Setelah Shalat Jumat,
Sebaiknya Baca Wirid atau Shalat Ghaib?
Setelah salam shalat Jumat, dianjurkan untuk
berzikir, sebagaimana anjuran membaca zikir setelah shalat fardhu yang lain.
Salah satu zikir yang dianjurkan untuk dibaca setelah salam shalat Jumat adalah
membaca Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan Al-Fatihah, masing-masing tujuh
kali. Zikir tersebut dilakukan sebelum kaki berpindah dari posisi saat salam.
Namun, terkadang posisi kaki bisa berpindah
ketika diadakan ritual shalat ghaib setelah salam shalat Jumat. Saat ada tokoh,
saudara, ulama atau Muslim daerah setempat yang meninggal, imam masjid biasanya
mengajak para jamaah melaksanakan shalat ghaib sebelum membaca wiridan
bersama-sama.
Pertanyaannya adalah, manakah lebih utama
dilakukan setelah salam shalat Jumat, shalat ghaib atau membaca wirid?
Membaca surat-surat pendek sebagaimana
dijelaskan di atas, memiliki keutamaan berupa terampuninya dosa dan mendapat
pahala sebanyak orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dalam riwayat Ibnu Sunni, bacaan tersebut
dapat menjaga seseorang dari keburukan sampai Jumat berikutnya. Riwayat Ibnu
Sunni ini tidak menyertakan Surat Al-Fatihah. Dalam riwayat lain, dijaga agama,
dunia, istri dan anaknya. Riwayat tersebut menambahkan redaksi “sebelum
berbicara”.
Syekh Abdul Hamid As-Syarwani menegaskan:
قوله
(فائدة) ورد أن من قرأ عقب سلامه من الجمعة قبل أن يثني رجله
الفاتحة والإخلاص والمعوذتين سبعا سبعا غفر له ما تقدم من ذنبه وما تأخر وأعطي من
الأجر بعدد من آمن بالله ورسوله وفي رواية لابن السني أن ذلك بإسقاط الفاتحة يعيذ
من السوء إلى الجمعة الأخرى وفي رواية بزيادة وقبل أن يتكلم حفظ له دينه ودنياه
وأهله وولده ا هـ
Artinya, “Faidah. Telah sampai dari Nabi,
barang siapa setelah salam shalat Jumat dan sebelum memindahkan kakinya,
membaca Surat Al-Fatihah, Al-Ikhlash, Al-Mu’awwidzatain, masing-masing tujuh
kali, maka diampuni baginya, dosa-dosa terdahulu dan terakhir, ia mendapat
pahala sebanyak jumlah orang yang berimana kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam
riwayatnya Imam Ibnu Sunni, dengan menggugurkan Surat Al-Fatihah, bacaan
tersebut dapat menjaga seseorang dari keburukan hingga Jumat berikutnya. Dalam
riwayat lain, dengan menambahkan redaksi ‘dan sebelum berbicara’, keutamaannya
adalah dapat menjaga agama, dunia, istri dan anak bagi para pembacanya,” (Lihat
Syekh Abdul Hamid As-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani ‘alat Tuhfah, juz III,
halaman 377).
Apabila kaki berpindah dari posisi duduk saat
salam, maka keutamaan membaca surat-surat di atas tidak bisa didapatkan secara
sempurna, meski diakibatkan karena mengikuti ibadah shalat ghaib.
Syekh Abdul Hamid As-Syarwani mengutip
penjelasan Syekh Sayyid Al-Bashri berikut ini:
وبكل
تقدير قد تتفق صلاة على جنازة حاضرة أو غائبة قبل تمام ما ذكر أو قبل شروعه فيه
فهل يغتفر اشتغاله بها وماذا يفعل....الى ان قال...
Artinya, “Dengan beberapa kemungkinan,
terkadang bertepatan dengan pelaksanaan shalat jenazah, baik yang hadir atau
ghaib sebelum sempurna membaca surat-surat tersebut, atau sebelum membacanya.
Maka, apakah menyibukkan diri dengan shalat jenazah dapat dimaafkan dan
bagaimana yang sebaiknya dilakukan?”
وقول
السائل فهل يغتفر إلخ محل تأمل والذي يظهر بناء على ذلك الظاهر عدم الاغتفار
بالنسبة إلى ترتب ما ترتب عليه لأن المشروط يفوت بفوات شرطه
Artinya, “Ucapan penanya, apakah diamaafkan
dan seterusnya, ini titik yang perlu dikaji. Adapun pendapat yang jelas
menurutku, berpijak dari penjelasan di atas adalah tidak dimaafkan dengan
mengaitkan konsekuensi yang ditimbulkan dari pelaksanaan shalat jenazah setelah
salam shalat Jumat, sebab keutamaan zikir-zikir khusus yang bersyarat menjadi
hilang disebabkan tidak terpenuhinya syaratnya,” (Lihat Syekh Abdul Hamid
As-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani ‘alat Tuhfah, juz III, halaman 377).
Meski keutamaan membaca zikir di atas tidak
didapatkan secara sempurna, namun masih mendapatkan pahala berzikir dan membaca
Al-Quran secara umum. Bahkan, shalat ghaib lebih utama untuk didahulukan dari
pada membaca surat-surat tersebut. Sebab shalat ghaib hukumnya fardhu kifayah
dan memiliki pahala yang besar.
Masih dalam kitab yang sama, Syekh Abdul
Hamid As-Syarwani melanjutkan kutipan fatwa Syekh Sayyid Al-Bashri sebagai
berikut:
وأما
حصول الثواب في الجملة فلا نزاع فيه وقوله وماذا يفعل يظهر أنه يشتغل بصلاة
الجنازة لكونها فرض كفاية ولعظم ما ورد فيها وفي فضلها والفقير الصادق من حقه
الاشتغال بما هو الأهم يعني صلاة الجنازة إهـ
Artinya, “Adapun hasilnya pahala secara umum,
maka tidak dipertentangkan dalam hal tersebutkan. Ucapan penanya, apa yang
sebaiknya dilakukan, pendapat yang jelas adalah lebih baik menyibukan diri
dengan shalat jenazah, karena ia fardhu kifayah dan besarnya pahala di
dalamnya. Orang yang bersungguh-sungguh membutuhkan rahmat-Nya tentu akan
menyibukan diri dengan hal yang lebih urgens, maksudnya adalah shalat jenazah,”
(Lihat Syekh Abdul Hamid As-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani ‘alat Tuhfah, juz
III, halaman 377).
Demikian penjelasan mengenai mana yang lebih
baik didahulukan setelah salam shalat Jumat, shalat ghaib atau wiridan.
Simpulannya, tradisi mendahulukan shalat ghaib sebelum membaca wirid setelah
shalat Jumat adalah benar secara syariat sebagaimana fatwa Syekh Sayyid
Al-Bashri di atas. Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam. []
Ustadz M Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina
Pesantren Raudlatul Qur’an, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar