Jumat, 01 November 2019

Kang Komar: Gebrakan Presiden Jokowi


Gebrakan Presiden Jokowi
Oleh: Komaruddin Hidayat

PENGANGKATAN menteri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) cukup fenomenal. Berbagai komentar dan analisis pro-kontra langsung mengemuka. Beberapa pesan singkat (SMS) masuk ke WAG di handphone saya. Antara lain mengomentari pengangkatan Prabowo.

Bagi Jokowi dan Prabowo, apakah pengangkatan itu merupakan kemenangan ataukah kekalahan? Lalu, siapa yang menang dan siapa yang kalah?

Menanggapi diskusi itu, ada yang menjawab, mestinya yang menang itu NKRI. Dari pro-kontra itu, yang pasti rakyat memperoleh pembelajaran politik baru. Bahwa politik itu permainan bagi para elite.

Rakyat tidak usah terlalu serius mendukung ataupun membenci selebritas politik yang tengah bertarung. Toh, nyatanya Prabowo yang tadinya didukung habis-habisan, bahkan dengan membawa-bawa dalil agama yang sakral, sekarang malah bergabung masuk ke kubu lawannya.

Tentu diskusi tidak berhenti di situ. Kita tidak tahu persis apa yang menjadi pertimbangan dan penghitungan Jokowi dan Prabowo, karena politik itu penuh kalkulasi untung-rugi. Terlebih kalau sudah menyangkut jabatan dan kekuasaan. Kalau mau bersangka baik, semuanya dilakukan semata demi kepentingan bangsa dan negara.

Topik diskusi lain yang mengemuka adalah pilihan menteri agama dan menteri pendidikan. Selama ini muncul anggapan dan harapan, Kementerian Agama (Kemenag) itu “jatah” NU dan Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) “jatah” Muhammadiyah.

Namun nyatanya, keduanya lepas, jatuh ke tangan lain sehingga sebagian teman-teman NU merasa kecewa berat mengingat ratusan madrasah dan pesantren yang selama ini berada di bawah naungan Kemenag dengan sosok menteri dari NU sekarang pindah tangan. Sesungguhnya kalau saja sistem birokrasi dan mekanisme pembinaan sudah berjalan rasional dan mapan, siapa pun yang jadi menteri agama dan menteri pendidikan tidak perlu dipermasalahkan.

Sekarang masyarakat masih menduga-duga campur harap, gebrakan dan inovasi apa yang akan dilakukan Mendikbud-Dikti Nadiem Anwar Makarim yang dipersepsikan mewakili generasi milenial? Kalau sosok Menag Fahrul Rozi, mengingatkan orang akan Menteri Agama Alamsyah Ratu Prawiranegara yang juga militer.

Alamsyah dinilai berhasil mengangkat citra dan wibawa Departemen Agama saat itu dengan konsepnya mengintegrasikan islamisme dan nasionalisme. Islam dan Pancasila tidak boleh dan tidak benar dipertentangkan.

Dengan tampilnya Jenderal Fahrul Rozi, kemungkinan akan meneruskan apa yang pernah dilakukan Alamsyah dalam konteks agak berbeda, yaitu mengikis paham dan gerakan radikalisme-ekstremisme.

Tapi, kalau sasarannya adalah lembaga pendidikan di bawah naungan Kemenag, rasanya salah sasaran karena dunia pesantren dan pendidikan tinggi keagamaan pada umumnya justru menjadi pusat pemikiran moderat. Kalaupun ditemukan sekelompok ekstremis-radikal, jumlahnya sedikit dan akarnya dari luar.

Saya memilih bersangka baik atas pengangkatan menteri-menteri itu. Kita tunggu dan dukung demi kemajuan serta kebaikan bangsa dan masyarakat. Kalau dalam perjalanannya terdapat kebijakan dan tindakan yang tidak benar, mari kita kritik dan beri solusi.

Kita sudah lelah bertengkar. Kita ingin damai, maju, dan sejahtera. Rakyat punya pilar demokrasi yang cukup powerful, yaitu media sosial, jika lembaga wakil rakyat tidak efektif menjalankan tugasnya sebagai kekuatan kontrol. []

KORAN SINDO, 25 Oktober 2019
Komaruddin Hidayat | Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar