Kepada Satu Orang, Kenapa
Assalamualaikum bukan Assalamualaika?
Di dalam bahasa Arab penggunaan kata ganti
(dlamîr) diatur sedemikian rupa. Berbeda dengan bahasa Indonesia yang cukup simpel
dalam penggunaan kata ganti, di dalam bahasa Arab penggunaan kata ganti cukup
rumit dan detail. Bahasa Arab tidak hanya mengatur kata ganti dari sisi orang
pertama, kedua dan ketiga saja, namun juga mengaturnya dari sisi jenis kelamin
dan jumlahnya.
Sebagai contoh bila di dalam bahasa Indonesia
kata ganti orang kedua baik berjenis kelamin laki-laki atau perempuan semuanya
disebutkan dengan kata “kamu” maka di dalam bahasa Arab kata ganti orang kedua
ini masih perlu dilihat jenis kelamin dan jumlahnya. Umpama kata ganti orang
kedua dengan jenis kelamin laki-laki dan berjumlah satu orang adalah anta,
sedang bila perempuan anti. Bila berjumlah dua orang maka antumâ baik laki-laki
maupun perempuan, dan bila berjumlah lebih dari dua orang maka antum untuk laki-laki
dan antunna untuk perempuan. Ini kalau kata ganti itu berlaku bukan sebagai
objek.
Sedangkan bila berlaku sebagai objek maka
untuk menunjukkan orang kedua laki-laki dengan jumlah satu orang kata gantinya
adalah ka, kumâ untuk dua orang, dan kum untuk lebih dari dua orang atau jamak.
Sedangkan untuk perempuan kata ganti ki untuk satu orang, kumâ untuk dua orang,
dan kunna untuk lebih dari dua orang atau jamak.
Lalu bagaimana dengan kalimat salam yang
selama ini digunakan, bahwa kepada berapa orang pun kita bersalam yang
digunakan adalah kata ganti orang kedua jamak? Mengapa ketika kita bersalam
kepada satu orang tetap menggunakan kata ‘alaikum, bukan ‘alaika yang
menunjukkan makna tunggal?
Mengenai hal ini Syekh Muhammad Nawawi Banten
memberikan penjelasannya. Menurutnya bila kita menemui seseorang maka kita
dianjurkan beruluk salam kepadanya dengan kalimat salâmun ‘alaikum bukan
salâmun ‘alaika. Ini dikarenakan ketika berhadapan dengan satu orang dan
beruluk salam kepadanya dengan kata ‘alaikum, bukan ‘alaika, maka salam itu
kita maksudkan dan tujukan kepada satu orang itu beserta dua malaikat yang
mendampinginya. Artinya salam itu bukan saja untuk orang yang dihadapi tapi
juga untuk dua malaikat pendampingnya.
Mengapa mesti dimaksudkan demikian?
Lebih lanjut Syekh Nawawi menjelaskan, ketika
seseorang beruluk salam kepada kedua malaikat itu maka keduanya akan membalas
salam tersebut. Artinya orang yang bersalam itu didoakan keselamatan oleh kedua
malaikat yang ia salami. Dan barangsiapa yang disalami atau didoakan
keselamatan oleh malaikat maka ia akan selamat dari siksa Allah Ta’ala.
Demikian penjelasan ini disampaikan oleh
Syekh Muhammad Nawawi Banten di dalam kitab tafsirnya Marâh Labîd atau yang
juga dikenal dengan nama Tafsîr Al-Munîr. Beliau menuturkan:
وإذا
استقبلك واحد فقل: سلام عليكم واقصد الرجل والملكين فإنك إذا سلمت عليهما ردا
السلام عليك ومن سلم الملك عليه فقد سلم من عذاب الله
Artinya: “Apabila satu orang menghadapmu maka
ucapkanlah 'salâmun ‘alaikum' dan niatilah salam itu untuk satu orang
tersebut dan dua orang malaikat (yang mendampinginya). Karena bila engkau
bersalam kepada kedua malaikat itu maka keduanya akan membalas salammu dan
barangsiapa yang disalami oleh malaikat maka ia selamat dari siksa Allah.”
(Muhammad Nawawi Al-Jawi, Marâh Labîd, [Beirut: Darul Fikr, 2007], juz I, hal.
181)
Atas penjelasan Syekh Nawawi ini KH. Subhan
Makmun, pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Luwungragi Brebes dan juga Rais
Syuriyah PBNU, mengajarkan agar ketika seseorang akan bepergian hendaknya
sebelum mengendarai kendaraannya ia mengucapkan salam terlebih dahulu kepada
anggota keluarganya.
Apa yang disampaikan oleh Kiai Subhan ini
bisa dimengerti bahwa dengan bersalam kepada keluarga sebelum bepergian maka
diharapkan para malaikat akan ikut membalas salamnya yang berarti mendoakan
keselamatan baginya sehingga ia terhindar dari berbagai mara bahaya selama
dalam perjalanan. Wallâhu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar