Terlintas Pikiran Jorok di
Tengah Shalat?
Dalam shalat kita dianjurkan untuk senantiasa
khusyuk dan penuh khidmat. Hal ini salah satunya dilaksanakan dengan cara
menghilangkan segala pikiran-pikiran yang tidak berhubungan dengan bacaan yang
dilantunkan saat shalat. Namun, siapa yang menduga jika tiba-tiba terbesit
dalam pikiran seseorang yang sedang shalat sesuatu yang tidak diinginkan,
bahkan tak jarang jika pikiran-pikiran yang muncul berupa pikiran-pikiran yang
jorok, tak seronok, dan sangat tidak layak terjadi saat shalat, misalnya
tentang orang tanpa busana, hubungan haram dengan lawan jenis, atau semacamnya.
Lalu hal yang patut dipertanyakan, bagaimana
sebenarnya hukum memikirkan sesuatu yang jorok tatkala sedang melakukan shalat?
Apakah hal tersebut dapat menyebabkan shalat yang dilakukan menjadi batal?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, patut
dipahami bahwa hadirnya pikiran-pikiran dalam shalat adakalanya muncul secara
alamiah tanpa ada niatan sama sekali, dan ada juga pikiran-pikiran yang muncul
karena diupayakan dan disengaja oleh seseorang.
Pikiran yang muncul tanpa adanya kesengajaan
atau muncul secara alamiah, pernah dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Hal ini seperti yang tercantum dalam salah satu haditsnya:
عَنْ
عُقْبَةَ بْنِ الْحَارِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَصْرَ فَلَمَّا سَلَّمَ قَامَ سَرِيعًا
دَخَلَ عَلَى بَعْضِ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ وَرَأَى مَا فِي وُجُوهِ الْقَوْمِ
مِنْ تَعَجُّبِهِمْ لِسُرْعَتِهِ فَقَالَ ذَكَرْتُ وَأَنَا فِي الصَّلَاةِ تِبْرًا
عِنْدَنَا فَكَرِهْتُ أَنْ يُمْسِيَ أَوْ يَبِيتَ عِنْدَنَا فَأَمَرْتُ
بِقِسْمَتِهِ رواه البخاري
“Diriwayatkan dari sahabat ‘Uqbah bin Haris
RA, beliau berkata: Aku shalat Ashar bersama Rasululullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Tatkala beliau salam, beliau berdiri dengan cepat dan masuk menuju
(rumah yang dihuni) sebagian istri beliau, lalu beliau keluar. Beliau melihat
banyak wajah-wajah yang keheranan atas sikap beliau tersebut. Lalu beliau
bersabda: ‘Aku ingat emas yang aku miliki tatkala aku sedang shalat, lalu aku
tidak senang emas tersebut menetap di sisiku, akhirnya aku pun memerintahkan
untuk membagikannya.” (HR. Bukhari)
Pikiran yang muncul secara alamiah ini
bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan, selama pikiran tersebut segera
dihentikan dan bergegas memikirkan dan merenungkan bacaan-bacaan yang terdapat
dalam shalat. Sebab, munculnya pikiran ini di luar kuasa seseorang, sehingga
tidak terkena taklif berupa sebuah larangan.
Ketika pikiran yang datang spontan tersebut
tidak dihentikan, bahkan justru terus dibayangkan dalam angan-angan, maka
hukumnya makruh (tak dianjurkan) apalagi bila yang terlintas tersebut adalah
sesuatu yang jorok atau tak pantas. Meski demikian, perbuatan demikian tidak
sampai membatalkan shalat. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Imam An-Nawawi:
يستحب
الخشوع في الصلاة والخضوع وتدبر قراءتها واذكارها وما يتعلق بها والاعراض عن الفكر
فيما لا يتعلق بها فان فكر في غيرها وأكثر من الفكر لم تبطل صلاته لكن يكره سواء
كان فكره في مباح أو حرام كشرب الخمر
“Disunnahkan dalam shalat khusyuk, khudlu’
(rendah diri) dan merenungkan bacaan, dzikir dan segala hal yang berhubungan
dengan shalat dan sunnah menjauhi pikiran-pikiran yang tidak berhubungan dengan
shalat. Jika seseorang memikirkan pada hal selain shalat dan terus-menerus
melakukannya maka shalatnya tidak dihukumi batal, hanya saja hal tersebut
dihukumi makruh, baik memikirkan perkara yang mubah atau haram, seperti
(memikirkan tentang) minum khamr.” (Syekh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf
an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, Juz 4, Hal. 102)
Salah satu dalil yang menjadi pijakan para
ulama dalam merumuskan tidak batalnya shalat seseorang yang memikirkan pikiran
jorok atau pikiran yang tidak berhubungan dengan shalat adalah berdasarkan pada
suatu hadits:
إِنَّ
اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ تَجَاوَزَ لأُمَّتِى عَمَّا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا
لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَكَلَّمْ بِهِ
“Sesungguhnya Allah ﷻ mengampuni pada
umatnya atas hal yang terbesit dalam dirinya selama ia tidak melakukannya atau
mengucapkannya.” (HR. Muslim)
Lebih jauh lagi, munculnya pikiran-pikiran
jorok atau pikiran yang tidak berhubungan dengan shalat tatkala seseorang
melaksanakan shalat adalah godaan setan yang dikenal dengan nama Setan Khinzib.
Setan ini biasa menggoda orang-orang yang sedang melaksanakan shalat agar
shalat yang mereka lakukan menjadi tidak khusyuk. Tatkala hal demikian dialami
oleh kita, maka Rasulullah menganjurkan untuk membaca ta’awwudz dan meludah ke arah kiri kita sebanyak tiga kali. Hal
demikian tentunya dilaksanakan tatkala shalat kita sedah selesai. Seperti yang
dijelaskan dalam hadits:
عَنْ
أَبِى الْعَلاَءِ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ أَبِى الْعَاصِ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ
الشَّيْطَانَ قَدْ حَالَ بَيْنِى وَبَيْنَ صَلاَتِى وَقِرَاءَتِى يَلْبِسُهَا
عَلَىَّ. فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خِنْزِبٌ
فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْهُ وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ
ثَلاَثًا ». قَالَ فَفَعَلْتُ ذَلِكَ فَأَذْهَبَهُ اللَّهُ عَنِّى. مسلم
“Diriwayatkan dari Abu Ala’ bahwa
sesungguhnya ‘Utsman bin Abi al-‘Ash mendatangi Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, lalu ia berkata: ‘Wahai Rasulullah! Sesungguhnya setan telah
menghalangi antara diriku dan shalatku serta bacaan shalatku ia membuat
shalatku menjadi samar bagiku.’ Lalu Rasulullah bersabda: ‘Itu adalah setan,
namanya Khinzib. Jika kamu merasa diganggu maka mintalah perlindungan kepada
Allah dari gangguannya (membaca ta’awwudz) dan meludahlah ke arah kirimu
sebanyak tiga kali.’ Sahabat ‘Utsman bin Abi al-’Ash berkata: ‘Aku melakukan
hal tersebut lalu Allah menghilangkan setan itu dariku.’” (HR. Muslim)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
munculnya pikiran-pikiran jorok adalah hal yang tidak baik dan tidak layak
terjadi saat shalat, meski secara fiqih tidak sampai membatalkan shalat. Hal
tersebut mesti kita jauhi dengan terus-menerus melatih diri untuk khusyuk
karena shalat merupakan ibadah istimewa karena di saat itulah kita
“berkomunikasi” dengan Allah. Wallahu a’lam. []
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di
Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining Rambipuji Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar