Dalil dan Penjelasan
tentang 20 Sifat Wajib bagi Allah
Ahlussunnah wal Jama’ah meyakini bahwa Allah
itu bersifat dengan sifat-sifat yang sempurna, dan mustahil bersifat sebaliknya.
Para ulama kemudian menetapkan apa yang disebut (dalam istilah Jawa, red)
Aqaid Seket (akidah 50 sebagaimana diterangkan dalam beberapa kitab
akidah Ahlusssunnah wal Jama'ah adalah akidah tentang sifat wajib, mustahil,
dan jaiz bagi Allah; dan bagi para Nabi).
Konsep sifat wajib, mustahil, dan jaiz
berangkat dari kenyataan, bahwa untuk membuktikan eksistensi mayoritas sifat
tersebut meskipun terdapat dalil naqli berupa Al-Qur’an dan hadits yang
merupakan sumber akidah, tetap membutuhkan penalaran akal sehat, yang dalam
konteks ini dikenal hukum 'aqli yang ada tiga, yaitu wajib, mustahil,
dan jaiz 'aqli. Terlebih bagi orang yang sama sekali belum percaya
terhadap eksistensi Allah sebagai Tuhan maupun eksistensi para Rasul. Bagaimana
mungkin orang bisa menyakini kebenaran Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil
eksistensi Allah, sementara ia bahkan belum meyakini eksistensi Allah sebagai
Tuhan dan para Rasul-Nya? Tentu ia tidak menerima Al-Qur’an dan hadits sebagai
dalil pembuktiannya.
Adapun maksud istilah wajib 'aqli adalah
segala hal yang menurut akal pasti adanya atau tidak dapat diterima
ketiadaannya; maksud mustahil 'aqli adalah segala hal yang menurut akal
pasti tidak ada atau tidak diterima adanya; sedangkan jaiz 'aqli adalah
segala hal yang menurut akal bisa saja ada maupun tidak, atau diterima ada
maupun ketiadaannya. Sifat gerak dan diam bagi makhluk dapat dijadikan
permisalan dalam hal ini. Ilustrasi wajib, mustahil, dan jaiz
'aqli secara berurutan adalah: (1) akal pasti mengharuskan salah satu dari
diam dan bergerak terjadi pada makhluk, (2) akal tidak akan membenarkan
keduanya secara bersamaan tidak terjadi padanya; dan (3) akal menerima ada dan
ketiadaaan salah satunya dari makhluk. Demikian antara lain dijelaskan Syekh
Muhammad as-Sanusi, dalam Syarh Umm al-Barahain.
Klasifikasi Sifat Wajib 20
Sifat-sifat wajib bagi Allah yang terdiri
atas 20 sifat itu dikelompokkan menjadi 4 sebagai berikut:
1.Sifat Nafsiyah, yaitu sifat yang
berhubungan dengan Dzat Allah. Sifat nafsiyah ini ada satu, yaitu wujûd.
2.Sifat Salbiyah, yaitu sifat yang
meniadakan adanya sifat sebaliknya, yakni sifat-sifat yang tidak sesuai, atau
sifat yang tidak layak dengan kesempurnaan Dzat-Nya. Sifat Salbiyah ini ada
lima, yaitu: qidâm, baqâ’, mukhâlafatu lil hawâditsi, qiyâmuhu
binafsihi, dan wahdâniyat.
3.Sifat Ma’ani, yaitu sifat- sifat
abstrak yang wajib ada pada Allah. Yang termasuk sifat ma’ani ada tujuh
yaitu: qudrat, irâdat, ‘ilmu, hayât, sama', bashar,
kalam.
4.Sifat Ma’nawiyah, adalah kelaziman
dari sifat ma’ani. Sifat ma’nawiyah tidak dapat berdiri sendiri,
sebab setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah. Bila
sifat ma'ani telah didefinisikan sebagai sifat yang ada pada sesuatu
yang disifati yang otomatis menetapkan suatu hukum padanya, maka sifat ma'nawiyah
merupakan hukum tersebut. Artinya, sifat ma'nawiyah merupakan
kondisi yang selalu menetapi sifat ma'ani. Sifat 'ilm misalnya, pasti
dzat yang bersifat dengannya mempunyai kondisi berupa kaunuhu 'âliman (keberadannya
sebagi Dzat yang berilmu). Dengan demikian itu, sifat ma'nawiyyah juga
ada tujuh sebagaimana sifat ma'ani.
Kedudukan Sifat Wajib 20
Subtansisifat-sifat wajib bagi Allah telah
menjadi kajian ulama Ahlussunnah wal Jama’ah dalam rentang sejarah sejak masa
Abu al-Hasan al-Asy'ari (260-324 H/874-936 M) dan Abu Manshur al-Maturudi
(238-333 H/852¬-944 M), al-Qadhi Abu Bakr al-Baqillani (338-403 H/950-1013 M),
dan Imam al-Haramain (419-478 H/1028-1085 M), hingga sekarang. Namun yang
merumuskan secara praktis menjadi 20 Sifat Wajib bagi Allah adalah al-Imam
Muhammad bin Yusuf bin Umar bin Syu’aib as-Sanusi al-Hasani (832-895
H/1428-1490 M), asal kota Tilmisan (Tlemcen) Aljazair, seorang yang
multidisipliner: muhaddits, mutakalllim, manthiqi, muqri’,
dan pakar keilmuan lainnya. Dalam al-‘Aqidah as-Sughra yang terkenal dengan
judul Umm al-Barahain Imam as-Sanusi mengatakan:
فَمِمَّا
يَجِبُ لِمَوْلَانَا جَلَّ وَعَزَّ عِشْرُونَ صِفَةً.
“Maka di antara sifat wajib bagi Allah Tuhan
Kita-Yang Maha Agung dan Maha Perkasa-adalah 20 sifat.”
Dalam ranah keimanan terhadap Allah secara
umum setiap mukallaf wajib meyakini sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi-Nya.
Sehingga ia harus:
1. Meyakini secara mantap tanpa keraguan,
bahwa Allah pasti bersifat dengan segala kesempurnaan yang layak bagi
keagungan-Nya.
2. Meyakini secara mantap tanpa keraguan,
bahwa Allah mustahil bersifat dengan segala sifat kekurangan yang tidak layak
bagi keagungan-Nya.
3. Meyakini secara mantap tanpa keraguan,
bahwa Allah boleh saja melakukan atau meninggalkan segala hal yang bersifat
jaiz(mumkin), seperti menghidupkan manusia dan membinasakannya.
Inilah akidah yang harus diyakini secara
umum. Selain itu, setiap mukallaf wajib meyakini secara terperinci sifat wajib
20 yang menjadi sifat-sifat pokok kesempurnaan (shifat asâsiyyah kamâliyyah)
Allah sebagai Tuhan, 20 sifat mustahil, dan satu sifat Jaiz bagi-Nya. Namun hal
ini bukan berarti membatasi sifat Allah sebagaimana disalahpahami sebagian
orang, tetapi karena sifat-sifat ini yang sering diperdebatkan di sepanjang
sejarah umat Islam, maka dengan menetapkannya menjadi jelas bahwa Allah
bersifat dengan segala kesempurnaan dan tersucikan dari segala kekurangan.
Sifat Wajib 20 Tidak Membatasi Kesempurnaan
Allah
Apakah sifat wajib 20 membatasi kesempurnaan
Allah?Jawabannya adalah bahwa sifat 20 itu tidak membatasi kesempurnaan Allah
yang tidak terbatas. Justrusifat wajib 20 itu merupakan sifat-sifat pokok
kesempurnaan Allah yang tidak terbatas jumlahnya,yang tidak mampu diketahui
oleh manusia secara menyeluruh. Imam as-Sanusi dalam Syarh Umm
al-Barahain menjelaskan:
(ص) )فَمِمَّا يَجِبُ لِمَوْلاَنَا جَلَّ وَعَزَّ عِشْرُوْنَ صِفَةً( (ش) أَشَارَ بِمِنْ التَّبْعِيْضِيَّةِ إِلَى أَنَّ صِفَاتِ
مَوْلَانَا جَلَّ وَعَزَّ الْوَاجِبَةَ لَهُ لَا تَنْحَصِرُ فِيْ هَذِهِ
الْعِشْرِيْنَ، إِذْ كَمَالَاتُهُ تَعَالَى لَا نِهَايَةَ لَهَا، لَكِنْ الْعَجْزُ
عَنْ مَعْرِفَةِ مَا لَمْ يَنْصُبْ عَلَيْهِ دَلِيْلٌ عَقْلِيٌّ وَلَا نَقْلِيٌّ
لَا نُؤَاخِذُ بِهِ بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى
“Kitab Asal (Umm al-Barahain) berisyarat
dengan huruf مِنْ tab'idiyah untuk menunjukkan, bahwa sifat-sifat
Allah–Jalla wa ‘Azza–tidak terbatas pada 20 sifat ini, sebab kesempurnaan-Nya
tidak terbatas, namun ketidakmampuan mengetahui sifat-sifat yang tidak
terjelaskan oleh dalil 'aqli dan naqli membuat kita tidak disiksa karenanya,
berkat anugerah Allah Ta'ala.” ***
Tulisan ini disarikan dan dimodifikasi dari
buku Khazanah Aswaja oleh Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
[]
Yusuf Suharto, Tim Aswaja NU Center PWNU
Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar