KHUTBAH JUMAT
7 Adab Menjaga Lisan Menurut Sayyid Abdullah
al-Haddad
Khutbah I
اْلحَمْدُ
للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ
النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك
لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى
سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى
يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ:
فَيَاأيُّهَا
الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ
مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله
وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ
Jamaah Jumat hafidhakumullah,
Sebuah pepatah bahasa Arab menyatakan bahwa
keselamatan seseorang bergantung pada cara bagaimana ia menjaga lisannya.
Pepatah itu berbunyi:
سَلَامَةُ
اْلإِنْسَانِ فِي حِفْظِ اللِّسَانِ
Artinya: “Keselamatan manusia terletak dalam
menjaga lisannnya.”
Pepatah itu mengingatkan sedemikian kuat
hubungan antara keselamatan seseorang dengan kemampuan menjaga lisannya. Dalam
kaitan ini Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad dalam kitab beliau
berjudul Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudhâharah wal Muwâzarah (Dar Al-Hawi, 1994,
hal. 83-84) menasihatkan enam adab menjaga lisan sebagai berikut:
Pertama,
(وَإِيَّاكَ)
وَاْلخَوْضَ فِيْمَا لَا يَعْنِيْكَ.
“Hendaklah Anda tidak melibatkan diri dalam
hal-hal yang tidak ada gunanya bagi anda.”
Bergaul adalah baik dan dianjurkan, tetapi
dalam pergaulan harus dihindari hal-hal yang tak ada gunanya dan apalagi
mendatangkan madharat, seperti ghibah atau menggunjing. Mencampuri urusan orang
lain yang jelas-jelas bukan kewenangan kita juga termasuk hal-hal yang
semestinya dihindari sebab tidak jarang menimbulkan ketidak senangan dari pihak
yang merasa dilangkahi atau dicampuri urusannya.
Kadang-kadang kita menerima curhat dari
seseorang. Kita tentu saja boleh memberikan masukan-masukan agar permasalahan
yang dihadapi segera terselesaikan. Tetapi kita harus sadar sejauh mana kita
boleh memberikan masukan agar tidak terlalu jauh masuk ke wilayah orang lain.
Hal seperti ini bisa menimbulkan masalah baru jika ada pihak-pihak yang merasa
telah diganggu wilayah kewenangannya.
Kedua,
وإكثَارَ
اْلحَلْفِ بِاللهِ وَلَا تَحْلِفْ بِهِ تَعَالَى إِلَّا صَادِقً عِنْدَ اْلحَاجَةِ
((وَإِيَّاكَ.
”Jangan sering-sering bersumpah demi Allah,
dan jangan bersumpah demi nama-Nya kecuali memang benar-benar mendesak.”
Sering menyebut nama Allah tentu saja baik
sebab merupakan dzikir. Tetapi jika penyebutannya merupakan sumpah yang
bersifat main-main, hal ini tentu saja tidak baik. Sumpah dengan berucap والله “Demi
Allah” dapat dibenarkan jika bersifat sungguh-sungguh. Imam al-Harits
al-Muhasibi dalam kitabnya berjudul Risâlah al-Mustarsyidin, halaman 136,
mengingatkan kita untuk tidak sering-sering bersumpah sebagaimana kutipan
berikut:
وَلَا
تُكْثِرِ الْأَيْمَانَ وَإِنْ كُنْتَ صَادِقًا
Artinya, “Dan janganlah sering bersumpah
meskipun engkau benar.”
Jadi sekalipun kita jujur dan dalam posisi
benar, janganlah kita mengobral sumpah apalagi disertai dengan ucapan والله “Demi
Allah”. Namun dalam keadaan genting atau mendesak, seperti dalam proses hukum
di pengadilan, bersumpah “Demi Allah” adalah tepat.
Jamaah Jumat hafidhakumullah,
Ketiga,
وَاحْذَرْ
اْلكَذِبَ بِجَمِيْعِ أَنْوَاعِهِ فَإِنَّهُ مَنَاقِضٌ لِلْإِيْمَانِ.
”Hindarilah segala macam kebohongan sebab hal
itu berlawanan dengan iman.”
Secara umum berbohong adalah dosa kecuali
keadaan memaksa demi kemaslahatan bersama yang lebih luas. Artinya sebagian
besar kebohongan adalah haram sehingga sebanyak mungkin harus dihindari.
Sudah banyak terbukti kebobongan sebetulnya
tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga kepada orang lain yang
mempercayainya. Kekacauan bisa timbul akibat kebobongan berupa fitnah yang
tersebar dan dipercayai masyarakat. Tidak jarang terjadi kerusuhan dalam
masyarakat bermula dari maraknya kabar bohong atau hoaks.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah bersabda bahwa kebohongan merupakan salah satu tanda orang munafik
sebagaimana hadits berikut:
آيَةُ
الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا
اؤْتُمِنَ خَانَ
Artinya, “Pertanda orang munafiq ada tiga:
Apabila berbicara bohong, apabila berjanji mengingkari janjinya dan apabila
dipercaya berbuat khianat” (HR al-Bukhari).
Jamaah Jumat hafidhakumullah,
Keempat,
وَاْلغِيْبَةَ
وَالنَّمِيْمَةَ وَاْلإكْثَارَ مِنَ اْلمُزَاحِ
”Jauhkan dirimu dari pergunjingan dan
fitnahan serta bercanda secara keterlaluan.”
Menggunjing, memfitnah, dan bercanda yang
kelewatan adalah tidak baik. Seorang Muslim hendaklah selalu berusaha
menghindari ketiga hal ini karena berpotensi besar menimbulkan ketidak nyamanan
dan bahkan permusuhan.
Dalam Islam menggunjing diibaratkan memakan
bangkai saudara sendiri yang telah mati. Fitnah, sebagaimana disebutkan dalam
Al-Qur’an, adalah lebih kejam dari pada pembunuhan. Allah subhanu wa ta’ala
berfirman:
وَالْفِتْنَةُ
أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِۚ
Artinya, “Fitnah itu lebih kejam dari
pembunuhan” (Al-Baqarah: 91).
Demikina pula becanda yang keterlaluan atau
kelewat batas tidak hanya sia-sia tetapi juga bisa membuat orang lain marah
karena merasa tersinggung.
Jamaah Jumat hafidhakumullah,
Kelima,
وَاجْتَنِبْ
سَائِرَ اْلكَلَامِ اْلقَبِيْحِ،.
“Hindarilah setiap ucapan keji.”
Berbicara kepada orang lain adalah salah satu
cara berkomunikasi dalam kerangka silaturrahim. Hal ini tentu saja baik. Tetapi
jika dalam pembicaraan itu mengandung ucapan-ucapan keji sudah pasti tidak baik
sebab Islam justru menganjurkan supaya kita berbicara yang baik.
Oleh karena itu, ucapan-ucapan keji seperti
misuh-misuh dan hujatan-hujatan dengan menggunakan kata-kata kotor harus
dihindari sebanyak mungkin demi kerukunan dan perdamaian bersama. Hal ini
berlaku untuk semua pihak karena pada dasarnya persoalan kerukunan dan
perdamaian menjadi tanggung jawab bersama.
Keenam,
.وَأمْسِكْ
عَنْ رَدِيءِ اَلكَلَامِ كَمَا تُمْسِكُ عَنْ مَذْمُوْمٍ
"Jagalah lisanmu dari ucapan yang kurang
baik apalagi yang tercela.”
Ucapan yang kurang baik dan apalagi yang tercela
harus dihindari sebanyak mungkin. Contoh dari ucapan yang kurang baik adalah
penggunaan kata-kata yang menghina atau merendahkan orang lain. Atau
ungkapan-ungkapan yang menampakkan kesombongan baik di mata manusia, dan
apalagi di hadapan Allah subhanhu wa ta’ala.
Untuk menghindari hal seperti, sebaiknya kita
membiasakan diri bertawadhu’ atau berendah hati kapanpun dan dimanapun kita
berada. Kebiasaan yang baik seperti itu akan lebih menjamin keselamatan dan
nama baik kita baik hadapan manusia maupun di hadapan Allah subhanu wa ta’ala.
Di akhirat pun kita akan selamat dari ancaman api neraka karena neraka adalah
tempat yang sesuai bagi orang-orang sombong.
Ketujuh,
..وَتَفَكَّرْ
فِيْمَا تَقُوُلُ قَبْلَ أَنْ تَقُوُلَ فَإِنْ كَانَ خَيْرًا فَقُلْ وَإِلَّا
فَاصْمُتْ.
“Pikirkan baik-baik apa yang akan Anda
ucapkan sebelumnya. Jika itu baik menurut Anda, katakanlah. Jika tidak,
diamlah.”
Sebuah pepatah berbunyi, “ Pikir dahulu
pendapatan, sesal kemudian tak berguna.” Pepatah ini sejalan dengan apa yang dinasihatkan
oleh Allamah Sayyid Abdullah al-Haddad di atas. Jadi pada prinsipnya kita tidak
boleh grusa-grusu dalam berucap atau menucapkan sesuatu tanpa mempertimbagkan
tentang manfaat dan madharatnya.
Harus pula kita pertimbangkan sebelumnya
tentang dampak atau risiko terhadap diri sendiri atau orang lain dari apa yang
akan kita katakan. Sekiranya tidak ada manfaat dan bahkan membawa madharat baik
bagi diri sendiri maupun orang lain, maka sebaiknya kita urungkan niat kita
untuk mengatakan sesuatu tersebut. Sikap memilih diam demi menjaga semua pihak
seperti ini sangat berharga karena diam adalah emas sebagaimana kata pepatah.
Jamaah Jumat hafidhakumullah,
Demikianlah ketujuh adab menjaga lisan
sebgaiamana nasihat Allah Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad yang patut kita
perhatikan baik-baik. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapat
rahmat dan pertolongan dari Allah subhanahu wata’ala sehingga dapat
melaksanakan ketujuh adab tersebut dengan sebaik-baiknya. Dengan cara ini insya
Allah lisan kita akan terhaga dari hal-hal yang dapat mengacam keselamatan kita
baik di dunia maupun di akhirat. Amin ya rabbal alamin.
جَعَلَنا
اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ
عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ: أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمانِ الرَّحِيمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ
كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا
النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا
أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ
ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ
سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ
وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر
وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي
التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ
بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ
وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ
دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ
ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ
اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا
اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا
رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ !
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Ustadz Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama
Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar