Kisah-kisah Doa yang Dikabulkan
Dalam kitab al-Du’â al-Ma’tsûrât wa Âdâbuhu wa Mâ Yajibu ‘alâ al-Dâ’î Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu, Imam Abu Bakr al-Thurthusyi mencatat beberapa riwayat tentang doa yang dikabulkan. Berikut beberapa riwayatnya untuk dijadikan pelajaran.
Riwayat yang pertama menceritakan Sayyidina
‘Uqbah bin Nafi’ yang sembuh dari kebutaan setelah diajarkan doa dalam
mimpinya. Ia adalah kemenakan Sayyidina ‘Amr bin ‘Ash dan seorang jenderal yang
bertugas sejak era Khalifah Umar bin Khattab sampai Daulah Umayyah. Lahir di
Makkah tahun 1 H, dan wafat di Aljazair tahun 63 H. Berikut kisahnya:
وحكي
عن الليث بن سعد أنه قال: رأيت عقبة بن نافع ضريرا ثمّ رأيته بصيرا، فقلت له: بم
رد الله عليك بصرك؟ فقال: أتيت في المنام فقيل لي: قل يا قريب يا مجيب يا سميع
الدعاء، يا لطيف لما يشاء، رُدّ عليَّ بصري، فقلتها فرد الله عليَّ بصري
Diceritakan dari al-Laits bin Sa’d, ia
berkata: “Aku melihat ‘Uqbah bin Nafi’ dalam keadaan buta, kemudian aku
melihatnya (sudah bisa) melihat (kembali).”
Aku bertanya kepadanya: “Dengan apa Allah
mengembalikan penglihatanmu?” Ia menjawab: “Aku bermimpi dan dikatakan
kepadaku: ‘Ucapkanlah: Yâ qarîb, ya mujîb, ya samî’ad du’â, ya lathîf li mâ
yasyâ’u, rudda ‘alayya basharî (wahai Tuhan yang Maha-Dekat, wahai yang
Maha-Mengabulkan, wahai yang Maha-Mendengarkan doa, wahai yang Maha-Lembut atas
apa-apa yang dikehendaki-Nya, kembalikanlah penglihatanku).
Kemudian aku mengucapkan doa tersebut dan
Allah mengembalikan penglihatanku.” (Imam Abu Bakr al-Thurthusyi, al-Du’â
al-Ma’tsûrât wa Âdâbuhu wa Mâ Yajibu ‘alâ al-Dâ’î Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu,
Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002, h. 40-41).
Riwayat kedua menceritakan Imam Abdul Malik
bin Habib al-Qurthubi (174-238 H), seorang ulama mazhab Maliki dari Cordova,
Andalusia. Ketika itu ia sedang dalam perjalanan menggunakan perahu, dan air
laut bergelombang sangat besar. Berikut riwayatnya:
وروي
أبو محمد بن أبي زيد أن عبد الملك بن حبيب الذي يقال له: عالم الأندلس كان
مستجابا، وأن البحر هاج بهم في اللجة، فقام فتوضأ ثمّ رفع يديه إلي السماء فقال:
اللهم ماذا العذاب الذي أوتينا، وما هذه القدرة؟ اللهم إن كنت تعلم أن رحلتي هذه
كانت لوجهك خالصا، ولإحياء سنن رسولك فاكشف عنا هذا الغم، وأرنا رحمتك كما أريتنا
عذابك، فكشف الله عنهم بلطفه في الوقت
Diriwayatkan dari Abu Muhammad bin Abu Zaid
bahwa Abdul Malik bin Habib, seorang ahli ilmu dari Andalusia, (pernah)
dikabulkan doanya. (Ketika itu) terjadi ombak laut yang sangat besar. Kemudian
Abdul Malik bin Habib berwudhu dan menengadahkan kedua tangannya ke langit. Ia
berucap: “Ya Allah, azab apa ini yang ditimpakan kepada kami, dan qudrah
(kehendak) apa ini? Ya Allah, kiranya Engkau tahu bahwa sesungguhnya
perjalananku ini semata-mata untuk (mengharapkan ridha)-Mu, dan untuk
menghidupkan sunnah Rasul-Mu, maka hilangkanlah kesusahan ini dari kami, dan
perlihatkanlah rahmat-Mu kepada kami sebagaimana Engkau telah memperlihatkan azab-Mu.”
Kemudian Allah menghilangkan kesusahan mereka seketika itu juga dengan
kemaha-lembutan-Nya.” (Imam Abu Bakr al-Thurthusyi, al-Du’â al-Ma’tsûrât wa
Âdâbuhu wa Mâ Yajibu ‘alâ al-Dâ’î Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu, , 2002, h. 38-39)
Riwayat ketiga menceritakan mimpi Imam Ibnu
Khuzaimah tentang Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab Hanbali. Imam Ibnu
Khuzaimah (223-311 H) adalah seorang ahli hadits dan fiqih dari mazhab Syafi’i.
Ia terkenal dengan kitab kumpulan haditsnya, Shahîh Ibnu Khuzaimah. Berikut riwayatnya:
وحكي
عن ابن خزيمة أنه قال: لما مات أحمد بن حنبل كنت بالاسكندرية، فاغتممت، ورأيت أحمد
بن حنبل في المنام وهو يتبختر، فقلت: يا أبا عبد الله؟ أي مشية هذه؟ فقال مشية
الخدام في دار السلام، قلت: ما فعل الله بك؟ قال: غفر لي، وتوجني، وألبسني نعلين
من ذهب، وقال: يا أحمد، هذا بقولك القرآن كلامي، ثم قال: يا أحمد ادعني بتلك
الدعوات التي بلغتك عن سفيان الثوري وكنت تدعو بها في دار الدنيا فقلت: يا رب كل
شيء بقدرتك علي كل شيء، اغفر لي كل شيء ولا تسألني عن شيء، فقال: يا أحمد هذه
الجنة فادخلها، فدخلتها
Diceritakan dari Ibnu Khuzaimah, ia berkata:
Ketika Ahmad bin Hanbal meninggal, aku sedang berada di Iskandariah, aku pun
bersedih. Lalu aku melihat Ahmad bin Hanbal dalam mimpi, ia berjalan dengan
gaya yang menawan. Aku pun bertanya: “Wahai Abu Abdillah, jalan macam apa ini?”
Ahmad bin Hanbal menjawab: “Jalannya para
pelayan di rumah keselamatan.”
Aku bertanya lagi: “Apa yang diperbuat Allah
kepadamu?”
Ia menjawab: “Allah telah mengampuniku,
memahkotaiku, dan memakaikan kepadaku dua sandal dari emas.” Dia berfirman:
“Wahai Ahmad, (anugerahKu) ini karena perkataanmu bahwa Al-Qur’an adalah
kalam-Ku,” kemudian Allah berfirman lagi: “Wahai Ahmad, berdoalah kepada-Ku
dengan doa yang telah disampaikan Sufyan al-Tsauri kepadamu.” Aku pun berdoa
dengan doa-doa tersebut di kehidupan dunia (ketika aku masih hidup). Aku
berdoa:
“Yâ rabbi kulli syai’in, bi qudratika ‘alâ
kulli syai’in, ighfir lî kella syai’in wa lâ tas’alanî ‘an syai’in (Wahai Tuhan
segala sesuatu, dengan kuasa-Mu atas segala sesuatu, ampunilah aku (dari)
segala sesuatu (dosa dan kesalahan), dan jangan Kau tanyakan sesuatu pun
kepadaku.”
Lalu Allah berfirman: “Wahai Ahmad, surga
ini, masuklah kau ke dalamnya, maka aku pun memasukinya.” (Imam Abu Bakr
al-Thurthusyi, al-Du’â al-Ma’tsûrât wa Âdâbuhu wa Mâ Yajibu ‘alâ al-Dâ’î
Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu, , 2002, h. 41)
Tiga riwayat di atas menunjukkan bahwa doa
harus diperankan dalam kehidupan kita. Karena doa tidak sekadar bentuk formal
untuk memohon sesuatu kepada Allah, tapi juga bentuk pengakuan akan kelemahan
kita sebagai manusia sekaligus pengakuan akan kemaha-kuasaan Allah sebagai
Tuhan semesta alam. Dengan berdoa, kita bisa merendahkan kesombongan kita, dan
perlahan-lahan membangun kesadaran kita, bahwa sebaik apa pun usaha manusia,
akan bertambah kebaikannya dengan memasrahkan sepenuhnya kepada Allah. Sebagai
penutup, kita perlu renungkan kalimat panjang berikut ini:
قال
سلفنا رضوان الله عليهم: ما من أحد إلا ويريدك لنفسه، فصدّيقك يريدك للاستمتاع
بحديثك والانتفاع بك، والأب يريدك لراحة يجدها بقربك، وكشف غمة تلحقه عندك،
وأستاذك ومعلمك يريدك لينتفغ بك في الآخرة لثواب ما علمك، ولذة يجدها في الدنيا
بتخريجك من ظلمات الجهل إلي أنوار المعرفة وعلي هذا النمط يجري مراد الخلائق
بينهم، إلا الله سبحانه، فإنه يريدك (ليغفر لك)
قال الله سبحانه: (يَدْعُوكُمْ لِيَغْفِرَ لَكُمْ) وقال سبحانه: (فَلَوْلَا إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا
تَضَرَّعُوا وَلَٰكِنْ قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ) وهذا استعطاف للخلق في الدعاء
“Para ulama salaf kita, semoga Allah meridhai
mereka, berkata: ‘Tiada seorang pun yang menginginkan (sesuatu) untukmu kecuali
untuk dirinya sendiri. Temanmu menginginkanmu menjadi pendengar obrolannya dan
ingin mengambil manfaat darimu. Seorang ayah menginginkanmu karena kesenangan
yang ditemukannya dengan berada di dekatmu dan ingin (merasakan nikmatnya)
melenyapkan kesusahan yang menimpamu. Guru dan pengajarmu, menginginkanmu agar
mendapat manfaat darimu di akhirat (kelak) karena pahala mengajarimu dan ingin
merasakan kesenangan di dunia dengan (rasa nikmatnya keberhasilan)
mengeluarkanmu dari gelapnya kebodohan menuju cahaya pengetahuan.
Dan pola inilah yang berlaku (dalam
pergaulan) di antara sesama manusia. Berbeda halnya dengan Allah Swt., yang
menginginkanmu (agar Dia mengampunimu). Allah berfirman (QS. Ibrahim: 10): “Dia
menyeru kalian agar Dia mengampuni kalian.”
Allah berfirman (QS. Al-An’am: 43): “Maka mengapa
mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika
datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan
syaitan pun menjadikan indah apa yang selalu mereka kerjakan.” Ayat ini
menunjukkan permintaan kepada makhluk (manusia) untuk berdoa.” (Imam Abu Bakr
al-Thurthusyi, al-Du’â al-Ma’tsûrât wa Âdâbuhu wa Mâ Yajibu ‘alâ al-Dâ’î
Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu, 2002, h. 13-14) Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish
shawwab. []
Muhammad Afiq Zahara, alumni PP. Darussa’adah,
Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar