Pawai Akbar Harlah
Ke-40 NU di Jakarta Diiringi Derai Air Mata
Untuk kali pertama,
Nahdlatul Ulama menggelar peringatan Hari Lahir (harlah) di Istora Senayan,
Jakarta, ibu kota Indonesia. Tepatnya pada harlah ke-40 oleh Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) 'menghijaukan' stadion yang kini dinamakan Gelora Bung
Karno itu.
Sebagaimana terekam
dalam buku (dokumen) Kenang-Kenangan Harlah 40 Tahun NU yang diterbitkan oleh
Ansor pada 1966 mengungkapkan bahwa PBNU di bawah kepemimpinan KH Idham Chalid
menggelar Pawai Akbar pada Senin 31 Januari 1966, sehari sesudah mengadakan
Rapat Akbar pengurus NU di Istora Senayan.
Pawai Akbar tersebut
membuat kagum penduduk ibu kota Jakarta. Tidak sedikit penonton di sepanjang
jalan mengucurkan derai air mata karena terharu, bangga, dan rasa syukur.
Ribuan Banser membawa bendera negara Merah Putih dan bendera gambar 'Djaga
Bintang Sembilan'. Bendera-bendera itu melambai-lambai dengan megah perkasa di udara
Jakarta yang waktu itu suhunya sudah lumayan panas.
Adapun ribuan Banser
tersebut tercatat ada 40.000 pasukan datang dari Jawa Timur. Pawai itu juga
diiringi oleh tarian Pasukan Berkuda dan puluhan unit drumband yang sudah mahir
yang berasal dari seluruh Pulau Jawa terutama Jawa Timur.
Para pemain drumband
dengan berpakaian yang manis menarik, tegap, tegak dan gagah perkasa. Pawai
Akbar yang berlangsung sejak 09.00 pagi itu hingga 18.00 waktu maghrib belum
juga selesai.
Peringatan harlah NU
ke-40 ini tidak hanya meriah, namun juga harmonis karena diikuti juga umat
Nasrani lengkap dengan pastor-pastornya dan pelajar serta para juru rawatnya.
Ketua Umum PBNU KH
Idham Chalid, bersama Deputi III Men/Pangad Major Jenderal Basuki Rachmat, KH
Achmad Syaichu, H Aminuddin Aziz, dan tokoh lainnya berdiri di atas panggung
menerima penghormatan dari pawai juga sangat panjang itu, yang sopan, penuh
ketertiban dan tidak putus-putusnya meneriakkan, 'Hidup Bung Karno, Hidup
Pancasila, Allahu Akbar dan Shalawat Badar'.
Yang tidak kalah
fenomenal yakni pidato ‘menggelegar’ dari Soekarno, Presiden Indonesia saat
itu, yang berisi tentang ungkapan cintanya terhadap NU. Selain itu, Jenderal
TNI Abdul Haris Nasution juga menyampaikan pidato bersejarah terutama mengenai
ketegasan pemerintah soal pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) yang
kemudian resmi dibubarkan beberapa bulan setelah harlah NU ke-40, tepatnya pada
12 Maret 1966. []
(M Zidni Nafi’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar