Kamis, 28 November 2019

(Ngaji of the Day) Mereka yang Diampuni Rasulullah Usai Fathu Makkah


Mereka yang Diampuni Rasulullah Usai Fathu Makkah

Pembebasan kota Makkah atau dikenal dengan Fathu Makkah menjadi kemenangan yang nyata bagi umat Islam. Bagaimana tidak, tanpa peperangan, tanpa pertumpahan darah, dan tanpa ada yang menghunus pedang, umat Islam berhasil menduduki kota Makkah dari kaum musyrik Quraisy.

Sebaliknya, bagi kaum musyrik Quraisy peristiwa yang terjadi pada 10 Ramadhan abad ke-8 Hijriyah atau bertepatan dengan 8 Juni 632 M itu adalah hari yang sangat mencekam. Mereka resah karena selama ini mereka kerap kali memusuhi dan menindas umat Islam. Takut kalau-kalau umat Islam membalas balik.

Akan tetapi apa yang mereka kira salah. Rasulullah, sang panglima umat Islam, pada saat berpidato menegaskan bahwa Fathu Makkah adalah hari kasih sayang (yaumul marhamah), bukan hari balas dendam (yaumul malhamah). Seketika itu masyarakat musyrik Quraisy menjadi cukup tenang. Namun tidak dengan musuh-musuh yang sangat kejam dan terkenal memusuhi umat Islam. Mulanya, Rasulullah menjatuhi mereka hukuman mati atas perbuatan mereka terhadap umat Islam.

Tetapi mereka kemudian meminta ampun atau dimintakan ampun. Rasulullah pun mengampuni dan tidak jadi menghukum mati mereka.

Merujuk buku Muhammad: Nabi Untuk Semua (Maulana Wahiddudin Khan, 2005), berikut musuh-musuh Islam yang diampuni Rasulullah dari hukuman mati ketika atau usai peristiwa Fathu Makkah.

Pertama, Quraibah. Quraibah adalah budak dari Abdullah bin Khatal. Ia menghadap Rasulullah dan meminta suaka manakala ia dijatuhi hukuman mati. Rasulullah mengabulkan permintaannya. Quraibah pun akhirnya memeluk Islam.

Kedua, Sarah. Ia adalah budak Ikrimah bin Abu Jahal. Sebelumnya ia senang sekali memperolok-olok dan mencemooh Rasulullah dan pengikutnya. Pada saat Fathu Makkah ia dijatuhi hukuman mati, tapi ia mendapatkan ampunan setelah meminta suaka kepada Rasulullah. Akhirnya ia masuk Islam dan hidup hingga masa kekhalifahan Umar bin Khattab.

Ketiga, Harits bin Hisyam dan Zubair bin Abu Umayyah. Keduanya lari dan sembunyi di rumah saudaranya, Ummi Hani binti Abi Jahal, manakala hendak dihukum mati. Ummi Hani kemudian menghadap Rasulullah untuk memintakan mereka ampunan.

“Siapapun yang mendapat perlindunganmu, juga mendapat perlindungan kami,” kata Rasulullah kepada Ummi Hani. Harits dan Hisyam lolos dari hukuman mati.

Keempat, Ikrimah bin Abu Jahal. Ia adalah putra dari salah satu musuh Islam paling berbahaya dan kejam, Abu Jahal. Sama seperti bapaknya, Ikrimah juga sangat memusuhi Islam dan Rasulullah. Pada saat Fathu Makkah, Ikrimah dijatuhi hukuman mati. Ia kemudian mengungsi ke Yaman. Istri Ikrimah, Ummi Hakim binti Harits yang telah masuk Islam, mendatangi Rasulullah untuk mengampuni suaminya. Permintaan Ummi Hakim dikabulkan.

Ikrimah lantas balik ke Makkah dan juga memeluk Islam. Setelah menyatakan diri menjadi umat Rasulullah, Ikrimah betul-betul berjuang untuk Islam –baik dengan harta atau pun tenaga. Ia juga kerap kali ikut berperang melawan musuh-musuh Islam.

Kelima, Habbar bin Aswad. Ia juga merupakan musuh Islam yang keji. Diceritakan suatu ketika Zainab, putri Rasulullah, dalam sebuah perjalanan dari Makkah ke Madinah. Di tengah jalan, Habbar bin Aswad menusuk unta yang ditunggangi Zaibah. Akibat kejadian itu, Zainab yang tengah hamil terjatuh dari untanya dan mengalami keguguran. Habbar juga disebut-sebut sebagai orang yang bertanggung jawab atas pembantaian dan penindasan umat Islam yang menyebabkan banyak korban.

Saat Fathu Makkah, Habbar disanksi hukuman mati. Ia kemudian menghadap Rasulullah untuk meminta ampun. Rasulullah mengabulkan permintaannya sehingga Habbar bebas dari hukuman mati.

Keenam, Wahsyi bin Harb. Ia adalah pembunuh paman Rasulullah, Hamzah, pada saat Perang Uhud. Ketika Fathu Makkah, Wahsyi melarikan diri ke Thaif untuk mencari tempat aman. Wahsyi semakin ‘terjepit’ manakala penduduk Thaif juga masuk Islam sesaat setelah peristiwa Fathu Makkah.

Ia lantas pergi ke Madinah untuk meminta ampun Rasulullah dan menyatakan diri masuk Islam. Rasulullah mengampuninya. Setelah memeluk Islam, Wahsyi menunggu kesempatan untuk menebus segala kesalahannya. Wahsyi berhasil memenggal kepala nabi palsu Musailamah pada saat Perang Yamamah dengan menggunakan lembing yang sama ketika ia menghabisi Hamzah.

Ketujuh, Ka’ab bin Zuhair. Ia merupakan seorang pujangga terkenal lihai membuat puisi. Sayangnya, ia membuat puisi untuk menghina dan mencemooh Rasulullah. Ia lari dari Makkah pada saat peristiwa Fathu Makkah. Ia kemudian menghadap Rasulullah di Madinah untuk meminta ampun dari hukuman mati. Tidak hanya itu, Rasulullah memberikan hadiah kain setelah Ka’ab menyatakan diri masuk Islam.

Kedelapan, Abdullah bin Zib’ari. Sama hal nya dengan Ka’ab bin Zuhair, Abdullah bin Zib’ari juga menghina Rasulullah melalui puisi-puisi yang dibuatnya. Ia melarikan diri ke Najran ketika umat Islam berhasil menduduki Makkah. Ia merupakan salah satu musuh Islam yang yang masuk daftar hitam atau dihukum mati. Namun sebelum dihukum ia mendatangi Rasulullah dan meminta ampunan. Rasulullah mengampuninya. Abdullah bin Zib’ari lantas bertobat dan memeluk Islam.

Kesembilan, Hindun binti Utbah. Ia merupakan istri dari Abu Sufyan. Sama seperti Abu Sufyan sebelum memeluk Islam, Hindun sangat benci terhadap Islam. Bahkan, ia sampai memakan jantung Hamzah pada saat Perang Uhud setelah Hamzah berhasil dipenggal Wahsyi. Atas segala perbuatannya terhadap umat Islam, Hindun dijatuhi hukuman mati. Namun kemudian Rasulullah mengampuninya setelah Hindun memohon ampun dan memeluk Islam.

Meski demikian, musuh-musuh Islam yang tidak minta ampun atau dimintakan ampun tetap dieksekusi mati atas segala kejahatan mereka kepada umat Islam. Mereka diantarannya adalah Abdullah bin Khatal, Fartana, Huwairits bin Nafidz bin Wahab, Miyas bin Subabah, dan Harits bin Talatil.

Ada juga musuh Islam yang melarikan diri dari Makkah dan tidak pernah kembali sampai akhir hayatnya. Ia meninggal di negeri nan jauh dari Makkah. Dialah Hubairah bin abu Wahab Makhzumi yang melarikan diri ke Najran dan meninggal di sana. []

(A Muchlishon Rochmat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar