Selasa, 02 Juli 2019

(Ngaji of the Day) Anjuran Bersabar bagi yang Sakit


Anjuran Bersabar bagi yang Sakit

Pernah sakit? Seringan dan separah apa sakit yang pernah Anda derita? Apa pun itu sakit yang menimpa Anda, apa yang Anda lakukan; segera berobat dan berdoa memohon lekas diberi kesembuhan, atau tetap bersabar menikmati sakit yang Allah berikan?

Islam—melalui lisan mulia Baginda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan para ulama penerusnya—mengajarkan umatnya untuk mau bersabar ketika diberi cobaan oleh Allah berupa sakit atau lainnya. Ada banyak keutamaan yang ditawarkan bagi siapa saja yang mau bersabar menghadapi penyakitnya dan rela menerima keputusan Allah bagi dirinya. Meski di sisi lain Islam juga tidak melarang untuk berobat sebagai langkah ikhtiar menjaga kesehatan badan.

Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmû’ menuturkan, para sahabatnya dan yang lainnya mengatakan bahwa orang yang sedang sakit disunahkan untuk bersabar. Ada banyak dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang menuturkan tentang keutamaan bersabar.

Allah subhânahû wa ta’âlâ berfirman di dalam Surat Az-Zumar ayat 10:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan dipenuhi pahala mereka tanpa hitungan.”

Sebuah hadits riwayat Imam Muslim menuturkan sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ، فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ، كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا

Artinya: “Tidaklah seorang muslim terkena suatu penyakit dan lainnya kecuali karenanya Allah menggugurkan kejelekan-kejelekannya sebagaimana sebuah pihon menggugurkan daunnya.”

Imam Nawawi memberikan penjelasan bahwa di dalam hadits tersebut ada pelajaran bahwa kesalahan-kesalahan akan dilebur dengan berbagai penyakit di dunia meskipun hanya sedikit kesusahannya. 

Imam Muslim juga meriwayatkan dari ‘Atho bin Abi Robah yang mengatakan:

قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ: أَلَا أُرِيكَ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ قُلْتُ: بَلَى، قَالَ: هَذِهِ الْمَرْأَةُ السَّوْدَاءُ، أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَتْ: إِنِّي أُصْرَعُ وَإِنِّي أَتَكَشَّفُ، فَادْعُ اللهَ لِي، قَالَ: إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ، وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُعَافِيَكِ قَالَتْ: أَصْبِرُ، قَالَتْ: فَإِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللهَ أَنْ لَا أَتَكَشَّفَ فَدَعَا لَهَا

Artinya: “Ibnu Abas berkata kepadaku, ‘Maukah kau kuperlihatkan seorang perempuan ahli surga?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Ia berkata, “Perempuan hitam ini telah datang kepada Nabi dan berkata, ‘Sesungguhnya aku mengidap penyakit ayan dan auratku sering tersingkap karenanya. Maka berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku.” Nabi bersabda, “Kalau kau mau bersabar bagimu surga. Dan bila kau mau aku mau mendoakanmu agar Allah menyembuhkanmu.” Perempuan itu berkata, “Aku mau bersabar saja.” Ia berkata lagi, “Auratku sering terungkap, maka mohonlah kepada Allah agar auratku tak terungkap lagi.” Maka Nabi mendoakannya.”

Dari hadits di atas dapat diambil satu pelajaran bahwa kesabaran yang dilakukan seseorang atas penyakit yang sedang diderita bisa menjadi jalan baginya untuk mendapatkan surga. Hadits tersebut juga menunjukkan dibolehkannya tidak berobat dengan bersabar atas cobaan yang diterima dan ridha terhadap ketentuan Allah. Masih menurut hadits tersebut, tetap bersabar menghadapi satu penyakit itu lebih utama daripada kesembuhan bagi sebagian orang, dan meskipun berobat itu disunahkan namun tidak berobat itu lebih utama. Demikian dijelaskan oleh Syekh Abdullah Al-Mubarakfuri di dalam kitab Mir’âtul Mafâtih Syarh Misykâtil Mashâbih.

Syekh Nawawi Banten dalam kitab Kâsyifatus Sajâ mengisahkan, sahabat Imron—salah seorang tokoh di kalangan para sahabat Rasul—bahwa dulunya malaikat mengucapkan salam kepadanya secara jelas. Namun ketika ia sembuh dari penyakitnya karena doa Rasulullah suara salam malaikat tak lagi terdengar dengan jelas. Maka sahabat Imron mengadu kepada Rasulullah perihal itu. Kepadanya Rasulullah bersabda, “Tidak terdengarnya ucapan salam para malaikat itu karena kesembuhanmu.” Maka kemudian sahabat Imron meminta Rasul memohon kepada Allah agar penyakitnya dikembalikan lagi. Ketika sahabat Imron kembali sakit, kembali pula para malaikat terdengar suara salamnya. Sebagai bentuk kemuliaan baginya maka doa yang dipanjatkan ketika disebut namanya akan dikabulkan.

Hanya saja satu hal yang semestinya—makruh hukumnya—tidak dilakukan oleh orang yang sedang sakit atau mengalami kesusahan dunia adalah mengharap kematian. Namun tidak makruh bila ada kekhawatiran akan terjadinya fitnah bagi agamanya. Rasulullah dalam sebuah hadits bersabda:

لا يتمنين أحدكم الموت لضر نزل به فان كان لابد متمنيا فليقل اللهم أحينى ما دامت الحياة خيرا لي وتوفني إذا كانت الوفاة خيرا لى

Artinya: “Jangan sampai seorang di antara kalian berharap kematian karena sebuah kesusahan yang menimpanya. Bila tidak bisa tidak ia harus berharap kematian maka berdoalah, “Ya Allah, hidupkan akau selagi kehidupan lebih baik bagiku dan matikan aku bila kematian lebih baik bagiku.” Demikian Abu Ishaq As-Syairazi di dalam kitabnya al-Muhdzdzab. Wallahu a’lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar