Nabi Muhammad Lebih Memilih Mengaku sebagai
Anak Yatim
Satu ketika Nabi Ibrahim ditanya oleh Allah ﷻ, “Yâ Ibrâhîm, man anta (hai Ibrahim, siapa kamu?)”
Ibrahim yang mendapat pertanyaan ini pun
bingung? Dalam pertanyaan tersebut, Allah sudah memanggil dengan nama
‘Ibrahim’. Andai belum disebut oleh Allah, saat ditanya “siapa kamu?” pasti
akan dijawab dengan ‘saya adalah Ibrahim’. Namun pertanyaan yang disampaikan
Allah dengan seraya memanggil nama ‘Ibrahim’ itu sendiri.
Kemudian Ibrahim menjawab sesuai pangkat yang
diberikan oleh Allah kepadanya, “Ana khalîluLlâh (saya adalah kekasih Allah).”
Kemudian Nabi Musa ditanya Allah, “Yâ Mûsâ,
man anta? (Hai Musa, siapa kamu)?”
Musa menjawab, “Ana kalîmuLlâh (saya nabi
yang bisa berbicara langsung dengan Allah, red).”
Nabi Isa ditanya Allah dengan pertanyaan
serupa, lalu dijawab, “Ana rûhuLlâh (saya nabi berjuluk 'ruh Allah')”
Yang terakhir, Nabi Muhammad ditanya Allah,
“Yâ Muhammad, man anta?”
Nabi Muhammad mempunyai segudang gelar. Di
antaranya kalîmuLlâh, shafiyuLlâh, khaliluLlâh, hujjatuLlâh, salâmuLlâh, dan
lain sebagainya. Tapi Nabi Muhammad lebih suka menyebut dirinya dengan nama
‘yatim’. “Ana al-yatîm (saya anak yatim),” begitu jawab Nabi Muhammad.
Sebagaimana kita ketahui, Nabi Muhammad ﷺ terlahir dari rahim
Sayyidah Aminah dalam keadaan langsung yatim. Ayah Nabi yang bernama Abdullah
meninggal saat Muhammad masih di dalam kandungan ibundanya.
Nabi Muhammad lebih memilih menonjolkan
keyatimannya, bukan gelar kebesarannya. Padahal nabi di dunia ini berjumlah 124
ribu. Sebanyak 313 di antaranya, selain menjabat sebagai nabi, juga dipilih
oleh Allah bertugas sebagai rasul atau utusan. Di antara mereka kemudian
dipilih lagi ada 25 rasul yang wajib kita ketahui semua.
Dari 25 rusul terpilih, ada 5 rasul pilihan.
Kita mengenalnya sebagai ‘ulul azmi. Mereka adalah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi
Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad. Dari mereka, Nabi Muhammad yang paling
dipilih oleh Allah ﷻ.
Dengan ketawadhuan Baginda Nabi Muhammad ﷺ tersebut, Allah
memberi gelar Nabi Muhammad sebagai ‘Al-Musthafâ’ atau nabi yang terpilih dari
para nabi pilihan.
Cerita di atas disarikan dari ceramah KH
Jamaludin Ahmad, Tambakberas, Jombang.
Dalam sebuah pidato di atas mimbar, Sayyidina
Umar pernah berpesan:
أَيُّهَا
النَّاسُ، تَوَاضَعُوا فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَنْ تَوَاضَعَ لِلَّهِ رَفَعَهُ اللهُ، فَهُوَ فِي
نَفْسِهِ صَغِيرٌ، وَفِي أَعْيُنِ النَّاسِ عَظِيمٌ، وَمَنْ تَكَبَّرَ وَضَعَهُ
اللهُ، فَهُوَ فِي أَعْيُنِ النَّاسِ صَغِيرٌ، وَفِي نَفْسِهِ كَبِيرٌ، حَتَّى
لَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِمْ مِنْ كَلْبٍ أَوْ خِنْزِيرٍ "
Artinya: “Hai manusia sekalian. Berendah
hatilah kalian. Sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
‘Barangsiapa rendah hati, tawadhu’ karena Allah semata, derajatnya akan
diangkat oleh Allah sedangkan di mata orang itu sendiri sebagai orang kecil,
namun di mata orang banyak, ia sebagai orang agung. Dan barangsiapa sombong,
akan direndahkan oleh Allah. Di mata masyarakat, ia tampak hina. Namun ia
merasa dirinya sebagai orang besar. Bahkan ia sampai derajat lebih hina dari
pada anjing dan babi’.” (Syu’abul Iman: 7790). []
(Ahmad Mundzir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar