Ummu Aiman, Ibu Kedua
Rasulullah
Nama asli Ummu Aiman
adalah Barakah binti Tsa’labah bin Amr bin Hashan bin Malik bin Salamah bin Amr
bin Nu’man. Ia seorang kulit hitam dan berasal dari negeri Habasyah (sekarang
Ethiopia). Ia juga bukan orang terpandang dan tidak memiliki keluarga yang
terkemuka. Namun demikian, Rasulullah sangat menghormati Ummu Aiman karena
dedikasnya. Bahkan, beliau menganggap Ummu Aiman sebagai ibu keduanya, setelah
Aminah binti Wahab.
“Ummu Aiman adalah
ibu setelah ibuku (Aminah binti Wahab),” kata Rasulullah, sebagaimana tertera
dalam buku Bilik-bilik Cinta Muhammad.
Ummu Aiman adalah
‘budak peninggalan’ ayah Rasulullah, Abdullah bin Abdul Muthalib. Ia memang
dipersiapkan untuk melayani Aminah binti Wahab yang saat itu sedang mengandung
bayi Rasulullah. Semenjak Rasulullah lahir, Ummu Aiman menjadi pelayan utama.
Ia terus menjaga dan tinggal bersama Rasulullah, baik ketika tinggal di rumah
Abdul Muthalib, di rumah Abu Thalib, hingga di rumah Khadijah.
Ummu Aiman adalah
orang yang menemani Rasulullah balik ke Mekkah setelah ditinggal wafat ibunya,
Aminah. Ceritanya, usai tinggal di Madinah beberapa waktu untuk berziarah ke
makam Abdullah dan mengunjungi keluarga di sana, Aminah, Rasulullah, dan Ummu
Aiman balik ke Mekkah. Di tengah perjalanan ketika sampai kampung Abwa', Aminah
tiba-tiba sakit. Kemudian dia meninggal dan dikuburkan di tempat itu juga.
Rasulullah yang saat itu menangis sesenggukan diajak Ummu Aiman untuk pulang ke
Mekkah. Seperti yang diceritakan Muhammad Husain Haikal dalam bukunya Sejarah
Hidup Muhammad.
Ummu Aiman juga
termasuk generasi awal yang masuk Islam. Ia ikut hijrah ke Madinah meski tanpa
bekal dan dengan berjalan kali. Tidak hanya itu, Ummu Aiman juga tercatat ikut
berperang bersama Rasulullah seperti perang Uhud dan Khaibar. Ia bertugas
sebagai pembagi air minum dan perawat tentara umat Islam yang
terluka.
Ummu Aiman sangat
menyayangi Rasulullah. Ia mendedikasikan hidupnya untuk melayani dan
mempersiapkan segala kebutuhan Rasulullah. Oleh karenanya, tidak heran jika
Rasulullah juga sangat takzim kepada Ummu Aiman. Rasulullah juga tidak
segan-segan menganggap Ummu Aiman sebagai bagian dari keluarganya sendiri.
Atas dedikasinya
melayani sang nabi terakhir dan ikut serta dalam memperjuangkan tegaknya
bendera Islam, maka Rasulullah menyebut Ummu Aiman dengan wanita ahli surga.
“Siapa yang senang
kawin dengan wanita ahli surga, kawinlah dengan Ummu Aiman,” kata
Rasulullah.
Ummu Aiman menikah
dua kali. Pertama dengan Ubaid bin Zaid. Rasulullah dan Khadijah adalah orang
yang menganjurkan terselenggaranya pernikahan dua insan ini. Dari keduanya,
lahirlah Aiman sehingga Barakah lebih dikenal dengan Ummu Aiman. Namun, Ubaid
wafat tidak lama setelah anaknya tersebut lahir.
Kedua, dengan Zaid
bin Haritsah, seorang budak Rasulullah yang sudah dianggap anak sendiri. Ummu
Aiman dan Zaid dikaruniai seorang anak, yaitu Usamah. Perlu diketahui bahwa
Usamah menjadi panglima termuda dalam sejarah Islam.
Bak tidak ada sekat
Hubungan Rasulullah
dan Ummu Aiman begitu dekat, bak tidak ada sekat diantara keduanya. Misalnya,
Rasulullah pernah bercanda dengan Ummu Aiman. Diceritakan bahwa suatu ketika
Ummu Aiman minta diajak Rasulullah ke suatu tempat. Mendengar hal itu, Rasulullah
tidak keberatan dan akan mengajak Ummu Aiman dengan menaiki anak unta. Ummu
Aiman protes dan menilai kalau anak unta tidak akan kuta membawanya. Namun,
Rasulullah tetap keukeuh akan membawa Ummu Aiman dengan anak unta. Yang
dimaksud Rasulullah adalah bahwa setiap unta adalah anak unta.
Lagi, suatu waktu
Ummu Aiman melihat Rasulullah yang sedang minum. Tiba-tiba saja Ummu Aiman
berkata kepada Rasulullah kalau dirinya juga ingin minum. Mendengar hal seperti
itu, Aisyah yang ada di samping Rasulullah langsung menegur Ummu Aiman dan
menganggapnya tidak sopan. Namun apa yang diperbuat Rasulullah? Beliau langsung
memberi Ummu Aiman air minum.
Dan masih banyak lagi
cerita tentang kedekatan Rasulullah dan Ummu Aiman. Seolah-olah keduanya tidak
terpisah jarak ‘majikan dan budak.’ Hubungan keduanya bukan berarti tidak ada
sekat sama sekali. Akan tetapi, keduanya menjalankan perannya masing-masing
dengan cara saling menghormati dan mengasihi. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar