Cara Menjawab Salam kepada
Muslim dan Non-Muslim Menurut Syekh Nawawi
Syariat Islam mengatur sedemikian rupa cara
membalas penghormatan yang diberikan oleh seseorang. Bahwa ketika seseorang
menerima penghormatan dari lainnya ia diperintahkan untuk membalas penghormatan
itu dengan penghormatan yang lebih baik atau minimal dengan penghormatan yang
sepadan dengan penghormatan yang diterima.
Ini sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam
Surat An-Nisa ayat 86:
وَإِذَا
حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
Artinya: “Dan apabila kalian diberi
penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau
balaslah dengan penghormatan yang sepadan.”
Syekh Nawawi Banten di dalam kitab tafsirnya Marâh
Labîd atau yang juga dikenal dengan nama Tafsîr Al-Munîr menjelaskan
ayat di atas secara panjang lebar. Menurut ulama asli Indonesia ini ayat
tersebut mengajarkan bahwa apabila kalian diberi salam oleh seseorang maka
balaslah orang yang beruluk salam itu dengan balasan salam yang lebih baik
darinya, atau balaslah salam tersebut dengan salam yang sepadan.
Secara teknis Syekh Nawawi merinci bagaimana
membalas salam dengan yang lebih baik. Bila seseorang disalami dengan kalimat assalâmu’alaikum
hendaknya dijawab dengan kalimat wa’alaikumussalâm wa rahmatullah.
Sedangkan bila yang beruluk salam mengucapkan assalâmu’alaikum wa
rahmatuulâh maka hendaknya dijawab dengan kalimat wa’alaikumussalâm wa
rahmatullâhi wa barakâtuh. Namun bila sang pemberi salam mengucapkan secara
penuh kalimat assalâmu’alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh maka
jawabannya sama dengan salam tersebut yakni wa’alaikumussalâm wa
rahmatullâhi wa barakâtuh. Jawaban semacam ini adalah jawaban yang paling
mentok dalam membalas ucapan salam seseorang, karena demikianlah salam yang
dibaca di dalam bacaan tasyahud.
Lebih lanjut Syekh Nawawi menjelaskan bahwa
hukum menjawab salam adalah wajib. Namun bila salam itu ditujukan kepada
sekelompok orang maka hukum menjawabnya adalah wajib kifayah di mana apabila
ada sebagian orang yang menjawab maka gugurlah kewajiban menjawab bagi sebagian
lainnya. Meski demikian akan lebih baik dan utama bila setiap orang yang ada
dalam kelompok itu menjawab salam yang ditujukan kepada mereka untuk
menampilkan rasa hormat dan membesarkan penghormatan itu kepada pemberi salam.
Adapun tidak membalas salam adalah sebuah
penghinaan, dan penghinaan merupakan tindakan yang membawa kemudaratan.
Sedangkan tindakan mudarat adalah perilaku yang diharamkan. Demikian menurut
Syekh Nawawi. Ya, ketika seseorang dengan begitu tulus beruluk salam kepada
orang lain namun salam tersebut tak berbalas maka bisa jadi hal itu akan
menyakiti hatinya dan melahirkan prasangka buruk terhadap orang yang disalami.
Hal ini tentu sangat dilarang oleh Islam dan karenanya tidak membalas salam
adalah haram hukumnya.
Lalu bagaimana bila yang beruluk salam adalah
seorang non-Muslim, wajibkah membalas salamnya? Dan bolehkah mengawali salam
kepada mereka?
Syekh Nawawi di dalam kitab yang sama
mengutip beberapa hadits dan pendapat para ulama tentang hal ini.
Sebuah hadits yang dikutip oleh beliau bahwa
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا
تبدأ اليهودي بالسلام وإذا بدأك فقل وعليك
Artinya: “Jangan kau awali orang Yahudi
dengan salam dan bila ia mengawalimu maka jawablah dengan berkata “wa
‘alaika”.”
Abu Yusuf berpendapat, “Jangan kalian
bersalam kepada mereka dan jangan pula kalian bersalaman tangan dengan mereka.
Bila kalian masuk di tengah-tengah mereka maka ucapkanlah assalâmu ‘alâ man
taba’al hudâ (kesejahteraan bagi orang yang mengikuti petunjuk).”
Sementara sebagian ulama memberikan
keringanan memperbolehkan mendahului beruluk salam kepada non-Muslim bila
diperlukan. Adapun bila mereka memulai lebih dahulu bersalam kepada kita maka
kebanyakan ulama berpendapat bahwa seyogianya salam itu dibalas dengan ucapan wa
‘alaika.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa salam bersabda:
إذا
سلم عليكم أهل الكتاب فقولوا وعليكم
Artinya: “Apabila ahli kitab bersalam kepada
kalian maka ucapkanlah wa ‘alaikum.”
Dari penjelasan di atas kiranya cukup bisa
dipahami bahwa diperbolehkan menjawab salam yang disampaikan oleh seorang
non-Muslim dan cukuplah dengan ucapan wa ‘alaika atau wa ‘alaikum.
Bila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia
dapat digambarkan sebagai berikut:
Salam dari non-Muslim: Assalâmu’alaikum (semoga
keselamatan atasmu)
Jawaban: Wa ‘alaikum (semoga atasmu
juga)
Pertanyaan berikutnya adalah, bolehkah
menjawab salam kepada non-Muslim dengan mengikutsertakan kalimat wa
rahmatullâh?
Imam Al-Hasan dalam hal ini berpendapat,
diperbolehkan menjawab salam kepada seorang non-Muslim dengan kalimat wa
‘alaikumussalâm, namun tidak diperbolehkan menambahinya dengan kalimat wa
rahmatullâh. Ini dikarenakan rahmat Allah adalah ampunan-Nya. Sedangkan
tidak boleh seorang muslim memintakan ampunan bagi seorang non-Muslim.
Pada akhirnya Syekh Nawawi mengutip sebuah
pendapat yang menyatakan bahwa membalas salam dengan balasan yang lebih baik
itu berlaku bila orang yang beruluk salam seorang muslim. Sedangkan bila yang
bersalam adalah orang non-Muslim maka membalasnya cukup dengan yang sepadan. Wallâhu
a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar