Empat Peristiwa Istimewa
Iringi Kelahiran Nabi Muhammad
Setiap datang bulan Rabi’ul Awal, masjid-masjid di Tanah Air ramai dengan peringatan Maulid Nabi SAW. Bahkan, tak hanya di masjid-masjid, tetapi juga di mushala, kediaman pribadi, sekolah, instansi pemerintahan, sampai istana, peringatan ini pun digelar.
Alunan shalawat dan syair-syair cinta Rasul,
serta lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an lebih sering terdengar dari sudut-sudut
kampung dan pemukiman warga Muslim. Nilai-nilai luhur dan pesan-pesan keagamaan
kembali ditandaskan para juru dakwah dan pewaris para nabi.
Hal itu kian menegaskan betapa tingginya
kecintaan mereka terhadap Rasulullah SAW dan betapa kuatnya keinginan mereka
berkumpul bersamanya kelak pada hari Kiamat. Sebab, pada hari itu, setiap hamba
akan dikumpulkan bersama orang-orang yang dicintainya, sebagaimana salah satu
sabdanya, “Engkau bersama orang-orang yang engkau cintai,” (HR Al-Bukhari,
Muslim, dan yang lain).
Peringatan tersebut dilakukan kaum Muslimin
sebagai wujud kecintaan dan penghormatan mereka terhadap Rasulullah SAW sebagai
panutan alam yang sangat berjasa bagi mereka. Sebab, ia adalah sosok pembawa
cahaya terang di tengah kegelapan. Ia bak oase di tengah padang pasir yang
tandus. Ia pula yang mengantarkan mereka kepada pintu hidayah dan gerbang
keimanan.
Namun, muncul sebuah pertanyaan ringan,
mengapa kaum Muslimin mengenang Rasulullah SAW pada hari kelahirannya, bukan
pada hari wafatnya, sebagaimana tradisi haul atas wafatnya para ulama?
Jawabannya sangat sederhana. Pertama,
tidaklah mungkin membandingkan Rasulullah SAW dengan para ulama. Kedua, ulama
atau pahlawan dikenang pada hari wafatnya setelah terlihat jasa dan
perjuangannya. Sementara Rasulullah SAW sebelum kelahirannya pun, sudah membawa
banyak keberkahan bagi seluruh alam.
Sejak Nabi Adam diciptakan, nama Nabi
Muhammad telah tertulis di pintu surga. Kemunculannya telah dikabarkan Taurat
dan Injil. Karenanya, 12 Rabi’ul Awal menjadi titimangsa yang paling dinanti
oleh seluruh penduduk langit dan bumi.
Sebagai bentuk kegembiraan atas hadirnya
sosok panutan alam, tak heran pula jika beberapa kejadian langka dan
mengagumkan turut mendahului dan mengiringi kelahirannya. Itulah sebabnya
beliau dikenang pada hari kelahirannya.
Adapun sejumlah kejadian menakjubkan yang
menyertai kelahiran Nabi SAW, antara lain adalah sebagai berikut. Pertama,
hancurnya pasukan Abrahah yang hendak menyerang Ka‘bah oleh kawanan burung
Ababil. Peristiwa ini berlangsung pada tahun 571 M, tepat pada tahun kelahiran
Nabi SAW.
Penyerangan Abrahah sendiri dipicu oleh
kecemburuannya melihat bangunan Ka’bah yang selalu ramai dikunjungi masyarakat
Arab dari berbagai penjuru. Kendati sudah mendirikan gereja super megah sebagai
tandingannya, namun masyarakat Arab tetap memilih berkunjung ke bangunan tua
yang didirikan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail tersebut.
Itulah alasannya Abrahah bertolak dari Yaman
bersama pasukan bergajah untuk menghancurkan rumah Allah tersebut. Namun, Allah
berkehendak menyelamatkan rumah-Nya. Gajah-gajah Abrahah berhenti di tempat
yang dikehendaki-Nya. Saat itulah Rabbul Ka‘bah menurunkan kawanan burung
Ababil dari berbagai penjuru dengan membawa batu-batu dari tanah yang membakar.
Batu-batu tersebut kemudian ditimpakan dari atas ke kepala bala tentara
Abrahah. Kedahsyatan peristiwa ini pun diabadikan Al-Quran dalam surah al-Fil
(5) ayat 1-5. Bahkan, hewan gajah sendiri menjadi nama surat yang mengisahkan
peristiwa tersebut. (Lihat Sîrah Ibni Ishaq, Darul Fikr, Beirut, Cetatakan
Pertama, halaman 59-62).
Kedua, sebagaimana yang diungkap Makhzum bin
Hani Al-Makhzumi, pada malam kelahiran Nabi SAW, istana Kisra berguncang hingga
14 ruangannya runtuh, api di negeri Persia yang selalu disembah kaum Majusi
padam seketika. Padahal, sudah seribu tahun lamanya, api tersebut selalu
menyala.
Seiring dengan kejadian itu, air danau Sawah
surut, lembah Samawah kebanjiran, sejumlah mata air mengering, sehingga membuat
Kisra dan rakyatnya bingung dan kelimpungan. Dikabarkan pula, seorang
kepercayan Kisra bernama al-Mubidzan bermimpi melihat unta-unta bermuatan berat
menuntun kuda-kuda bagus. Unta-unta tersebut berjalan mengarungi sungai Tigris
dan sungai Eufrat lalu menyebar ke sejumlah negerinya.
Menurut penafsiran, sebuah peristiwa besar di
penjuru Arab akan terjadi. Peristiwa dimaksud tak lain adalah kelahiran Nabi
SAW. (Lihat Abu Zahrah, Khatamun Nabiyyin, [Kairo, Darul Fikr: 1425 H], jilid
I, halaman 105).
Ketiga, setelah kelahiran Nabi SAW kaum jin
tak lagi bisa mengintip berita langit. Hal itu diakui oleh kaum jin sendiri,
sebagaimana dilansir Al-Quran, “Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui
(rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan
panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat
di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang
siapa saja yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan
menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya),” (Surat Al-Jin ayat
8-9).
Padahal sebelumnya, mereka dengan mudahnya
mendapatkan kabar dan perintah langit untuk kembali disebarkan kepada juru
ramal dan tukang sihir. Namun setelah Nabi SAW lahir, Allah meminta langit
dihalangi dari setan dan dipenuhi penjagaan malaikat, panah-panah api sehingga
mereka tak lagi bisa mendengarnya.
Diriwayatkan, tatkala tak bisa mengakses
informasi langit, kaum jin berkumpul dan melaporkan kejadian itu kepada Iblis.
Dengan cepat, Iblis mengintruksikan agar kaumnya menyebar ke seluruh bumi, dari
barat sampai timur, seraya memastikan apa yang sesungguhnya terjadi.
Ternyata, dari hasil pengamatan mereka,
ditemukan bahwa di kota Mekah ada seorang bayi yang tengah dikerumini malaikat.
Bayi itu mengeluarkan sinar dan memancar ke langit. Para malaikat pun sibuk
menyampaikan salam kepada panutan alam yang baru saja dilahirkan.
Begitu kejadian tersebut dilaporkan, Iblis
sangat menyesalkannya. Sebab, panutan alam telah datang. Artinya, rahmat bagi
umat manusia akan terlimpahkan. Sehingga pantas, menurutnya, jin dan setan
dihalang-halangi naik ke langit dan mencuri informasinya. (Lihat Samia Menisi,
Jin-jin Muslim Sahabat Nabi, [Jakarta, Qalam-Serambi: 2016 M], halaman 31).
Keempat, beberapa keajaiban yang menimpa
Halimah As-Sa‘diyah, ibu persusuan Nabi SAW. Kala itu serombongan wanita dari
bani Sa‘id datang guna mencari bayi yang akan disusuinya demi mendapatkan upah
dan bayarannya. Termasuk Halimah yang diantar oleh suami beserta bayi
mungilnya. Namun, dua hari berada di Mekah, Halimah belum juga mendapatkan
bayi.
Yang tersisa hanyalah bayi bernama Muhammad
bin ‘Abdullah. Rupanya bayi yang satu ini tak menjadi pilihan para wanita bani
Sa‘id lainnya mengingat kondisinya yang yatim, harapan mereka mendapat upah
dari bekerja menyusuinya tak akan terpenuhi. Tetapi, karena tak mau pulang
dengan tangan kosong, akhirnya Halimah sepakat dengan sang suami untuk
mengambil bayi yatim bernama Muhammad itu.
Tak diduga, begitu sang bayi diterima, dan
dibuka kain bungkusnya, Halimah melihatnya penuh takjub. Wajah sang bayi yang
bercahaya membuat dirinya begitu kagum karena baru itu ia mendapatkan bayi yang
luar biasa.
Tak sampai di situ, begitu si bayi disusui,
air susu dari Halimah mengalir deras. Bahkan, unta yang ditumpangi mereka yang
semula kurus seketika menjadi gemuk dan kuat menempuh perjalanan. Sejak itu
keberkahan pun berlimpah, tidak hanya kepada keluarga Halimah, tetapi juga
kepada kabilahnya. (Lihat Sîrah Ibnu Hisyâm, [Maktabah Syirkah Al-Babi
Al-Halabi], cetakan kedua, jilid I, halaman 162).
Itulah beberapa peristiwa menakjubkan yang
menyertai kelahiran Nabi SAW. Masih banyak lagi peristiwa lainnya, seperti
bersujudnya berhala-berhala, terdengar suara dari dalam Ka‘bah, ramainya
burung-burung seakan memberi salam, kejadian Aminah yang sama sekali tak merasa
letih setelah melahirkan Nabi SAW, datangnya para wanita mulia mendampingi
persalinannya, kondisi bayi seperti yang sudah dikhitan, dan sebagainya.
Itulah sekilas tentang kelahiran Nabi,
beberapa peristiwa mengagumkan yang menyertainya, dan tradisi memperingatinya.
Mudah-mudahan hal ini membuat kita semakin cinta dan kagum kepadanya, serta
kelak hari Kiamat kita dikumpulkan bersamanya.
Tentu kecintaan kepadanya tak berhenti sampai
di situ, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk kecintaan kepada Allah dan
ketaatan terhadap agama yang diajarkannya. Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu,” (Surat Ali ‘Imran ayat 31). Wallahu ‘alam. []
(M Tatam Wijaya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar