Kisah Santri Penghafal Al-Qur’an Terima
Nasihat Guru lewat Mimpi
Banyak yang tidak menyangka bahwa kehadiran guru saat santri membaca Al-Qur'an sangatlah penting. Selain ada faedah râbithah dan murâqabah (ikatan dan kedekatan emosional), juga ada faedah lain, yakni tentu saja mengoreksi apakah cara membaca santri sudah benar atau belum. Ini lebih dari sekadar tentang ilmu ucap melainkan juga ilmu adab.
Suatu ketika, seorang guru menegur muridnya
yang sedang membaca Al-Qur’an sambil tiduran. Sebenarnya, sang murid membacanya
bil ghaib alias dengan teknik hafalan. Diam-diam ia membaca dan hanya sesekali
mengeraskan suaranya agar pas dan sesuai dengan makhraj. Tak disangka, sang
guru mengetahui. Ia mengambil serban lalu memukul sang murid dengan pukulan
kasih sayang.
"Kang, sampeyan baca Al-Qur’an itu
memang bernilai ibadah. Tapi apa sampeyan nggak ingat, bahwa Rasulullah SAW itu
tidak pernah menerima wahyu sambil tiduran seperti sampeyan itu."
Mak deg dalam hati Sang Murid.
"Kalau membaca Al-Qur'an itu, bacalah
seolah sampeyan membaca di hadapan guru yang menunjukkan. Kamu akan terjaga
dari sikap tidak memuliakan wahyu Allah," sang guru melanjutkan.
"Kalau murid sudah berani hilang adab
saat dia sedang disimak guru dalam tingkah ghaib, bagaimana mungkin ia bisa
menjaga adab dalam tingkah ghaib di hadapan Rasulullah? Sampeyan tidak pernah
melihat beliau. Sampeyan juga tidak pernah hadlir di majelis beliau. Tentu akan
lebih mudah bagimu untuk berpaling dari pengawasan beliau."
Jedeeerrrr... Seolah apa yang disampaikan
Sang Guru ibarat petir yang menyambar di relung hati terdalam dari murid. Tak
terasa air matanya menetes. Peluh di sekujur tubuh mulai keluar, dingin,
disambut semriwing angin yang menerpa badan.
"Wahyu Allah itu turun sebagai petunjuk
bagi umat. Ibarat sampeyan ditunjukkan oleh seseorang, kemudian sampeyan bersikap
tanpa adab dengan orang yang menunjukkan, apakah sampeyan sudah siap untuk
ditinggalkan oleh orang yang menunjukkan itu? Begitulah hendaknya sang murid
beradab saat Allah SWT, tunjukkan lewat bulir-bulir kalam ilahi itu. Sikapnya
terhadap kalam ilahi adalah cermin kesiapannya untuk diabaikan atau diterimanya
ia," sambung sang guru sambil menunjuk ke muka sang murid.
Sang murid langsung tersungkur. Kepalanya
bersujud, air matanya tumpah. Sambil berbisik ia mengucap,
"Astaghfirullahl 'adhim. Hamba tobat, Gusti. Mulai saat ini, hamba
berjanji tak akan mengulangi lagi sikap hamba yang kurang adab itu. Ampuni
kesalahan hamba, Gusti!"
Tangis tersedu-sedu sang murid memecah
kesunyian. Lalu tiba-tiba sesosok tangan menyolek-nyolek dengan suara lembut,
"Mas... Mas.... Bangun! Waktunya sahur. Jenengan kok keringetan. Lagi
masuk angin, ya?"
Terkesiap, sang murid itu duduk. "Eh...
cuma mimpi ya? Tapi seolah nyata sekali, seperti dalam situasi di gothakan
(kamar)-ku dulu waktu di Pondok. Ah, sang guru hadir dalam mimpiku, masih
menjaga adab dan sikapku. Untuk beliau teriring doa, al-Fatihah!"
Lalu sang murid beranjak ke kamar mandi.
Ambil wudhu, lalu mendekati istri yang sudah menyiapkan santap sahur dan
menunggu kehadirannya. "Bismillahirrahmanirrahim..." []
Ustadz Muhammad Syamsudin, Pengasuh Pondok
Pesantren Hasan Jufri Putri, Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar