Senin, 01 Juli 2019

(Ngaji of the Day) Hukum Minum Darah Ular untuk Pengobatan


Hukum Minum Darah Ular untuk Pengobatan

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, sejak dulu tersiar kabar bahwa darah ular berkhasiat untuk pelbagai macam penyakit berat. Oleh karena itu, darah ular kemudian diperjualbelikan di masyarakat. Bagaimana kita menyikapi masalah ini? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Deni – Surabaya

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Al-Qur’an menyebutkan darah sebagai salah satu benda yang dilarang untuk dikonsumsi. Hal ini tercantum dalam Surat Al-Maidah ayat 3.

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحْمُ ٱلْخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيْرِ ٱللَّهِ بِهِ

Artinya, “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah…,” (Surat Al-Maidah ayat 3).

Selain termasuk kategori haram, darah juga termasuk benda najis yang mengharuskan kita untuk menyucikan anggota tubuh biasanya untuk kepentingan shalat atau benda-benda yang diperlukan darinya.

Lalu bagaimana dengan berobat dengan menggunakan darah ular?

Benda najis tentu juga haram dapat digunakan untuk kepentingan darurat pengobatan. Hal ini dimungkinkan karena manusia adalah makhluk mulia sehingga penyakit yang dideritanya harus dihilangkan sekali pun dengan benda najis sebagaimana riwayat perihal masyarakat Uraniyin di masa Rasulullah SAW.

أما حديث العرنيين وأمره عليه السلام لهم بشرب أبوال الإبل، فكان للتداوي، والتداوي بالنجس جائز عند فقد الطاهر الذي يقوم مقامه

Artinya, “Adapun hadits tentang masyarakat Uraniyin dan perintah Nabi Muhammad SAW terhadap mereka untuk meminum air kencing unta berkaitan dengan kepentingan pengobatan. Pengobatan dengan menggunakan benda najis diperbolehkan ketika tidak ada benda suci yang dapat menggantikannya,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405, juz I, halaman 161).

Dari sini, kita dapat menarik simpulan bahwa pengobatan dengan darah ular bersifat jalan terakhir sebagai darurat karena tidak ada lagi obat alternatif selain darah ular tersebut. Darah ular dapat dijadikan obat bila terbukti dan teruji secara klinis mutakhir sebagai obat atas penyakit tersebut. Artinya, pertimbangan ilmu pengetahuan medis perlu menjadi pertimbangan utama dalam hal ini, bukan karena konon atau katanya.

Kalau hanya katanya, kami menyarankan agar sebaiknya menghindari darah ular sebagai obat karena keharamannya sudah jelas, sementara manfaatnya masih bersifat spekulasi. Dalam hal ini, kami sepenuhnya menaruh kepercayaan kepada dunia medis.

Demikian jawaban kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar