5 Motif Mereka
Menolak Dakwah Rasulullah
Muhammad diangkat menjadi seorang nabi dan rasul pada saat usianya 40 tahun (610 M). Sejak saat itu Rasulullah mulai gencar mendakwahkan Islam. Mulanya dengan cara diam-diam dan sembunyi-sembunyi kemudian dengan terang-terangan. Awalnya ia hanya mengajak saudara-saudara untuk memeluk Islam, kemudian merambah ke masyarakat Makkah secara luas.
Rasulullah
mendakwahkan Islam di Makkah selama 13 tahun (610-622 M). Sementara di Madinah
10 tahun. Total sekitar 23 tahun Rasulullah mensyiarkan Islam ke seluruh
jazirah Arab. Puncak dakwahnya adalah saat Fathu Makkah dimana Rasulullah dan
kaum Muslim berhasil menaklukkan kota Makkah pada 11 Januari 630 M (10 Ramadhan
8 H).
Namun siapa sangka
meski dilengkapi dengan mukjizat, dalil, dan tanda-tanda yang terang dari
Allah, masih banyak orang yang menolak dakwah Rasulullah. Bahkan menentangnya.
Lalu sebetulnya apa yang menyebabkan mereka menolak dan menentang dakwah Islam
Rasulullah?
Merujuk buku Para
Penentang Muhammad saw., setidaknya ada lima motif mengapa mereka menentang
dakwah Rasulullah. Pertama, pengaruh dan kekuasaan. Para kafir menolak dakwah
Islam yang dibawa Rasulullah karena takut pengaruh dan kekuasaan yang mereka
miliki akan hilang manakala menjadi pengikut Rasulullah. Diantara yang menolak
Islam karena motif ini adalah Abu Lahab, Ummu Jamil, Al-Walid bin Al-Mughirah,
Uthbah bin Rabi’ah, Al-Harits bin Qais al-Sahmi, dan Abdullah bin Ubay bin Salul.
Kedua, ekonomi dan
status sosial. Mereka menentang Rasulullah karena faktor ekonomi dan status
sosial. Mereka khawatir jika memeluk agama Islam, maka ekonomi dan status
ekonomi yang selama ini melekat pada mereka akan memudar. Umayyah bin Khalaf
Al-Jumahi adalah satu dari mereka yang menentang dakwah Rasulullah karena motif
ini.
Ketiga, setia dengan
agama nenek moyang. Para kafir tidak sudi dan tidak rela memeluk Islam. Mereka
berkeyakinan bahwa agama yang benar dan lebih baik adalah agama nenek moyangnya,
yakni menyembah berhala, bukan Islam. Mereka menilai Islam bertentangan dengan
agama nenek moyangnya. Diantara yang memiliki motif seperti ini adalah Abu
Jahal dan al-Ash bin Wail.
Keempat, iri, dengki,
dan angkuh. Ada juga yang iri dan dengki kalau Rasulullah yang diangkat menjadi
seorang nabi dan rasul. Menurutnya, yang pantas dan berhak menerima risalah
kenabian adalah dirinya, bukan Muhammad. Al-Walid bin Al-Mughirah dan
Musailamah Al-Kadzdzab adalah orang menyatakan hal demikian.
“Wahai Muhammad, jika
kenabian (nubuwwah) itu benar, tentu orang yang berhak mendapatkannya adalah
aku, bukan engkau. Sebab, aku lebih tua dan lebih kaya daripada dirimu,” kata
Al-Walid bin Al-Mughirah.
Begitu halnya dengan
Amr bin Abd Wudd. Ia merasa tidak layak menjadi pengikut seorang yang usianya
jauh lebih muda darinya. Ditambah, Amr bin Abd Wudd adalah mantan seorang
kesatria pada jaman jahiliyah. Pada saat Muhammad diangkat menjadi nabi, Amr
bin Abd Wudd berumur sekitar 100 tahun.
Sementara, Salam bin
Misykam, Ka’ab bin Asad, Huyay bin Akhthab, dan Ka’ab bin Al-Asyraf menolak
dakwah Rasulullah karena dengki. Mereka dengki karena nabi yang diutus Allah
dari bangsa Arab, bukan dari kalangan mereka, Yahudi. Adapun Sallam bin Abi
Huqaiq memendam kebencian dan kedengkian karena Rasulullah berhasil menyatukan
kabilah Aus, Khazraj, dan kabilah Arab lainnya.
Kelima, tidak percaya
ajaran Islam. Mereka menentang dakwah Rasulullah karena tidak percaya dengan
ajaran-ajaran Islam. Misalnya Ubay bin Khalaf dan al-Ash bin Wail. Mereka tidak
percaya dengan adanya hari kebangkitan. Mereka berkeyakinan bahwa kebangkitan
setelah kematian adalah sesuatu yang tidak logis dan menganggap hal itu
khayalan belaka. Bagi mereka, kehidupan hanya ada di dunia ini saja.
Begitu pun dengan
Syaibah bin Rabiah, seorang Nasrani. Ia tidak percaya dengan kenabian dan
kerasulan Muhammad. Bahkan, ia menuduh Muhammad sebagai seorang dukun. []
(A Muchlishon
Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar