Selasa, 30 April 2019

(Ngaji of the Day) Hukum Tato, Rajah Kulit


Hukum Tato, Rajah Kulit

Kita berjumpa dengan banyak orang ketika memasuki ruang publik, yaitu stasiun, pasar tradisional, bandara, pelabuhan, kantor-kantor layanan pemerintah, terminal, pasar swalayan, dan lain sebagainya. Kita menemukan gambar pada bagian tubuh tertentu dari sebagian mereka.

Gambar yang dimaksud di sini adalah apa yang kita kenal sebagai tato, bukan gambar yang dibuat dari pewarna merah dari daun inai atau yang disebut pacar kuku, atau tato nonpermanen. Tato sendiri adalah gambar atau lukisan pada kulit tubuh yang dibuat dengan cara menusuki kulit dengan jarum halus kemudian memasukkan zat warna ke dalam bekas tusukan itu.

Gambar tato ini dihukumi haram oleh para ahli hukum fiqih. Gambar tato ini disebut al-wasymu. Aktivitas menggambar dengan cara menato ini yang juga disinggung oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya berikut ini:

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّ الْوَشْمَ حَرَامٌ لِلأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ فِي لَعْنِ الْوَاشِمَةِ وَالْمُسْتَوْشِمَةِ، وَمِنْهَا حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَال لَعَنَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ. وَعَدَّهُ بَعْضُ الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ مِنَ الْكَبَائِرِ يُلْعَنُ فَاعِلُهُ. وَقَال بَعْضُ مُتَأَخِّرِي الْمَالِكِيَّةِ بِالْكَرَاهَةِ، قَال النَّفْرَاوِيُّ وَيُمْكِنُ حَمْلُهَا عَلَى التَّحْرِيمِ

Artinya, “Mayoritas ahli fiqih berpendapat bahwa tato adalah haram berdasarkan sejumlah hadits shahih yang melaknat orang yang membuat tato atau orang yang minta ditato. Salah satu haditsnya adalah riwayat Ibnu Umar RA. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang menyambung rambut, orang yang meminta rambut disambung, orang yang membuat tato, dan orang yang membuat tato disambung. Sebagian ulama Malikiyah dan Syafi’iyah memasukkan tato sebagai dosa besar yang pelakunya dilaknat (oleh Allah). Sebagian ulama Malikiyah mutaakhirin menganggapnya makruh. An-Nafrawi menjelaskan bahwa makruh yang dimaksud adalah haram,” (Wizaratul Auqaf was Syu’unul Islamiyyah, Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Wizaratul Auqaf: 2005 M/1425 H], cetakan pertama, juz XXXXIII, halaman 158 ).

Syekh Wahbah Az-Zuhayli menyebut kata al-wasymu dengan sebuah praktik pembuatan gambar dengan cara menusuki kulit dengan jarum halus kemudian memasukkan zat warna ke dalam bekas tusukan itu hingga warna itu menjadi kehijauan atau kebiruan. Praktik ini yang kita temukan padanannya dalam bahasa Indonesia adalah tato atau rajah.

ويحرم ووشْم (وهو غرز الجلد بإبرة حتى يخرج الدم ثم حشوه كحلاً أو نيلة ليخضر أو يزرق بسبب الدم الحاصل بغرز الإبرة)، … لقوله صلّى الله عليه وسلم لعن الله الواشمات والمستوشمات، والنامصات والمتنمصات، والمتفلجات للحسن، المغيرات خلق الله أي الفاعلة، والمفعول بها ذلك بأمرها، واللعنة على الشيء تدل على تحريمه؛ لأن فاعل المباح لا تجوز لعنته

Artinya, “Haram…menato, yaitu menusuk kulit dengan jarum sehingga keluar darah lalu diisi dengan zat warna atau zat warna biru dari pohon nila agar menjadi hijau atau biru karena bercampur darah yang keluar karena tusukan jarum… berdasarkan sabda Rasulullah SAW, ‘Allah melaknat orang yang membuat tato, orang yang membuat tato disambung, orang yang menghilangkan bulu dirinya atau bulu orang lain, orang yang meminta orang lain menghilangkan bulu dari dirinya, dan orang yang membelah giginya untuk keelokan,’ yaitu mereka yang mengubah ciptaan Allah, baik penyedia jasanya maupun pengguna jasanya. Laknat atau kutukan Allah terhadap orang atas suatu perbuatan menunjukkan keharaman perbuatan tersebut karena orang yang berbuat mubah tidak mungkin dikutuk,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz I, halaman 312-313).

Dari pelbagai keterangan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa pembuatan tato merupakan sesuatu yang diharamkan. Orang yang membuat maupun orang yang minta ditato tubuhnya mendapat laknat dari Allah SWT sebagaimana keterangan di atas.

Kami menyarankan mereka yang ingin mengekpresikan gagasannya dan menuangkan idenya ke tubuh cukup menggunakan pacar atau pewarna merah yang berasal dari batang atau daun inai seperti lazimnya dibawa oleh tetangga sepulang haji atau yang disebut henna. Wallahu a‘lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar