Empat Adab Orang
Bertakziyah Menurut Imam Al-Ghazali
Takziyah atau melayat adalah mengunjungi
orang yang sedang tertimpa musibah kematian salah seorang keluarga atau kerabat
dekatnya. Orang laki-laki yang bertakziyah disebut mu’azziyin, sedangkan yang
perempuan disebut mu’azziyat. Para ulama umumnya memiliki pendapat yang sama
bahwa hukum bertakziyah adalah sunnah. Oleh karena itu setiap orang Islam
sangat dianjurkan bertakziyah untuk menguatkan jiwa atau suasana batin orang
yang sedang tertimpa musibah agar memiliki kesabasaran dan ketabahan menerima
musibah tersebut.
Terkaiat dengan takziyah, Imam al-Ghazali
dalam risalahnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam
al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 437), menyebutkan ada
empat adab orang bertakziyah sebagai berikut:
آداب
المعزّي: خفض الجناح، وإظهار الحزن، وقلة الحديث، وترك التبسم فإنه يورث الحقد.
Artinya: “Adab orang bertakziyah, yakni
menghindari sebanyak mungkin hal-hal yang tidak pantas atau tabu, menampakkan
rasa duka, tidak banyak berbicara, tidak mengumbar senyum sebab bisa
menimbulkan rasa tidak suka.”
Dari kutipan di atas dapat diuraikan keempat
adab orang bertakziyah sebagai berikut:
Pertama, menghindari sebanyak mungkin hal-hal
yang tidak pantas atau tabu. Bertakziyah sudah pasti berbeda dengan menghadiri
pesta perkawinan. Oleh karena itu cara kita berpakaian dalam bertakziyah tidak
sebaiknya disamakan dengan cara kita menghadiri pesta perkawinan yang cenderung
glamor. Demikian pula cara kita bersolek atau berdandan juga tidak sebaiknya
terlalu menor atau memakai parfum yang terlalu kuat baunya. Suasana takziyah
adalah suasana berkabung dan bukan suasana bersuka cita. Hendaknya cara kita
berpakaian dan berdandan sewajarnya saja dengan tetap menjunjung tinggi asas
kepatutan dan kesopanan.
Kedua, menampakkan rasa duka. Setiap kematian
seseorang pasti menimbulkan perasaan duka yang mendalam terutama bagi keluarga
atau kerabat dekat yang ditinggalkannya. Oleh karena itu orang yang bertakziyah
dianjurkan untuk ikut merasakan rasa duka itu dengan menampakkan wajah duka
sambil mengucapkan secara tulus rasa bela sungkawa. Sangat baik apabila ungkapan
bela sungkawa itu diikuti dengan doa semoga tabah dan sabar menerima musibah
yang memang sudah merupakan suratan takdir dari Allah SWT.
Ketiga, tidak banyak berbicara. Dalam suasana
duka, orang yang sedang tertimpa musibah kematian, biasanya cenderung diam dan
tidak ingin diajak berbicara lama-lama. Oleh karena itu orang yang bertakziyah
jika ingin mengajak berbicara kepada pihak yang sedang berduka cukup seperlunya
saja. Demikian pula di antara orang-orang-orang yang bertakziyah (muazziyin dan
muazziyat) sebaiknya kalau berbicara satu sama lain cukup seperlunya dan pelan
agar tidak menimbulkan suasana berisik. Apa lagi tertawa terbahak-bahak,
sungguh hal ini tidak baik dan tidak etis dari sudut mana pun.
Keempat, tidak mengumbar senyum sebab bisa menimbulkan
rasa tidak suka. Poin keempat ini memiliki kaitan erat dengan poin-poin
sebelumnya, yakni tidak mendukung ketiganya. Oleh karena itu meskipun dalam
keadaan normal senyum termasuk sedekah, tetapi dalam konteks takziyah para
muazziyin dan muazziyat sebaiknya bisa menahan diri untuk tidak mengumbar
senyum. Tentu saja senyum dalam batas-batas yang wajar masih bisa ditolerir.
Intinya adalah senyum memiliki makna kegembiaraan yang dalam konteks takziyah
tidak baik khususnya jika ditujukan kepada pihak yang sedang berduka sebab hal
ini sama saja tidak menghormati perasaannya.
Keempat adab tersebut hendaknya menjadi
pedoman bagi umat Islam dalam bertakziyah kepada orang lain, baik orang
tersebut masih kerabat dekat, tetangga, atau sekedar teman. Hal yang harus
selalu diingat adalah bahwa takziyah identik dengan ikut berduka. Oleh karena
itu jika bermaksud membawa anak-anak yang masih kecil dan suka rewel atau sulit
diatur seperti suka teriak-teriak, dan sebagainya, hendaknya dipetimbangkan
terlebih dahulu masak-masak sebab hal itu bisa menimbulkan suasana lain yang
tidak mendukung suasana duka tersebut. Dalam tradisi masyakarat Jawa anak-anak
tidak sebaiknya diajak serta bertakziyah kecuali memang sangat
terpaksa. []
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam
Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar