Mati Belajar atau Hidup Puas dengan
Kebodohan?
Suatu ketika Ibrahim al-Mahdi masuk ke dalam
forum diskusi Khalifah al-Makmun, keponakannya sendiri. Orang-orang yang hadir
di sana sibuk membicarakan persoalan fiqih.
Al-Makmun yang memang terkenal sebagai
pemimpin Abbasiyah yang cinta pengetahuan bertanya kepada sang paman,
"Wahai Paman, sumbangsih pikiran apa yang bisa Paman berikan dalam forum
ini?"
Al-Ma'mun membuka kesempatan Ibrahim untuk
berbicara. Sayangnya ia terlihat minder. Ia merasa telah melewatkan masa muda
secara sia-sia.
"Kenapa kau tak belajar sekarang
saja?" tanya Khalifah.
"Apa masih pantas orang sepuh seperti
saya menimba ilmu?"
"Tentu. Demi Allah, engkau mati dalam
kondisi sedang belajar ilmu adalah lebih baik ketimbang engkau hidup dalam keadaan
puas dengan kebodohan," jawab al-Ma'mun memotivasi.
"Sampai kapan aku tetap pantas belajar
ilmu?"
"Ketika nyawa tak lagi pantas bersemayam
dalam dirimu."
Dialog singkat ini mengandung pesan utama
tentang kewajiban belajar yang tak pandang batasan usia. Sebagaimana sabda
Rasulullah, "Timbalah ilmu sejak dari tempat buaian hingga liang
lahad." Kisah di atas bisa kita jumpai dalam kitab as-Samîr al-Muhadzdzib (I/9).
Terlepas dari beberapa kebijakan
kontoversialnya sebagai penguasa, al-Ma'mun yang juga putra Khalifah Harun
ar-Rasyid banyak berkontribusi pada kebangkitan intelektual peradaban Islam di
zamannya. Dari tangannyalah lahir Baitul Hikmah, pusat riset, penerjemahan,
kepustakaan paling moncer di masanya. []
(Mahbib)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar