Keutamaan
'Shahih al-Bukhari' dan 'Shahih Muslim'
Para pengaji hadits
tentu tidak luput dari dua nama ini: Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Keduanya
merupakan penyusun kitab hadits yang sering dirujuk, karena hadits-hadits yang
dimuat oleh keduanya dipandang sebagai sumber mumpuni.
Ulama hadits pada
masa Imam al-Bukhari (wafat 256 H) dan Imam Muslim (wafat 261 H) maupun
setelahnya bersepakat bahwa kumpulan hadits yang dimuat dalam kitab Shahih
al-Bukhari dan Shahih Muslim, yang jamak disebut Shahihain, adalah kitab yang
lebih utama dibanding kitab hadits lain. Dua kitab ini dinilai sebagai kitab
hadits yang menetapkan syarat-syarat kesahihan hadits yang ketat.
Syarat kesahihan
riwayat hadits adalah ketersambungan sanad antarperawinya, lalu para perawinya
adalah pribadi yang saleh dan terjaga kepribadiannya (‘adalah) lagi kuat
hafalannya (dlabth). Selain itu pada matan-nya (redaksi hadits) tidak terdapat
kejanggalan (syadz) dan cela (‘illat).
Imam al-Bukhari
maupun Imam Muslim memegang teguh kelima syarat tersebut, dengan kriteria yang
lebih ketat. Semisal, Imam al-Bukhari menggunakan syarat keharusan para perawi
benar-benar untuk saling bertemu (tsubutul liqa’) sebagai kriteria
ketersambungan sanad dalam Shahih-nya. Sedangkan bagi kalangan ulama hadits
lain, adanya kemungkinan para perawi untuk bertemu secara masa dan tempat
(imkaniyatul liqa’) dipandang sudah memenuhi syarat ketersambungan sanad.
Begitupun dalam
Shahih Muslim, salah satu syarat yang dipertimbangkan ketat adalah bahwa beliau
menggunakan hadits-hadits yang disandarkan pada Nabi (marfu’) lebih banyak.
Sehingga riwayat dalam kitab Shahih Muslim yang disandarkan pada sahabat
(mauquf) maupun generasi setelahnya jumlahnya hanya sedikit.
Imam an Nawawi (wafat
676 H) memberikan komentar bahwa dua kitab shahih–yaitu Shahih al-Bukhari dan
Shahih Muslim–merupakan kitab yang disepakati kesahihan haditsnya oleh ulama
ahli hadits. Begitu pula Imam Ibnu Shalah (wafat 643 H), menyebutkan dalam
karyanya tentang ilmu hadits yang berjudul Muqaddimah Ibnu Shalah bahwa
hadits-hadits yang dihimpun oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam
Shahihain, merupakan hadits sahih yang derajatnya paling tinggi, atau kerap
disebut muttafaq ‘alaih.
Tidak semua hadits
yang dinilai sahih oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dihimpun dalam dua
kitab sahih tersebut. Keduanya juga menyusun kitab hadits lain selain
Shahihain. Imam Muslim menyatakan dalam pengantar Shahih Muslim, bahwa,
“...tidaklah semua hadits yang aku nilai sahih terhimpun dalam kitab sahih ini.
Aku hanya meletakkan hadits-hadits yang telah banyak disebut dan disepakati
oleh mayoritas ulama.”
Demikian mengapa
posisi kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dipandang istimewa di kalangan
ulama ahli hadits, begitu pula ahli fiqih. Melalui syarat-syarat kesahihan yang
ketat, Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim telah menghasilkan karya yang
istimewa dan selalu dirujuk serta dikaji umat Islam. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar