Berwudhu dengan Air Satu
Gayung, Bolehkah? (I)
Ada polemik di masyarakat tentang orang yang
berwudhu dari air satu gayung saja. Lumrahnya, masyarakat Indonesia yang
notabene berlimpah air berwudhu dengan jumlah air yang lebih dari itu. Kali ini
kita akan membahas perihal ini dari perspektif fiqih perbandingan secara
ringkas.
Ada dua hal pokok yang perlu diurai dalam
masalah ini, yakni masalah jumlah airnya dan masalah tata cara berwudhunya.
Mengenai jumlah air wudhu dan mandi besar, Imam Nawawi menukil kesepakatan
ulama sebagai berikut:
أجمع
المسلمون على أن الماء الذي يجزئ في الوضوء والغسل غير مقدر بل يكفي فيه القليل
والكثير إذا وجد شرط الغسل وهو جريان الماء على الأعضاء
“Para Ulama Muslimun sepakat bahwa air yang
dianggap mencukupi dalam wudhu dan mandi tidaklah ditentukan, tetapi dianggap
cukup air sedikit atau banyak ketika sudah memenuhi syarat mandi [dan wudhu],
yaitu mengalirkan air ke anggota tubuh.” (an-Nawawi, Syarh an-Nawawi ‘ala
Muslim, juz IV, halaman 2).
Jadi, jumlah batas keabsahan air sebenarnya
tidak ditentukan. Selama mencukupi untuk menunaikan rukun wudhu maka tak
masalah. Tetapi para ulama seluruhnya juga sepakat bahwa jumlah air wudhu tidak
boleh berlebihan. Imam Nawawi juga menukil kesepakatan ini dalam kitabnya yang
lain sebagai berikut:
اتفق
أصحابنا وغيرهم على ذم الإسراف في الماء في الوضوء والغسل
“Para sahabat kami (Syafi’iyah) dan selain
mereka sepakat untuk mencela praktek berlebihan dalam menggunakan air, dalam
wudhu dan mandi”. (an-Nawawi, al-Majmû’, juz II, halaman 190)
Setelah sepakat bahwa berlebihan adalah
tercela, maka pertanyaannya berapakah ukuran berlebihan ini? Ukuran tidak
berlebihan ini harus dikembalikan pada kebiasaan Rasulullah ﷺ, bukan kepada selera masing-masing orang sebab akan
berbeda-beda. Dalam hal ini diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ berwudhu dengan
jumlah air seperti berikut:
كَانَ
النَّبِىُّ ﷺ يَغْسِلُ
أَوْ كَانَ يَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ وَيَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ
“Nabi Muhammad ﷺ mandi besar dengan
air satu sha’ hingga empat mud dan berwudhu dengan air satu mud.” (HR. Bukhari)
Jumlah satu mud air adalah sejumlah air yang
diambil dengan dua telapak tangan orang dewasa ketika disatukan. Telapak tangan
yang menjadi patokan adalah telapak tangan standar orang Arab, sedikit lebih
lebar dari telapak tangan orang Indonesia. Dalam kitab Fath al-Qadîr Fî ‘ajâ’ib
al-Maqâdîr karya Kyai Maksum bin Ali disebutkan bahwa satu mud air adalah
setara dengan 786 gram. Adapun menurut kitab al-Fiqh al-Islâmiy Wa’adillatuh
karya Dr. Wahbah az-Zuhaily disebutkan bahwa satu mud setara 675 gram (Juz I,
halaman 533). Sedikit perbedaan jumlah ini bisa dibilang wajar mengingat ukuran
sebenarnya adalah telapak tangan. Sedangkan satu sha’ adalah empat mud, inilah
yang menjadi jumlah air yang dipakai Rasulullah ﷺ untuk mandi besar.
Jumlah yang sangat sedikit inilah yang
menjadi patokan standar untuk berwudhu sehingga berwudhu dengan air yang jauh
lebih banyak dapat dianggap berlebihan. Menjaga agar tidak berlebihan memakai
air ini tetap harus diperhatikan meskipun berwudhu dari air laut sekalipun,
seperti perkataan Syaikh Ibnu Ruslan dalam kitab Zubad-nya:
مَكْرُوهُهُ
فِي الْمَاءِ حَيْثُ أَسْرَفَا # وَلَوْ مِنْ الْبَحْرِ الْكَبِيرِ اغْتَرَفَا
“Makruhnya air wudhu adalah sekiranya
berlebih, meskipun ia mengambil dari lautan besar.” (Nadham Zubad Ibnu Ruslân)
Dengan demikian, tentang ukuran berwudhu
dengan air satu gayung tidak bermasalah. Bahkan jumlah ini tergolong baik sebab
lebih dekat pada aturan sunnah. Satu mud sendiri sebagaimana dicontohkan
Rasulullah ﷺ tidak sampai satu
gayung dalam ukuran gayung standar yang tak terlalu kecil.
Perlu dicatat di sini bahwa jumlah yang
terlalu sedikit juga makruh sebab mengkhawatirkan airnya tidak merata. Para
ulama fiqih menyebut contoh yang terlalu sedikit itu misalnya dengan taqtîr
atau meneteskan-neteskan air pada anggota wudhu. (lihat misalnya: al-Bujairami,
Hasyiyat al-Bujairamî ‘ala al-Khathîb, Juz I, halaman 175). Meskipun sebelumnya
dinukil adanya kesepakatan ulama bahwa jumlah air wudhu tidak ditentukan, hanya
saja dalam menurut satu riwayat dari Imam Abu Hanifah, jumlah satu mud adalah
batas minimal berwudhu sehingga tidak boleh kurang dari itu (Muhammad Na’im,
Mausû’ah Masâ’il al-Jumhûr Fi al-Fiqh al-Islâmî, juz I, halaman 89).
Setelah masalah jumlah air ini selesai, maka
masalah kedua yakni tatacara dalam berwudhu dengan air sedikit tersebut. Dalam
hal ini ada tatacara yang disepakati seluruh ulama dan ada pula yang
diperselisihkan. Titik perdebatannya ada dalam masalah air musta’mal atau air
sisa. Periciannya akan kita bahas pada tulisan berikutnya.
Bersambung… []
Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Pengurus Lembaga
Bahtsul Masa’il PWNU Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar