Doa Syekh Abdul Qadir
al-Jilani di Malam Nisfu Sya’ban
Malam nisfu Sya’ban (malam tanggal 15
Sya’ban) merupakan malam yang istimewa. Menurut Syekh Abdul Qadir al-Jilani,
malam nisfu Sya’ban adalah malam yang diberkati Allah (lailah mubarakah). Malam
tersebut disebut juga dengan “malam pembebasan” (lailatul bara’ah).
Disebut malam yang diberkati (mubarakah)
karena di dalamnya turun rahmat, keberkahan, kebaikan, dan pengampunan bagi
manusia, jin dan penduduk bumi yang lain.
Ulama berjuluk sulthanul auliya’ (pemimpin
para wali) tersebut menegaskan:
ومنها
سمي ليلة البراءة مباركة لما فيها من نزول الرحمة والبركة والخير والعفو والغفران
لأهل الأرض
“Dan di antaranya, malam pembebasan disebut
dengan ‘mubarakah’ (yang diberkati) karena di dalamnya terdapat turunnya
rahmat, keberkahan, kebaikan, dan pengampunan bagi penduduk bumi.” (Syekh Abdul
Qadir al-Jilani, Ghunyah al-Thalibin, juz 3, hal. 278).
Malam nisfu Sya’ban disebut malam pembebasan
karena pada malam tersebut Allah membebaskan orang-orang yang celaka dari
siksa-Nya, dan membebaskan para kekasih-Nya dari kehinaan.
Syekh Abdul Qadir al-Jilani menegaskan:
وقيل
وانما سميت ليلة البراءة لأن فيها براءتين براءة للأشقياء من الرحمن وبراءة
للأولياء من الخذلان
“Dikatakan bahwa malam nisfu Sya’ban disebut
malam pembebasan karena di dalamnya terdapat dua pembebasan. Pertama,
pembebasan untuk orang-orang celaka dari siksa Allah yang Maha-Penyayang.
Kedua, pembebasan untuk para kekasih Allah dari kehinaan.” (Syekh Abdul Qadir
al-Jilani, Ghunyah al-Thalibin, juz 3, hal. 283)
Karena itu, dianjurkan untuk memperbanyak
dzikir dan berdoa di malam yang penuh rahmat tersebut. Lantas apa doa yang
dianjurkan dibaca?
Berikut ini adalah doa yang dibaca di malam
nisfu Sya’ban dari Syekh Abdul Qadir al-Jilani, yang mengutip doa dari
Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
اللهم
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ، مَصَابِيْحِ الْحِكْمَةِ وَمَوَالِيْ النِّعْمَةِ،
وَمَعَادِنِ الْعِصْمَةِ، وَاعْصِمْنِيْ بِهِمْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ. وَلَا
تَأْخُذْنِيْ عَلَى غِرَّةٍ وَلَا عَلَى غَفْلَةٍ، وَلَا تَجْعَلْ عَوَاقِبَ
أَمْرِيْ حَسْرَةً وَنَدَامَةً، وَارْضَ عَنِّيْ، فَإِنَّ مَغْفِرَتَكَ
لِلظَّالِمِيْنَ، وَأَنَا مِنَ الظَّالِمِيْنَ، اللهم اغْفِرْ لِيْ مَا لَا
يَضُرُّكَ، وَأَعْطِنِيْ مَا لَا يَنْفَعُكَ، فَإِنَّكَ الْوَاسِعَةُ رَحْمَتُهُ،
اَلْبَدِيْعَةُ حِكْمَتُهُ، فَأَعْطِنِي السَّعَةَ وَالدَّعَةَ، وَالْأَمْنَ
وَالصِّحَّةَ وَالشُّكْرَ وَالْمُعَافَاةَ، وَالتَّقْوَى، وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ
وَالصِّدْقَ عَلَيَّ، وَعَلَى أَوْلِيَائِيْ فِيْكَ، وَأَعْطِنِي الْيُسْرَ، وَلَا
تَجْعَلْ مَعَهُ الْعُسْرَ، وَأَعِمَّ بِذَلِكَ أَهْلِيْ وَوَلَدِيْ وَإِخْوَانِيْ
فِيْكَ، وَمَنْ وَلَدَنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammadin wa âlihi,
Mashâbihil hikmati wa mawâlin ni’mati, wa ma‘âdinil ‘ishmati, wa‘shimni bihim
min kulli sû-in, wa lâ ta’khudznî ‘alâ ghirratin wa lâ ‘ala ghaflatin, wa lâ
taj‘al ‘awâqiba amri hasratan wa nadâmatan, wardla ‘annî, fainna maghfirataka
lidh dhâlimin, wa anâ minadh dhâlimîna, allâhumma ighfir lî mâ lâ yadlurruka,
wa a‘thinî mâ lâ yanfa’uka, fainnaka al-wâsi’atu rahmatuhu, al-badî‘atu hikmatuhu,
fa a‘thini as-sa‘ata wad da‘ata, wal-amna wash-shihhata wasy-syukra
wal-mu‘âfata wattaqwa, wa afrighiash-shabra wash-shidqa ‘alayya, wa ‘alâ
auliyâi fîka, wa a‘thinî al-yusra, walâ taj‘al ma‘ahu al-‘usra, wa a‘imma bi
dzâlika ahlî wa waladî wa ikhwanî fîka, wa man waladanî minal muslimîna wal
muslimâti wal mu’minîna wal mu’minâti.
“Ya Allah limpahkan rahmat ta’dhim-Mu kepada
Nabi Muhammad dan keluarganya, lampu-lampu hikmah, tuan-tuan nikmat,
sumber-sumber penjagaan. Jagalah aku dari segala keburukan lantaran mereka,
janganlah engkau hukum aku atas kelengahan dan kelalaian, janganlah engkau
jadikan akhir urusanku suatu kerugian dan penyesalan, ridhailah aku,
sesungguhnya ampunanMu untuk orang-orang zhalim dan aku termasuk dari mereka,
ya Allah ampunilah bagiku dosa yang tidak merugikanMu, berilah aku anugerah
yang tidak memberi manfaat kepadaMu, sesungguhnya rahmat-Mu luas, hikmah-Mu
indah, berilah aku kelapangan, ketenangan, keamanan, kesehatan, syukur,
perlindungan (dari segala penyakit) dan ketakwaan. Tuangkanlah kesabaran dan
kejujuran kepadaku, kepada kekasih-kekasihku karena-Mu, berilah aku kemudahan
dan janganlah jadikan bersamanya kesulitan, liputilah dengan karunia-karunia
tersebut kepada keluargaku, anaku, saudar-saudaraku karena-Mu dan para orang
tua yang melahirkanku dari kaum muslimin muslimat, serta kaum mukiminin dan
mukminat.” (Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Ghunyah al-Thalibin, juz 3, hal. 249)
Pada dasarnya, tidak ada ketentuan mengenai
doa atau amalan yang dibaca di malam nisfu Sya’ban, bahkan bisa dari doa yang
dibuat sendiri. Namun lebih utama bila doa atau amalan tersebut dari para guru,
ulama, atau orang-orang pilihan-Nya. Demikianlah semoga bermanfaat. Wallahu
a'lam. []
Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina
Pesantren Raudlatul Qur’an, Geyongan Arjawinangun Cirebon Jawa Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar