Belajar Kearifan dari
Dakwah Rasulullah Melalui Surat
Prinsip dakwah Nabi
Muhammad SAW ialah mengajak, bukan mengejek, bukan pula memaksa apalagi
memerangi. Selain menyampaikan (tabligh) secara langsung kepada umatnya, Nabi
juga berdakwah melalui surat-menyurat. Cara ini biasanya dilakukan untuk
mengajak para raja-raja dari kerajaan kecil maupun kerajaan yang telah masyhur.
Rasulullah SAW tidak
pernah bosan menghampiri umatnya untuk melakukan dakwah Islam dengan cara yang
santun dan kesabaran yang tinggi. Karena tidak jarang Rasulullah mendapat
perlakuan jauh dari kata ramah meskipun Nabi menyampaikannya secara ramah.
Namun, berkat kesabaran dan kesejukan yang ditunjukkannya, tidak jarang pula
akhirnya mereka memeluk agama Islam.
Meskipun Rasulullah
tidak bisa membaca dan menulis, beliau amat cerdas memilih Zaid bin Tsabit
sebagai sekretaris pribadi yang terkenal sebagai ahli bahasa-bahasa asing dunia
kala itu. Gagasan Nabi ditulis oleh Zaid bin Tsabit lalu dikirim ke pusat-pusat
kerajaan strategis.
Bukan hanya memilih
Zaid bin Tsabit yang cerdas, Nabi juga memilih para diplomat ulungnya untuk
menyampaikan langsung surat dakwah yang berisi ajakan memeluk Islam. Seperti
diketahui, tradisi kerajaan terdahulu ialah suatu keberanian dan tentu sebuah
penghormatan tinggi ketika ada utusan resmi menghampiri kerajaan untuk
menyampaikan sebuah pesan. Apalagi pesan tersebut disampaikan secara damai dan
tidak mudah karena harus mengarungi lautan dan melewati bentangan jarak yang
sangat panjang bagi para utusan.
Ajaran dan seruan
Nabi melalui surat direspon positif oleh kerajaan. Hasilnya menakjubkan, banyak
raja dan orang-orang penting lainnya memeluk Islam. Raja-raja tersebut bukan
tanpa alasan serta merta mengikuti seruan Nabi, karena mereka sebelumnya telah mendengar
kabar soal utusan Allah bernama Muhammad, manusia terpercaya, jujur, dan
menyampaikan kebenaran di setiap ucapannya.
Guru Besar bidang
Tafsir Prof KH Nasaruddin Umar dalam Khutbah-khutbah Imam Besar (2018)
mengungkapkan di antara surat-surat Rasulullah ialah kepada Muqawqis, Raja
Qibthi di Mesir sekitar akhir tahun 6 H atau awal tahun 7 H sebagai berikut:
“Dengan nama Allah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan
utusan-Nya kepada Muqawqis, Raja Qibthi. Keselamatan semoga tercurah kepada
orang yang mengikuti Petunjuk-Nya, amma ba’du: aku mengajakmu dengan ajakan
kedamaian. Masuklah Islam maka engkau akan selamat. Masuklah Islam maka engkau
akan diberikan Allah pahala dua kali. Jika engkau menolak maka atasmu dosa penduduk
Qibthi.”
Sebagai sebuah
penyampai kebenaran, tentu saja seruan Nabi Muhammad disambut gembira oleh Raja
Muqawqis. Surat berisi seruan yang sama juga disampaikan Rasulullah kepada
Kaisar Heraclius Raja Romawi, Raja Najasyi Penguasa Habasyah, Raja Gassan
Jabalah bin Aiham, Raja Thaif, dan raja-raja besar lainnya.
Dakwah Nabi Muhammad
melalui surat membuahkan teladan luhur bagi umat Islam bahwa kebenaran harus
disampaikan dengan cara yang baik. Selain itu, dakwah juga menuntut kearifan
akhlak penyampainya sehingga antara hati dan perkataan merupakan satu-kesatuan.
Itulah bentuk integritas Nabi yang teguh dan berani tapi tetap ramah, berakhlak
baik, dan menghormati.
Saat ini dakwah bisa
dilakukan dengan berbagai instrumen teknologi canggih yang langsung terhubung
secara otomatis kepada masyarakat secara digital. Namun, arus informasi
keagamaan di internet dan media sosial sangat deras sehingga menuntut saringan
yang baik dari penerima informasi selain berupaya mengenal si penyampai
informasi. Semoga Taufiq Allah senantiasa menyertai kita semua. Aamiin. []
(Fathoni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar