Peringatan
yang Unik
Oleh: KH.
Abdurrahman Wahid
Kata
peringatan dapat diartikan sebagai rangkaian kalimat untuk mengingatkan orang
agar tidak melakukan sesuatu hal. Seperti peringatan: jangan memegang kabel
listrik yang tidak terbungkus/telanjang. Tetapi kata peringatan dapat juga
diartikan sebagai upacara memperingati sesuatu hal di masa lampau, yang penting
untuk diketahui orang sekarang. Arti kedua inilah yang digunakan dalam tulisan
ini, yaitu peringatan hari tertembaknya Mahatma Gandhi di Raj Ghat, New Delhi.
Puncak peringatan itu menghadirkan ratusan ribu manusia untuk memperingati
kebesaran sang Mahatma. Karena diberi petunjuk oleh mendiang Ibu Gedong
Oka, penulis menjadi pengikut ajaran Gandhi sejak tahun 70-an dan sejak dahulu
memproklamirkan diri sebagai Muslim pengikut Gandhi. Karena ajaran-ajarannya,
sangat bersesuaian dengan keyakinan Islam yang disandang oleh penulis.
Dalam
peringatan tahun ini, di samping penulis juga diundang mantan Presiden Jerman
Richard Weizsaecker dan tokoh Afrika Salim Ahmed dari Tanzania. Tidak terhitung
lagi tokoh-tokoh India di luar undangan, terutama mantan Presiden India Shri R.
Venkataraman yang juga Sekjen Gandhi Smriti. Sementar seminar untuk
peringatan meninggalnya Gandhi itu, dibuka oleh Perdana Menteri Vajpayee, dan
salah satu sidang dipimpin oleh mantan Perdana Menteri India I.K. Gujral. Dari
luar negeri datang para tokoh-tokoh anti kekerasan, seperti Prof. DR. Glenn
Paige dari Universitas Hawaii, dan tokoh-tokoh dari berbagai negara, termasuk
dari Eropa dan Amerika. Pada hari pertama, semua hadirin diminta berdoa
sejenak, dengan berdiam diri selama 2 menit tanda berduka cita atas kepergian
tokoh anti kekerasan itu. Ratusan ribu orang memenuhi tempat upacara,
menunjukkan penghargaan mereka yang sangat tinggi kepada mendiang Gandhi.
Sebagai
pengagum Gandhi, penulis tidak merasa heran akan arti demikian besar bagi
perikemanusiaan atas kehadiran tokoh tersebut di atas panggung sejarah dunia.
Namun, apa yang penulis saksikan jauh melebihi dugaan semula: di samping para
tamu dari negeri-negeri lain hadir pula anak-anak harapan masa depan, yang juga
merasa terpanggil untuk memuliakan tokoh tersebut. Ini berarti ajaran yang
dibawakan oleh sang perintis anti kekerasan (non-violence) itu memberikan
bekasnya sendiri pada pandangan mereka yang masih berumur muda itu. Ini menjadi
sangat penting, karena kontinuitas perjuangan sangat tergantung kepada
kemampuan menegakkan mengalihkan perjuangan dari sebuah generasi ke generasi
berikutnya. Hal alami seperti ini, ternyata tidak mudah diwujudkan dalam
kehidupan.
Meskipun
tinggal lah Gandhi berupa Trilogi (tiga ajaran): Ahimsa (Anti kekerasan), Satya
Graha (Gerakan menuju perdamaian), dan Swadesi (Gerakan berdiri atas kaki
sendiri). Penulis dengan tidak malu-malu menyatakan diri sebagai pengikut
Gandhi. Ini tidak berarti penulis menganggap ajaran-ajaran seperti itu tidak
ada dalam agama Islam. Namun untuk jaman modern ini, Islam tampaknya
menyediakan beberapa hal yang kita perlukan, seperti kesetiakawanan
(solidaritas) yang tinggi dan pengendalian nafsu peperangan dalam perebutan
kawasan melalui tindakan-tindakan militer yang memperlemah kedudukan lawan.
Lahirnya keadaan yang bersandar kepada kekerasan itu juga ditentang
habis-habisan oleh Gandhi. Karena itu sebagai salah satu cara untuk menunjukkan
kepada dunia, masalah anti kekerasan yang memang sudah ada dalam ajaran-ajaran
Islam perlu ditinjau kembali dan diperkuat kedudukannya.
*****
Pada
waktu pembukaan seminar mengenai ajaran-ajaran Gandhi yang terkait dengan
perdamaian dunia saat ini, penulis menyatakan bahwa kecintaan tokoh tersebut
kepada perdamaian dunia, tidak berarti Gandhi tidak menekankan pentingnya
aspek-aspek lain dalam merumuskan perdamaian itu, melainkan ia secara aktif
menekankan juga pentingnya arti keadilan dalam perdamaian dunia. Keadaan dunia
serba damai, yang terlepas dari keadilan bukanlah keadaan yang dikehendaki
Gandhi, karena itu perdamaian tanpa keadilan baginya merupakan ilusi, dan tidak
akan berdiri kekal dalam mengatur hubungan antar manusia dan antar negara. Saat
ini, keadilan berarti keharusan menengakkan pendekatan multilateral (pendekatan
serba beragam), dan bukanya unilateralisme (keadaan sangat dipengaruhi oleh sebuah
negara Adikuasa saja di dunia), seperti tampak dalam penyerbuan A.S ke Iraq.
Kita
memang harus cermat terhadap keadaan yang kita hadapi sekarang ini. Kaitannya
bahwa manusia harus memiliki kemampuan mewujudkan dunia modern lengkap dengan
segala macam kerangkanya. Namun selalu dilupakan bahwa manusia justru hanya
meminta perhatian yang konsisten dari struktur-struktur sosial yang ada,
sehingga masing-masing individu tidak dapat mengembangkan diri sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Di sinilah letak perbedaannya dengan Gandhi, dengan
kebesaran dan pandangan-pandangannya yang sederhana dan bukan merupakan teori
yang muluk-muluk tentang perdamaian yang kekal untuk menata kehidupan secara
baik, untuk diwujudkan di tingkat internasional, bangsa, golongan hingga
pribadi masing-masing.
Dicerminkan
dalam kehidupan sehari-hari adalah bagaimana cara memintarkan anak sendiri
dengan berbagai pengetahuan, kalau tidak ada keteguhan dan stabilitas?
Mungkinkah kedua hal itu tercapai, kalau perdamaian itu sendiri tidak dapat
diwujudakn secara nyata? Hal ini diakui secara implisit oleh Undang-Undang
Dasar kita. Kita menginginkan kemerdekaan, agar dengan itu kita dapat
mewujudkan perdamaian. Perdamaian, baik dari tingkat dunia hingga pribadi,
sangat diperlukan untuk dapat mencerdaskan suatu bangsa. Dengan kecerdasan
seperti itulah kita akan dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Karenanya, dengan segala upaya dan tenaga kita harus mewujudkan perdamaian baik
tingkat dunia maupun ditingkat individu. Keadaan ini, yang oleh kitab suci
Al-Qur’an disebut sebagai “negeri yang baik dan penuh pengampunan Tuhan”
(Baldatun taybatun wa rabbun ghafur), yang sering disebut-sebut dalam berbagai
ceramah keagamaan. Ini berarti, di kalangan muslimin pun terdapat kesadaran
mengenai perlunya kehidupan masyarakat yang diatur dengan baik, melalui
akhlaq/etika yang mulia maupun melalui penularan IPTEK. Karena anpa IPTEK kita
akan senantiasa terbelakang dan kecemburuan sosial yang diakibatkanya justru
akan menganggu perdamaian itu.
Dalam
diskusi yang dipandu oleh penulis dan seorang lain dari Gandhi Smriti, yang menjadi
moderator, ternyata pendapat penulis tentang wawancara Gandhi tentang
perdamaian yang disertai keadilan itu disambut hangat. Karena dari pembicara
demi pembicara masing-masing memperoleh peluang 3 menit untuk menyampaikan
pendirian, hanya sedikit yang berbicara mengenai hubungan antara perdamaian dan
keadilan. Pada umumnya, puluhan orang yang berbicara itu mengajukan kritik
tajam, dan juga melakukan otokritik terhadap diri sendiri, karena ternyata
tidak pernah dilakukan pengembangan pandangan mengenai ajaran-ajaran Gandhi itu
sendiri.
Dalam
kesempatan itu juga disampaikan apakah relevansi ajaran Gandhi tentang sikap
anti kekerasan (Ahimsa) terhadap kenyataan pahit, bahwa baik Pakistan maupun
India, sama-sama menghabiskan biaya ratusan juta dollar A.S untuk program bom
nuklir mereka?
Hal-hal
seperti itulah yang dikemukakan para pembicara dalam sesi terakhir berupa
sidang-sidang komisi itu. Walaupun tidak diambil kesimpulan apapun, karena
begitu banyak ragam pandangan yang justru memperkaya visi penulis dan para
peserta lainnya akan kehidupan yang kita jalani dewasa ini. Seorang pembicara
dari Gandhian Principles Institute di Washington DC, A.S menyatakan bahwa dalam
2 hari pembicaraan ia tidak pernah mendengar disebutnya istilah soul (jiwa),
padahal inilah kunci untuk memahami pandangan-pandangan Gandhi. Dalam pendirian
penulis, walaupun kata itu tidak pernah digunakan, namun ia merupakan kata
kunci bagi tiap upaya untuk memahami pandangan Gandhi. Tergantung dari sikap
kita masing-masing, untuk kita kembangkan pengertian yang benar tentang ajaran
Gandhi, guna dirumuskan dalam berbagai reaksi atas perkembangan-perkembangan
yang terjadi di dunia. Memang hal ini mudah dikatakan, namun sulit dilaksanakan
bukan? []
Jakarta,
10 Februari 2004
Kedaulatan
Rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar