Selasa, 26 November 2019

(Ngaji of the Day) Belas Kasih Rasulullah SAW dan Sahabat Umar RA


Belas Kasih Rasulullah SAW dan Sahabat Umar RA

Membincang ajaran damai dan kasih sayang yang ditawarkan dalam Islam, maka pelopornya pasti Rasulullah SAW. Untuk itu, menapaktilasi perbuatan Rasulullah SAW merupakan hal yang krusial untuk menampilkan wajah Islam sesungguhnya yang damai, toleran, dan akomodatif terhadap perbedaan.

Strategi dakwahnya yang lembut dan tidak pernah membalas dendam dengan dendam, melawan kekerasan dengan kekerasan, adalah bukti keteladan dan rekam jejaknya yang baik dan layak diterapkan saat ini.

Salah satunya adalah kisah Rasulullah SAW sewaktu akan berhijrah ke Thaif. Pada sekitar Juni 619 M, Nabi dan beberapa pengikutnya berangkat hijrah dari Makkah menuju Tha'if untuk bertemu kepala suku. Tujuan utamanya tentu mengajak mereka memeluk Islam. Sayangnya, warga Thaif menolak ajakan Nabi. Mereka takut jika menerima dakwah Nabi, warga Mekkah marah kepada mereka.

Akibatnya, warga Thaif melempari Nabi dengan batu, sampai beliau pun harus lekas keluar dari Tha'if. Dikabarkan, beliau terluka hingga harus berlindung di kebun buah dan bernaung di bawah pohon anggur.

Alih-alih melakukan perlawanan dan menyerang balik warga Thaif, beliau justru memohon ketenangan dan kedamaian kepada Tuhan semesta, seraya berdoa agar generasi Thaif selanjutnya mau menerima dakwahnya. (Lihat Syekh Abdurrahman Yakub, Pesona Akhlak Rasulullah, Bandung: Mizania, halaman 94-95).

Ketika itulah Allah mengutus Malaikat Jibril dan para malaikat lainnya menemui Nabi SAW. Ketika itu pula Nabi ditawari para malaikat agar Thaif dihancurkan dan dijepit di antara gunung-gunung yang ada sebagai balasan atas perlakuan buruk mereka. Namun dengan keluhuran akhlak dan belas kasihannya kepada mereka yang belum mendapat hidayah-Nya, Nabi menolak tawaran tersebut. Begitulah cara Nabi SAW menghadapi perlakuan tidak menyenangkan dari warga Thaif.

Kemudian, perangai lemah lembut juga pernah dicontohkan sahabat Umar bin Al-Khathab yang sebelum masuk Islam ia dikenal sebagai sosok yang keras dan kasar.

Dikisahkan pada suatu hari, Umar berjalan di lorong-lorong kecil Madinah.Tiba-tiba, ia melihat seorang anak kecil sedang memainkan seekor burung di tangannya. Karena merasa belas kasihan, Umar lantas membeli burung tersebut dari sang anak lalu melepaskannya ke alam bebas.

Sewaktu wafat, Umar bin Al-Khathab termimpikan oleh jumhur sahabat. Dalam mimpinya itu, mereka menanyakan perihal yang telah Allah perbuat kepada dirinya. Umar menjawab, “Allah telah mengampuni dan memaafkan kesalahanku.”

Mereka kembali bertanya, “Berkat apa Allah mengampunimu? Berkat keadilanmu, kemurahanmu, atau kezuhudanmu?”

Umar menjawab lagi, “Ketika kalian memasukkanku ke liang lahat, lalu menutupiku dengan tanah, dan meninggalkanku seorang diri, lalu datanglah kedua malaikat yang menakutkan. Pikiranku tak lagi sadar, dan saking takutnya sendi-sendiku gemetar. Namun, ketika keduanya mau mendudukkan dan menanyaiku, terdengarlah suara tak terlihat, ‘Biarkanlah hamba-Ku itu, jangan kalian takut-takuti, sebab Aku telah menyayangi dan mengampuninya. Karena dia telah menyayangi seekor burung sewaktu di dunia, maka Aku menyayanginya di akhirat,’” (Lihat Muhammad bin Abu Bakar, Al-Mawa’izh Al-‘Ushfuriyyah, [Surabaya, Maktabah Muhammad bin Nabhan: tanpa tahun], halaman 2).

Begitulah Islam yang mengajarkan perdamaian, kasih sayang, keselamatan, baik kepada sesama Muslim maupun sesama umat manusia, bahkan kepada hewan dan tumbuhan sekali pun, seperti yang pernah dicontohkan oleh sahabat Umar bin Al-Khathab.

Intinya, Islam bukan hanya milik pemeluknya, melainkan milik semua umat dan makhluk-Nya, dalam arti kehadiran Islam harus menjadi rahmat dan perekat antarumat, bukan sebaliknya. itulah hakikat ajaran Islam yang lembut dan nirkekerasan. Wallahu a‘lam. []

(Tatam Wijaya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar