Garansi Langit untuk Sukses
Koperasi
Penulis: Ahmad Dairobi
Usaha bersama atau koperasi, sudah beribu-ribu
tahun lalu dilakukan oleh umat manusia. Al-Qur’an menceritakan bahwa Nabi Yusuf
menjadi budak yang dijual sebagai milik bersama para saudagar yang menemukan
beliau dalam sumur (QS Yusuf [12]: 19-20).
Bisa jadi, esensi dari koperasi itu sendiri
sudah dipraktekkan oleh umat manusia sejak mereka mengenal apa yang disebutnya
sebagai usaha. Sebab, manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki
kecenderungan naluriah untuk melibatkan orang lain dalam berbagai persoalan
hidup yang mereka hadapi.
Islam menganggap usaha bersama sebagai sebuah
keniscayaan hidup bagi manusia. Sehingga, ajaran Islam mensyariatkan beberapa
akad yang dibangun atas dasar usaha bersama, seperti syirkah (perserikatan
modal/kerja), mudhârabah (perserikatan antara pemilik modal dan pengelola),
muzâra’ah-musâqah (perserikatan pertanian antara pemilik tanah dan benih dengan
pengelola/pekerja). Dari sekian banyak akad itu, yang paling dekat dengan
istilah koperasi yang biasa dipahami masyarakat sekarang adalah syirkah,
meskipun yang lain juga termasuk dalam pengertian koperasi secara esensial.
Sebelum datangnya Islam, Bangsa Arab memang
sudah terbiasa melakukan usaha koperasi dalam arti kerjasama usaha untuk
mendapatkan hasil bersama. Hal itu, karena pendapatan utama mereka, dihasilkan
dari dua bentuk usaha, yaitu berdagang dan mengembala. Keberadaan Quraisy
sebagai suku pedagang dan suku pengembala merupakan kisah sejarah yang sangat
masyhur. Kecenderungan pedagang dan pengembala tidak bisa terlepas dari usaha
bersama untuk mendapat hasil bersama atau makna sederhana dari koperasi.
Sebelum diutus, Rasulullah pernah melakukan
usaha bersama dengan Sayidah Khadijah yang kemudian menjadi istri beliau.
Khadijah sebagai pemilik modal dan Rasulullah sebagai pengelola usahanya. Saat
itu beliau membawa modal Khadijah untuk berdagang ke Gaza dan Busra, pusat
perdagangan di daratan Syiria (Syam). Baik Rasulullah maupun Khadijah mendapat
keuntungan yang besar dari usaha bersama.
Dalam istilah fikih, praktek hubungan usaha
antara Rasulullah dan Sayidah Khadijah itu dikenal dengan istilah qirâdh atau
mudhârabah. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, qirâdh atau mudhârabah merupakan
salah satu jenis syirkah. Imam Ibnu Majah, dalam Sunan-nya, juga menggabung
syirkah dan mudhârabah dalam satu bab. Namun, umumnya mazhab fikih, Hanafiyah,
Malikiyah dan Syafiiyah, menganggap mudhârabah sebagai akad tersendiri, bukan
bagian dari syirkah.
Dalam Islam, koperasi atau usaha bersama
sangat dianjurkan. Sebab, koperasi merupakan bentuk usaha yang memiliki unsur
saling membantu untuk kesejahteraan orang lain. Dengan usaha bersama, berarti
seseorang telah membantu mitranya untuk mendapat keuntungan, sebagaimana ia
juga berusaha untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Dalam sabda
Rasulullah disebutkan bahwa Allah senantiasa membantu hamba-Nya selagi hamba
itu membantu saudaranya sesama Muslim.
Karena syirkah memiliki keunggulan di bidang
ini, Rasulullah bersabda:
Artinya: Sesungguhnya Allah berfirman: “Aku
adalah pihak ketiga dari dua orang yang melakukan usaha bersama, selagi salah
satu dari mereka tidak mengkhianati yang lain. Bila salah satunya mengkhianati
yang lain, maka Aku keluar dari keduanya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah)
Menurut keterangan beberapa ulama, Hadis di
atas menunjukkan bahwa usaha bersama (koperasi) merupakan usaha yang mabrûk
atau penuh berkah, asal masing-masing pihak bekerja dengan sungguh-sungguh dan
tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan mitra usahanya. Allah berjanji
akan memberikan pertolongan dan rejeki terhadap orang-orang yang melakukan
usaha bersama secara jujur.
Peranan Koperasi bagi Kesejahteraan Umat.
Sejauh mana peran syirkah atau koperasi bagi
kesejahteraan umat? Usaha bersama jelas memiliki pengaruh yang lebih besar bagi
kesejahteraan bersama dibanding usaha-usaha pribadi. Disamping dapat membantu
kesejahteraan banyak orang, usaha bersama juga memiliki keunggulan dalam hal
besarnya produk dan hasil. Sebab, pada umumnya, usaha bersama dibangun atas
dasar filosofi: menyatukan potensi-potensi kecil yang terserak untuk menjadi
satu kekuatan besar yang produktif.
Namun demikian, untuk menyebut koperasi
sebagai pemeran utama bagi kesejahteraan umat secara global, mungkin masih
terlalu dini, kecuali kalau yang dimaksud usaha bersama itu adalah hubungan
usaha secara umum, bukan sekadar perserikatan modal atau peserikatan kerja
antara beberapa orang untuk mendapat hasil yang dibagi secara bersama.
Sebetulnya, secara teoritik mestinya usaha
bersama atau koperasi memiliki potensi yang sangat besar untuk memberdayakan
rakyat kecil. Namun, realitas sosial-ekonomi sepanjang sejarah tidak banyak
memberikan fakta mengenai hal ini. Justru perserikatan usaha lebih banyak
dilakukan oleh orang-orang dengan tingkat ekonomi menengah ke atas. Kelas
menengah ke bawah masih lebih tertarik melakukan usaha-usaha individu. Hal itu,
lebih disebabkan karena minimnya wawasan yang mereka miliki mengenai teori,
praktek, manajemen, dan pengalaman tentang apa dan bagaimana perserikatan usaha
itu.
Kalau melihat sejarah Islam, peran syirkah
secara khusus bagi kesejahteraan umat secara global memang sulit ditemukan.
Kalau peran perdagangan secara umum memang relatif lebih mudah kita temukan
dalam sejarah, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah. Sedangkan pada masa
sebelum itu, kisah kesejahteraan masyarakat lebih banyak diperankan oleh proses
gerakan politik dibanding proses gerakan bisnis.
Pada masa Khalifah Umar t, sejarah
pemberdayaan ekonomi lebih banyak didominasi oleh subsidi Baitul-Mâl yang
dilakukan secara menyeluruh terhadap rakyat. Kebijakan subsidi ini dikenal
dengan istilah ad-Dawâwîn wal-U’thiyât (Buku Rakyat dan Subsidi Negara). Pada
masa itu Baitul-Mâl bisa menjadi tiang kesejahteraan karena peran politik yang
berupa penaklukan luas di wilayah Persia dan Romawi. Dari situlah, hasil pajak
tanah (kharaj), pajak perlindungan (jizyah), dan rampasan perang (ghanîmah)
tumpah ke gudang-gudang Baitul-Mâl.
Abu Sufyan bin Harb, yang dikenal sebagai
pemimpin dagang Quraisy semenjak masa Rasulullah, justru sempat khawatir dengan
peran Baitul-Mâl ini. Beliau sempat bilang bahwa subsidi Baitul-Mâl sangat
berpotensi menyebabkan masyarakat meninggalkan perdagangan sebagai tradisi
usaha. Namun, pada saat itu, tenaga rakyat memang lebih dibutuhkan untuk perang
dibanding berdagang.
Kesejahteraan luar biasa yang dialami umat
Islam pada masa Umar bin Abdil Aziz, Khalifah ke-8 Dinasti Umayyah, juga
berasal dari proses politik. Khalifah menggelontor rakyat yang miskin dengan
subsidi dari Baitul-Mâl. Di mana-mana ada pengumuman: “Apakah masih ada orang
fakir miskin?” Ternyata, sudah tidak ada orang miskin, semua rakyat sudah
meraih haddul-kifâyah (kesejahteraan yang cukup).
Itulah yang terjadi pada masa Khulafaur
Rasyidin dan Dinasti Umayyah, pada masa di mana umat Islam masih dituntut untuk
melakukan perluasan wilayah secara besar-besaran. Mereka dipacu untuk
berperang, bukan berdagang. Maka, kesejahteraan lebih banyak didapat dari
perjuangan politik, bukan proses perdagangan.
Baru, pada masa Dinasti Abbasiyah,
perdagangan, pertanian serta profesi-profesi kerajinan, mulai bangkit bersama
dengan redupnya perjuangan politik-militer. Sejak masa Harun ar-Rasyid,
jalur-jalur dan pusat-pusat perdagangan, baik darat maupun laut, dibangkitkan
secara besar-besaran. Samudera Hindia, Laut Merah dan Laut Tengah, merupakan
lalu lintas ramai yang menggabungkan pelayaran dagang antar Benua Eropa, Afrika
dan Asia. Hal itu terjadi hampir bersamaan dengan masa puncak kebangkitan
intelektual dan penelitian-penelitian ilmiah di berbagai wilayah Islam.
Melihat berbagai fakta sejarah tersebut,
dengan kondisi global umat Islam seperti saat ini rupanya pemberdayaan umat
lebih mungkin dicapai melalui proses produksi dan perdagangan, bukan proses
politik seperti pada masa-masa awal. Lebih mungkin lagi, kalau usaha-usaha
produksi dan perdagangan itu dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan
kaum lemah, tidak dimonopoli oleh sekelompok orang kaya saja. []
Sumber: Buletin Pondok Pesantren Sidogiri,
Pasuruan – Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar