10 Orang Laki-laki yang
Berhak Menerima Warisan
Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi dalam kitab Matnur
Rahabiyyah menuturkan ada 10 (sepuluh) orang dari pihak laki-laki yang
berhak menerima warisan. Kesepuluh orang tersebut beliau rinci dalam beberapa
bait berikut ini:
والوارثون
من الرجال عشرة ... أسماؤهم معروفة مشتهره
الإبن
وابن الإبن مهما نزلا ... والأب والجد له وإن علا
والاخ
من أى الجهات كانا ... قد أنزل الله به القرآنا
وابن
الاخ المدلي إليه بالأب ... فاسمع مقالاً ليس بالمكذب
والعم
وابن العم من أبيه ... فاشكر لذي الإيجاز والتنبيه
والزوج
والمعتق ذو الولاء ... فجملة الذكور هؤلاء
1. Anak laki-laki (ibnun)
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki (ibnul
ibni) terus ke bawah
3. Bapak (abun)
4. Kakek dari bapak (jaddun atau abul ab)
terus ke atas
5. Saudara laki-laki (akhun) dari arah
mana pun
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki
sekandung (ibnul akhi syaqîq) dan anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
(ibnul akhi li ab)
7. Paman sekandung (‘ammun syaqîq) dan paman
sebapak (‘ammun li ab)
8. Anak laki-laki dari paman sekandung (ibnul
‘amm syaqîq) dan anak laki-laki dari paman sebapak (ibnul ‘amm li ab)
9. Suami (zawjun)
10. Orang laki-laki yang memerdekakan budak (mu’tiqun)
(Muhammad bin Ali Ar-Rahabi, Matnur
Rahabiyyah dalam Ar-Rabahiyyatud Dîniyyah, [Semarang: Toha Putra,
tanpa tahun], hal. 12-13)
Berbeda dengan Syekh Rahabi, Imam Nawawi
dalam kitab Raudlatut Thâlibîn (Beirut: Al-Maktab Al-Islami, 1991, juz
VI, hal. 4) menyebutkan ada 13 (tiga belas) orang dari golongan laki-laki yang
berhak mendapat warisan. Namun sesungguhnya perbedaan ini tidaklah prinsipiil,
melainkan sekadar Imam Nawawi lebih memerinci beberapa ahli waris yang
disebutkan Imam Rahabi di atas. Di antaranya saudara laki-laki dirinci menjadi
tiga yakni saudara laki-laki sekandung, sebapak, dan seibu. Demikian pula anak
laki-laki dari saudara laki-laki (ibnul akhi), paman (‘ammun),
dan anak laki-laki paman (ibnul ‘amm) juga dirinci yang sekandung dan
yang sebapak.
Perlu dipahami bahwa kesepuluh ahli waris laki-laki
tersebut adalah orang-orang yang berhubungan dengan si mayit. Semisal seorang
meninggal dunia dengan ahli waris seorang anak laki-laki, seorang bapak, dan
seorang saudara laki-laki. Maka itu artinya anak laki-laki tersebut adalah anak
laki-lakinya si mayit, bapak adalah bapaknya si mayit, dan saudara laki-laki
adalah saudara laki-lakinya si mayit.
Untuk lebih jelasnya kesepuluh ahli waris
dari kelompok laki-laki di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Yang dimaksud dengan anak laki-laki adalah
anak laki-laki kandung si mayit, bukan anak laki-laki angkat atau tirinya,
karena anak angkat tidak mendapat bagian warisan.
2. Yang dimaksud cucu laki-laki dari anak
laki-laki adalah cucu kandung dari anak laki-laki kandungnya si mayit, bukan
cucu angkat atau tirinya si mayit, bukan juga cucu kandung dari anak angkat
atau anak tirinya si mayit.
3. Yang dimaksud bapak adalah ayah kandung
yang melahirkan si mayit dalam sebuah perkawinan yang sah menurut agama.
Seorang bapak tiri dan bapak angkat tidak berhak menerima warisan dari si
mayit. Demikian pula seorang bapak biologis yang melahirkan si mayit dalam
perkawinan yang tidak sah juga tidak berhak mendapatkan harta warisan.
4. Yang dimaksud kakek dari bapak adalah
kakek dari bapak kandungnya si mayit. Ini tidak berhenti pada kakek saja tapi
juga bisa terus ke atas seperti buyut dan canggah dari bapak kandungnya si
mayit.
5. Yang dimaksud saudara laki-laki di sini
adalah adik atau kakak laki-lakinya si mayit. Saudara laki-laki si mayit yang
bisa mendapatkan warisan bersifat mutlak, artinya mencakup saudara laki-laki
kandung, saudara laki-laki sebapak, atau saudara laki-laki seibu semuanya bisa
mendapatkan warisan tentunya bila memenuhi persyaratan yang ada.
6. Yang dimaksud anak laki-laki dari saudara
laki-laki adalah anak laki-laki dari adik atau kakak laki-lakinya si mayit.
Dalam bahasa Indoesia ini sering disebut dengan keponakan. Keponakan ini bisa
mendapatkan harta warisan bila ia merupakan anak kandung dari saudara laki-laki
si mayit baik sekandung atau sebapak. Sedangkan keponakan laki-laki dari
saudara laki-lakinya si mayit yang seibu tidak berhak mendapatkan warisan.
7. Kata paman atau yang dalam bahasa Arab
disebut ’Ammun di sini memiliki arti yang tidak sama dengan kata paman dalam
bahasa Indonesia. Bila dalam bahasa Indonesia paman berarti adik laki-lakinya
orang tua, maka di sini yang dimaksud paman adalah saudaranya orang tua baik
adik ataupun kakaknya, atau dalam bahasa Indonesia—Jawa khususnya—baik paman
ataupun pakde. Yang bisa mendapatkan warisan hanyalah paman dari pihak bapaknya
si mayit, sedangkan paman dari pihak ibunya si mayit tidak berhak menerima
warisan.
8. Yang dimaksud anak laki-laki dari paman
sekandung adalah anak laki-lakinya pamannya si mayit atau dalam kata lain
saudara sepupu laki-lakinya si mayit dari pihak bapak, sedangkan dari pihak ibu
tidak bisa menerima warisan.
9. Yang dimaksud suami adalah suami si mayit
dalam pernikahan yang sah menurut agama.
10. Yang dimaksud mu’tiqun adalah seorang
laki-laki yang memiliki budak, lalu ia memerdekakannya. Ketika si budak yang
telah dimerdekakan itu meninggal maka sang tuan yang memerdekakannya itu berhak
mendapat bagian ashabah (keseluruhan atau sisa) dari harta peninggalannya.
Untuk menegaskan, bahwa semua ahli waris di
atas selain suami dan mu’tiq adalah ahli waris kandung atau yang memiliki garis
nasab dengan si mayit dengan berdasar pada sebuah ikatan perkawinan yang sah
menurut agama. Hubungan keluarga karena angkat atau tiri dan hubungan keluarga
yang bukan berdasar pada ikatan perkawinan yang sah menurut agama tidak berhak
menerima harta waris. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar