Makna Ukhuwah Islamiyah
Oleh: Ahmad Saifuddin
Selama ini, masyarakat seringkali memaknai
ukhuwah Islamiyah sebagai persaudaraan terhadap sesama orang Islam. Mestinya
tidak demikian. Ukhuwah Islamiyah (Islamic brotherhood) berbeda dengan ukhuwah
baynal-muslimin atau al-Ikhwanul-Muslimun (moslem brotherhood).
Makna persaudaraan antara sesama orang Islam
itu bukan ukhuwah Islamiyah, tetapi ukhuwah baynal-muslimin/
al-Ikhwanul-Muslimun (Moslem Brotherhood). Jika dikaji dari segi nahwu, ukhuwah
Islamiyah adalah dua kata yang berjenis mawshuf atau kata yang disifati
(ukhuwah) dan shifat atau kata yang mensifati (Islamiyah). Sehingga, ukhuwah
Islamiyah seharusnya dimaknai sebagai persaudaraan yang berdasarkan dengan
nilai-nilai Islam. Sedangkan persaudaraan antar sesama umat Islam dinamakan
dengan ukhuwah diniyyah.
Dari pemaknaan tersebut, maka dapat dipahami
bahwa ukhuwah diniyyah (persaudaraan terhadap sesama orang Islam), ukhuwah
wathâniyyah (persaudaraan berdasarkan rasa kebangsaan), dan ukhuwah basyâriyyah
(persaudaraan berdasarkan sesama makhluk Tuhan) memiliki peluang yang sama
untuk menjadi Ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah Islamiyah tidak sekedar persaudaraan
dengan sesama orang Islam saja, tetapi juga persaudaraan dengan setiap manusia
meskipun berbeda keyakinan dan agama, asalkan dilandasi dengan nilai-nilai keislaman,
seperti saling mengingatkan, saling menghormati, dan saling menghargai.
Implementasi Ukhuwah Islamiyah
Revitalisasi makna ukhuwah Islamiyah tersebut
merupakan sebuah pencerahan terutama ketika jaman ini sudah didominasi oleh
sikap radikal dan agresif meski itu dalam bidang agama dan keyakinan. Peristiwa
saling menyerang dan merugikan dalam internal agama meski berbeda paham sudah
sangat sering dijumpai di negeri ini, negeri yang katanya paling religius dan
memiliki norma paling halus di antara negeri lain.
Hanya karena berbeda penafsiran dari ayat Al
Qur’an dan Hadits, tak jarang suatu kelompok menjelek-jelekkan kelompok lain,
bahkan sampai keluar kata “kafir dan sesat”. Tidak hanya sampai itu, kebencian
terhadap kelompok lain yang sejatinya masih seagama itu juga disebarkan ke
kalangan awam. Terlebih lagi kebencian terhadap kalangan agama lain, yang
seringkali disertai argumentasi yang berasal dari fantasi sendiri sehingga
menjadi bumbu penyedap yang pada akhirnya virus kebencian tersebut benar-benar
menyebar.
Indonesia, 90% lebih penduduknya beragama
Islam. Kondisi ini membuat Indonesia menajdi negara yang penduduk Islamnya
terbanyak sedunia. Di dalam agama Islam itu sendiri, tidak dapat dipungkiri dan
sudah menjadi sunnatulah, bahwa terdapat bermacam penafsiran terhadap teks Al
Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum Islam. Pada akhirnya muncul berbagai
paham dan madzhab dalam Islam. Hal ini pun sudah diprediksi oleh Nabi Muhammad
SAW bahwa Islam akan terpecah menjadi 73 golongan (Sunan al-Tirmîdzî [2565]).
Kondisi yang mustahil untuk dihindari ini
mestinya disikapi dengan bijak, terlebih lagi Islam adalah agama yang tidak
hanya sekedar membuat pengikutnya selamat di akhirat, tetapi juga di dunia.
Islam berasal dari kata “salimu” yang artinya selamat, bahkan Nabi Muhammad SAW
mempertegas orang tidak dikatakan beragama Islam jika orang yang berada di
sekitarnya belum selamat dari mulut, tangan, dan sikapnya. Pemaknaan ini yang
juga mempertegas bahwa Islam adalah rahmat untuk seluruh alam.
Revitalisasi makna Ukhuwah Islamiyah tersebut
seharusnya menjadi spirit baru dalam kehidupan beragama, sehingga agama menjadi
sebuah institusi yang menyejukkan, bukan institusi yang menebar virus
kebencian. Di satu sisi, keteguhan dalam memegang prinsip dan tafsir yang
diyakini adalah penting, tetapi di sisi lain, keteguhan tersebut tidak menjadi
kebenaran ketika disertai dengan sikap memaksa, mengkafirkan, menyesatkan, dan
menyebarkan kebencian. Pada taraf inilah, ukhuwah (persaudaraan) dengan orang
Islam tidak menjadi ukhuwah Islamiyah, ketika disertai dengan sikap saling
merugikan dan mendhalimi. Tetapi, ketika persaudaraan dengan orang lain
meskipun berbeda keyakinan, pada saat itu juga persaudaraan itu menjadi ukhuwah
Islamiyah.
Implementasi dari ukhuwah Islamiyah ini
memang harus benar-benar ditegakkan. Ditegakkan bukan hanya sekedar simbol dan
semboyan. Tetapi juga harus berusaha diinternalisasikan kepada seluruh orang
Islam. Seringkali penulis masih menemui kondisi yang tidak mencerminkan ukhuwah
Islamiyah meskipun sesama orang Islam sendiri. Padahal, seluruh pimpinan
ormas-ormas Islam di Indonesia mencontohkan kerukunan dan persaudaraan yang
tinggi, misalkan antara para petinggi di PBNU dan PP Muhammadiyah. Pada taraf
ini, persaudaraan sudah terjalin dengan baik.
Namun, satu hal yang tertinggal, bahwa
internalisasi nilai ukhuwah Islamiyah tersebut juga harus sampai pada tingkat
“akar rumput”, misalkan tingkat desa. Hal yang seringkali terjadi adalah pada
tingkat atas sudah dapat mengimplementasikan ukhuwah Islamiyah dengan baik
sedangkan pada tingka “akar rumput” belum mampu melaksanakannya. Kondisi ini
harus menjadi perhatian khusus.
Selain itu, bagaimana ukhuwah Islamiyah ini
bisa terimplementasikan dengan baik tidak hanya sekedar ketika bertemu dengan
orang yang berlainan pemahaman, tetapi juga ketika tidak bertemu sekalipun.
Masih banyak majelis-majelis yang membicarakan kejelekan saudara Islam dan
menjatuhkannya meski hanya persoalan perbedaan pemahaman. Ini menjadi PR besar
untuk semua umat Islam di Indonesia.
Pada konteks eksternal, ukhuwah Islamiyah
inter keyakinan dan agama ini juga masih harus ditingkatkan demi kemaslahatan.
Sikap saling menghargai dan menghormati baik itu ketika berada “di depan”
maupun ketika berada “di belakang” harus lebih ditingkatkan dengan memahamkan
masyarakat bahwa berbeda itu bukan berarti lawan, karena semua manusia adalah
makhluk Tuhan yang memiliki hak asasi dalam beragama. Sikap ukhuwah ini
tentunya tetap disertai dengan sikap keteguhan dan memegang prinsip dan keyakinan
sebagai jati diri beragama.
Dengan demikian, sikap ukhuwah Islamiyah akan
menjadi representasi Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam. Ukhuwah Islamiyah
akan merepresentasikan bahwa agama adalah institusi yang menyelamatkan dan
menyejukkan. Pada akhirnya kerukunan dan persaudaraan pada agama Islam pada
khususnya dan Indonesia pada umumnya akan menjadi kuat dan kokoh. Dengan
ukhuwah, umat akan terberdayakan. Dengan ukhuwah, umat akan mencapai
kemaslahatan. []
Ahmad Saifuddin, Mahasiswa S2 Program
Magister Psikologi Profesi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Bergiat sebagai
Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul ‘Ulama Kabupaten Klaten dan
Sekretaris Lembaga Kajian Pemikiran Islam Darul Afkar Klaten.
Catatan: Sebagian besar artikel ini diinspirasi
dari KH Abdul Malik Madani, Katib Aam PBNU saat menyampaikan materi dalam
Seminar Nasional yang bertemakan “Merajut Ukhuwah, Membangun ‘Izzah, Menggapai
Mashlahah (Aktualisasi Ukhuwah Islamiyah dan Kesejahteraan Umat)”. Seminar
diselenggarakan Sabtu, 15 Maret 2014, oleh Yayasan Jama’ah Haji Al Mabrur
Kabupaten Klaten dalam rangka tasyakuran Hari Lahirnya yang ke-35. Selain KH
Abdul Malik Madani, hadir Prof Hamim Ilyas dari PP Muhammadiyah, dan Prof Musa
Asy’ari, Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar