaupun suatu saat
kita harus betetangga, berteman dan bermitra dengan pemeluk agama lain dengan
tidak melanggar batas batas syariat.
2. Sebagai pimpinan ormas keagamaan dan tokoh
agama
Seorang Muslim yang dipercaya sebagai
pimpinan ormas atau dijadikan sebagai tokoh agama/masyarakat, memiliki
kewajiban dan tugas lebih besar dibanding orang Muslim yang bukan
pemimpin/tokoh. Sebagai pemimpin dan tokoh mereka harus menjadi yang terbaik
dalam menjalankan ketentuan dan prinsip menjalin kerukunan antarumat beragama
di atas, karena mereka adalah teladan sekaligus pelindung dan pembimbing
anggota masyarakatnya.
Oleh karena itu, mereka berkewajiban memberi
penjelasan dan pembinaan yang cukup kepada umat yang dipimpinya agar kualitas
umat Islam dalam beragama semakin mantap serta militan dan dalam saat yang sama
umat Islam juga sadar akan perlunya kerukunan antar umat beragama secara benar.
Nabi Ibrahim diperintahkan Allah subhanahu wata’ala. untuk berbuat baik kepada
seluruh manusia tanpa mempermasalahkan perbedaan agama.
سمعت
بعض العلماء يقول: استضاف مجوسي إبراهيم الخليل عليه السلام فقال: بشرط أن تسلم
فمر المجوسي فأوحى الله تعالى إليه: منذ خمسين سنة نطعمه على كفره فلو ناولته لقمة
من غير أن تطالبه بتغيير دينه فمضى إبراهيم عليه السلام على أثره حتى أدركه واعتذر
إليه فسأله عن السبب فذكر ذلك له فأسلم المجوسي.
Sebagaimana juga Abu Hanifah, dalam
kapasitasnya sebagai panutan masyarakat, memberikan teladan dalam menjaga
hak-hak non-Muslim sekecil apa pun.
روي
أن أبا حنيفة رضي الله عنه كان له على بعض المجوس مال فذهب إلى داره ليطالبه به،
فلما وصل إلى باب داره وقع على نعله نجاسة، فنفض نعله فارتفعت النجاسة عن نعله
ووقعت على حائط دار المجوسي فتحير أبو حنيفة وقال: إن تركتها كان ذلك سببا لقبح
جدار هذا المجوسي، وإن حككتها انحدر التراب من الحائط، فدق الباب فخرجت الجارية
فقال لها: قولي لمولاك إن أبا حنيفة بالباب، فخرج إليه وظن أنه يطالبه بالمال،
فأخذ يعتذر، فقال أبو حنيفة رضي الله عنه، هاهنا ما هو أولى، وذكر قصة الجدار،
وأنه كيف السبيل إلى تطهيره فقال المجوسي: فأنا أبدأ بتطهير نفسي فأسلم في الحال،
والنكتة فيه أن أبا حنيفة لما احترز عن ظلم المجوسي في ذلك القدر القليل من الظلم
فلأجل تركه ذلك انتقل المجوسي من الكفر إلى الإيمان، فمن احترز عن الظلم كيف يكون
حاله عند الله تعالى
3. Sebagai pejabat pemerintah/negara
Seorang Muslim yang berketepatan sebagai
pejabat pemerintahan atau negara, wajib melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik
dan bertanggung jawab. Sudah menjadi keniscayaan, pejabat Muslim harus
melindungi, melayani, menyediakan berbagai kebutuhan hidup, sarana prasarana
publik dan seterusnya terhadap seluruh warga negara secara merata.
Pada dasarnya ketentuan dan kewajiban yang
berlaku bagi individu umat Islam dalam berinteraksi sosial dengan umat agama
lain, juga berlaku bagi pejabat Muslim dalam menjalankan tugas-tugas sebagai
pejabat. Oleh karena itu, bagi pejabat Muslim dalam menjalankan tugas
pemerintahan harus bertujuan untuk menjaga keutuhan negara, menjaga persatuan
bangsa, menghindarkan kerusakan dan membangun kemaslahatan umum guna meraih ketenteraman
dan kemakmuran yang berkeadilan.
Jadi umat Islam yang sedang dipercaya sebagai
pejabat pemerintah, wajib berupaya membangun dan menciptakan kehidupan yang
rukun, damai dan bersatu bagi seluruh rakyat tanpa membedakan agama dan
keyakinanya. Upaya tersebut harus terus menerus digelorakan guna menuju
cita-cita luhur dalam berbangsa dan bernegara serta menjaga persatuan nasional.
Pejabat Muslim juga berkewajiban membangun umat Islam menuju umat yang
berkualitas dalam beragama dan memiliki nasionalisme yang tinggi. Teladan
seorang pemimpin pemerintahan dalam membangun toleransi dan kerukunan antar
umat beragama tercermin dari sikap Umar bin Khattab Ra. saat beliau menolak
tawaran Patriak (pemuka gereja) untuk shalat di gereja, sebab beliau khawatir
jika umat islam setelahnya akan menjadikan gereja tersebut sebagai masjid.
دخل
عمر بن الخطاب بيت المقدس وجاء كنيسة القمامة فجلس في صحنها، وحان وقت الصلاة فقال
للبترك أريد الصلاة، فقال له: صلّ موضعك، فامتنع وصلّى على الدرجة التي على باب
الكنيسة منفردا، فلمّا قضى صلاته قال للتبرك لو صليت داخل الكنيسة أخذها المسلمون
بعدي وقالوا هنا صلى عمر، وكتب لهم أن لا يجمع على الدرجة للصلاة ولا يؤذن عليها.
Teladan dalam toleransi dan kerukunan
beragama juga dicontohkan Shalahuddin al-Ayyubi dalam kapasitasnya sebagai
pemimpin pemerintahan.
وكان
نصره الأكبر في فتح القدس في 27 رجب سنة 583، وشهد فتحه كثير من رجال التصوف من
أرباب الخلق والزهد والعلم وتوقيته بهذا اليوم العظيم في ذكرى الإسراء والمعراج
إشارة ربانية لرضوات الله على الجيش وقائدة وهو القائل عز وجل { إِنَّا لَنَنْصُرُ
رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ
الْأَشْهَادُ} [غافر: 51]. وقد أمر بالمحافظة على كنيسة اليامة، فضرب بذلك مثلا
عظيما في سماحة الإسلام وبنى قريبا منها مدرسة للفقهاء الشافعية ورباطا لصلحاء
الصوفية ليثبت للصليبين أن الإسلام دين السماحة والسلام وهذا بجانب إحسانه لأسراهم
وإطلاق سراحهم وعلاج جرحاهم.
Batas-batas Toleransi dan Menjalin Kerukunan
Dengan Pemeluk Agama Lain
Prinsip-prinsip (kerukunan antarumat
beragama) di atas dalam penerapannya tidak boleh melampaui batas-batas sebagai
berikut:
1. Tidak melampaui batas akidah sehingga
terjerumus dalam kekufuran, seperti ikut ritual agama lain dengan tujuan
mensyi'arkan kekufuran.
2. Tidak melampaui batas syariat sehingga
terjerumus dalam keharaman, seperti memakai simbol-simbol yang identik bagi
agama lain dengan tujuan meramaikan hari raya agama lain.
Adapun berinteraksi dengan mereka di luar dua
ketentuan di atas seperti umat Islam ikut membantu pelaksanaan hari raya umat
agama lain, menjaga dan mengamankan rumah ibadah mereka dari gangguan dan
ancaman teror, datang ke tempat peribadatan mereka tanpa mengikuti ritual
keagamaannya, maka diperbolehkan, terlebih jika hal tersebut didasari untuk
menunjukkan keindahan, toleransi, dan kerahmatan agama Islam.
Begitu juga berkunjung ke rumah mereka saat
tertimpa musibah atau berbela sungkawa atas kematian keluarganya,
menjenguknya saat sakit, bermuamalat dengan mereka di tempat-tempat belanja,
mencari penghidupan di tempat-tempat kerja, bersama-sama dalam tugas negara dan
layanan publik, maka boleh dan bahkan dianjurkan bersikap baik terhadap mereka,
terlebih jika masih ada hubungan kerabat, tetangga dan atau terdapat kemaslahatan,
seperti ada harapan mereka masuk agama Islam.
Penutup
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Bahwa menjalin kerukunan antarumat
beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mutlak diperlukan guna meraih
cita-cita luhur persatuan nasional dan keutuhan serta eksistensi NKRI.
2. Bahwa dalam implementasi kerukunan antar
umatberagama bagi umat Islam tidak boleh mengabaikan rambu-rambu agama, agar
ke-Iman-an dan ke-Islam-annya tetap terjaga dengan baik.
3. Bahwa bagi para pejabat dan tokoh Muslim
wajib memberikan tauladan yang baik, membina warga dan umatnya bagaimana
menjalin kerukunan antar umat agama secara benar dalam konteks berbangsa dan
bernegara.
[]
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar