Tiga Sebab Seseorang Tak
Berhak Memperoleh Harta Warisan
Di dalam hukum Islam ada beberapa hal yang
menjadi penghalang bagi seseorang untuk menerima warisan. Dengan adanya
penghalang tersebut maka seseorang yang semestinya bisa menerima harta warisan
yang ditinggalkan oleh kerabatnya menjadi tidak bisa menerimanya.
Para ulama menetapkan ada 3 (tiga) hal yang
menjadikan seseorang terhalang untuk mendapatkan harta warisan. Ketiga hal
tersebut, sebagaimana disebutkan Dr. Musthafa Al-Khin dalam al-Fiqhul Manhaji
(Damaskus: Darul Qalam, 2013, jil. II, hal. 277-279), adalah:
Pertama, status budak.
Orang yang berstatus budak, apa pun jenisnya,
tidak bisa menerima harta warisan karena bila seorang budak menerima
warisan maka harta warisan yang ia terima itu menjadi milik tuannya, padahal
sang tuan adalah bukan siapa-siapanya (ajnabiy) orang yang meninggal yang
diwarisi hartanya.
Seorang budak juga tidak bisa diwarisi
hartanya karena sesungguhnya ia tidak memiliki apa-apa. Bagi seorang budak diri
dan apa pun yang ada bersamanya adalah milik tuannya.
Kedua, membunuh.
Orang yang membunuh tidak bisa mewarisi harta
peninggalan dari orang yang dibunuhnya, baik ia membunuhnya secara sengaja atau
karena suatu kesalahan. Karena membunuh sama saja dengan memutus hubungan
kekerabatan, sedangkan hubungan kekerabatan merupakan salah satu sebab
seseorang bisa menerima warisan.
Imam Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits
dari kakeknya Amr bin Syu’aib, bahwa Rasulullah bersabda:
لَيْسَ
لِلْقَاتِلِ شَيْءٌ
Artinya: “Tak ada bagian apa pun (dalam
warisan) bagi orang yang membunuh”.
Sebagai contoh, bila ada seorang anak yang
membunuh bapaknya maka anak tersebut tidak bisa menerima harta warisan yang
ditinggalakan oleh sang bapak.
Namun demikian, orang yang dibunuh bisa
menerima warisan dari orang yang membunuhnya. Misalnya, seorang anak melukai
orang tuanya untuk dibunuh. Sebelum sang orang tua benar-benar meninggal
ternyata si anak lebih dahulu meninggal. Pada kondisi seperti ini orang tua
yang dibunuh tersebut bisa mendapatkan warisan dari harta yang ditinggalkan
anak tersebut, meskipun pada akhirnya sang orang tua meninggal dunia juga.
Ketiga, perbedaan agama
antara Islam dan kufur.
Orang yang beragama non-Islam tidak bisa mendapatkan
harta warisan dari keluarganya yang meninggal yang beragama Islam. Juga
sebaliknya seorang Muslim tidak bisa menerima warisan dari harta peninggalan
keluarganya yang meninggal yang tidak beragama Islam.
Berdasarkan hadits riwayat Imam Bukhari yang
menyatakan:
لاَ
يَرِثُ المُسْلِمُ الكَافِرَ وَلاَ الكَافِرُ المُسْلِمَ
Artinya: “Seorang Muslim tidak bisa mewarisi
seorang kafir, dan seorang kafir tidak bisa mewarisi seorang Muslim.”
Bagaimana dengan sesama orang kafir namun
beda agama? Dalam hal warisan ini para ulama menghukumi bahwa agama apa pun
selain Islam dianggap sebagai satu agama sehingga mereka yang beragama
non-Islam dapat saling mewarisi satu sama lain. Maka bila dalam satu keluarga
ada beda-beda agama selain Islam di antara angggota keluarganya mereka bisa
saling mewarisi satu sama lain.
Dalam hal perkara yang menjadikan tercegahnya
seseorang mendapatkan harta warisan ini Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi dalam
kitabnya Matnur Rahabiyyah menuturkan:
ويمنع
الشخص من الميراث ... واحدة من علل ثلاث
رق
وقــــتل واختــلاف دين ... فافهم فليس الشك كاليقين
Artinya:
Yang mencegah seseorang mendapatakan
warisan
Adalah satu dari tiga alasan
Yakni budak, membunuh dan berbedanya
agama
Maka pahamilah, karena kergauan tak
sama dengan keyakinan
(Muhammad bin Ali Ar-Rahabi, Matnur
Rahabiyyah dalam Ar-Rabahiyyatud Dîniyyah, [Semarang: Toha Putra, tanpa
tahun], hal. 10 – 11)
Orang yang memiliki salah satu dari ketiga
penghalang di atas maka ia tidak bisa menerima warisan dari orang yang
meninggal dunia. Wallâhu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar