Mana Lebih Baik, Umur
Panjang atau Pendek?
Jika sebuah pertanyaan diajukan manakah yang
lebih baik, umur panjang ataukah umur pendek? Jawabannya, sebaik-baik umur
ialah yang diberkati Allah subhanu wata’la. Jawaban ini berdasarkan penjelasan
dari Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya berjudul
Sabîlul Iddikâr wal I’tibâr bimâ Yamurru bil Insân wa Yanqadli Lahu minal A’mâr
(Dar Al-Hawi, Cet. II, 1998, hal. 47) sebagai berikut:
وخير
العمر: بركته، والتوفيق فيه للأعمال الصالحة، والخيرات الخاصة والعامة
Artinya: “Sebaik-baik umur ialah yang
diberkati Allah subhanu wata’la, yang diberi-Nya taufiq untuk mengerjakan
amalan saleh dan kebajikan-kebajikan lain baik yang khusus maupun yang umum.”
Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa
sebaik-baik umur ialah yang diberkati Allah subhanu wata’la, yang diberi-Nya
bimbingan untuk melakukan berbagai kesalehan dan kebajikan. Penjelasan ini
tidak mensyaratkan umur panjang dalam arti harfiah sebagaimana dipahami
sebagian orang dari apa yang disampaikan Rasulullah shallahu alaihi wa sallam
dalam sebuah haditsnya sebagai berikut:
يَا
رَسُولَ اللَّهِ مَنْ خَيْرُ النَّاسِ قَالَ : مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ
عَمَلُهُ
Artinya: “Wahai Rasulullah, siapakah
sebaik-baik manusia?” Beliau menjawab: “Orang yang panjang umurnya dan baik
amalannya.”(HR: Tirmidzi)
Beberapa orang memahami secara literal bahwa
umur yang baik adalah umur panjang yang penuh dengan kebaikan. Pemahaman ini
memang tidak salah, hanya belum akomodatif terhadap fakta bahwa banyak orang
saleh tidak berumur panjang. Orang-orang seperti ini meskipun tidak berumur
panjang, namun amal-amal kebaikannya sangat banyak. Beberapa di antara mereka
amal kebaikannya setara atau bahkan ada yang memelibihi mereka yang berumur
panjang.
Sayyid Abdullah Al-Haddad menyebutkan contoh
beberapa orang saleh yang tidak berumur panjang namun amal kebaikannya terbukti
sangat banyak dan dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Di antaranya adalah
Imam Syafií rahimahullah yang wafat dalam usia 54 tahun. Hujjatul Islam Imam
Al-Ghazali wafat dalam usia 55 tahun. Al-Imam al-Quthub as-Syarif Abdullah bin
Abu Bakar Al-Aydrus al-Alawi wafat dalam usia 54 tahun. Khalifah Umar bin Abdul
Aziz wafat dalam usia kurang dari 40 tahun. Imam Nawawi wafat dalam usia kurang
dari 50 tahun.
Jadi sebaik-baik umur adalah umur yang
diberkati Allah subhanu wata’la. Umur yang diberkati adalah umur yang
benar-benar panjang secara harfiah dan banyak digunakan untuk melakukan
amal-mal saleh dan kebajikan-kebajikan lainnya. Atau umur yang tidak panjang
secara harfiah, namun banyak digunakan untuk mengerjakan kesalehan-kesalehan
hingga pada tingkat tertentu yang setara atau malahan lebih banyak dari mereka
yang berumur panjang.
Terhadap kelompok kedua, yakni mereka yang
tidak berumur panjang namun banyak mengerjakan kesalehan-kesalehan dan
kebajikan-kebajikan seperti Imam Syafi’i dan Imam Al-Ghazali, Sayyid Abdullah
Al-Haddad menyebutnya sebagai hamba-hamba Allah yang terpilih dan diberkati
sehingga amal kebaikannya lebih banyak dan lebih terasa manfaatnya dari pada
yang dipanjangkan umurnya.
Mengenai batasan umur panjang (a’mârun
thawîlah) di kalangan umat Islam, memang tidak ada patokan khusus yang telah
disepakati bersama. Hanya kebanyakan umat Islam menjadikan umur
Rasulullah shallahu alaihi wa sallam yang mencapai 63 tahun sebagai
standar. Artinya mereka yang mencapai umur di atas 63 tahun diyakini telah
mendapatkan bonus umur dari Allah subhanu wata’la. Sedangkan mereka yang tidak
mencapai umur 63 tahun, semisal 50-55 tahun, sebagaimana para imam di atas
dikategorikan berumur pendek (a’mârun qashîrah). Istilah ini sebagaimana
dipergunakan Sayyid Abdullah Al-Haddad dalam pembahasan topik ini. (Lihat hal.
47). []
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam
Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar