Tuntunan Mengqashar Shalat
Islam sebagai agama yang mengatur tata cara
hidup bermasyarakat dan tata cara beribadah kepada Yang Maha Kuasa, tidak
pernah membebani umatnya di luar kemampuannya. Bahkan ketika berhubungan dengan
perkara wajibpun Islam selalu memberikan dispensasi, sekiranya kewajiban itu
terlalu membebani umatnya. Dispensasi atau keringanan dalam fiqih disebut
dengan rukhshah. Hal ini tercermin dalam masalah qashar dan jama’ shalat.
Secara bahasa qashar berarti meringkas, yaitu
meringkas shalat yang semula harus dikerjakan empat rakaat (misal dhuhur, ashar
dan isya) menjadi dua rakaat. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam
surat An-Nisa’ ayat 101:
واذا
ضربتم فى الارض فليس عليكم جناح ان تقصروا من الصلاة
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka
tidaklah mengapa kamu mengqashar shalatmu
Artinya seseorang yang sedang dalam bepergian
(musafir) dibolehkan mengqashar shalat. Begitu pula jika dalam keadaan
berperang. Karena tuntunan konsntrasi penuh dalam menghadapi serangan pihak
musuh, maka diperboehkan mengqashar shalat. Demikian pernah terjadi di zaman
Rasulullah saw sebagaimana diterangan dalam hadits Muslim yang diriwayatkan
oleh Ya’la bin Umayah.
ليس
عليكم جناح ان تقصروا من الصلاة ان خفتم ان يفتنكم الذين كفروا
Tidaklah mengapa kamu mengqashar shalatmu
jika kamu takut diserang orang-orang kafir.
Begitulah diantara dalil Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang menunjukkan diperbolehkannya mengqashar shalat. Sedangkan
petunjuk tehnis mengqashar shalat tentunya hanya terdapat dalam kitab-kitab
fiqih yang merupakan warisan para mujtahid dalam menentukan sebuah hukum.
Sebagaimana keterangan dalam Matnul Gyayah wat Taqrib karya Qadhi Abu Suja’:
فصل
– ويجوز للمسافر قصر الصلاة الرباعية بخمس شرائط: ان يكون سفره فى غير معصية, وان
تكون مسافته ستة عشر فرسخا, وان يكون مؤديا للصلاة والرباعية وان ينوي القصر مع
الاحرام وان لايأتم بمقيم
Bagi seorang musafir diperbolehkan mengqashar
shalat yang berrakaat empat dengan lima syarat. 1) Kepergiannya bukan dalam
rangka maksyiat. 2) jarak perjalanannya paling sedikit 16 farsakh. 3) shalat
yang diringkas adalah yang berrakaat empat. 4) niat mengqashar bersamaan dengan
takbiratul Ihram. 5) dan hendaknya tidak bermakmum pada orang yang mukim (tidak
musafir).
Dari keterangan di atas dapat dijelaskan
bahwa syarat mengqashar shalat pada dasarnya adalah ketika dalam berpergian.
Namun syarat ini bisa ditawar dalam kondisi perang. Apabila di rasa empat
rakaat terlalu lama dan menghawatirkan keamanan maka diperbolehkan mengqashar
shalat. Sebagaimana kerangan hadits di atas.
Adapun syarat kedua mengenai jarak tempuh
perjalanan, maka mengqashar shalat hanya diperbolehkan ketika jarak tempuh
bepergian mencapai 16 farsakh atau kira-kira 90 km. Yaitu jarak yang biasanya
para musafir telah mengalami kelelahan dan kepayahan.
Dari dua syarat tersebut (musafir dan ukuran
jarak tempuh), maka barang siapa dalam perjalanan seseorang tidak sempat
shalat. Lalu sesampai di rumah ia hendak mengqadhanya (membayarnya) maka orang
tersebut tidak diperbolehkan mengqashar shalat (dengan 2 rakaat) karena ia
tidak lagi dalam keadaan musafir. Begitu juga sebaliknya, ketika seseorang
mempunyai hutang shalat kemudian dia melakukan perjalanan (musafir) lalu ia
hendak membayarnya dengan mengqadha maka tidak boleh shalat itu dilakukan
dengan cara qasahar (2 rakaat). Karena hutang shalat itu terjadi ketika dia
belum berstatus sebagai musafir.
Adapun penjelasan mengenai syarat ketiga,
maka itu bersifat pasti. Hanya shalat yang empat rakaatlah yang boleh
diqasahar. Itu artinya shalat dhuhur, ashar dan isya. Dengan kata lain ketika
seseorang berpergian dalam jarak tempuh lebih dari 90 km (misalkan dari Jakarta
menuju Surabaya) secara otomatis ia akan melewati waktu shalat dhuhur dan
ashar, apabila berangkat dari pagi hari melalui jalur darat maupun laut. Maka
orang tersebut boleh melakukan shalat dhuhur dan ashar masing-masing dua
rakaat.
Akan tetapi jikalau orang tersebut melakukan
perjalanan dengan menggunakan pesawat sehingga dapat menghemat waktu, maka
baginya ada dua pilihan. Boleh mengqashar shalat ataupun tidak mengqashar.
Karena pada dasarnya qashar sebagai sebuah dispensasi (rukhshah) tidaklah
bersifat wajib. Tetapi bersifat anjuran. Artinya, qashar adalah sebuah pilihan
yang disediakan oleh Allah bagi umatnya yang merasa berat melakukan shalat
dengan empat rekaat ketika bepergian. Oleh karena itu seorang muslim selaku hamba
Allah boleh memilih qashar atau tidak. Tetapi lebih baik melakukannya ketika
syarat lima telah terpenuhi.
Mengenai tatacara niat tidak ada yang berubah
sebagaimana niat dalam shalat biasa, yaitu niat dibarengkan dengan takbiratul
ihram di dalam hati yang bunyinya, sebagai berikut:
أصلى
فرض الظهر ركعتين مستقبل القبلة قصرا لله تعالى
Ushalli fardhad dhuhri rak’ataini mustaqbilal
qiblati qasran lillahi ta’la
Aku niat shalat dhuhur dua rekaat menghadap
qiblat keadaan qashar karena Allah
Dan syarat yang terakhir, hendaklah jika
seseorang melakukan shalat qashar jangan makmum kepada imam yang tidak qashar
(sedang shalat biasa). Qashar boleh dilakukan secara berjamaah berbarengan
dengan sesama musafir. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar