Senin, 22 April 2019

(Hikmah of the Day) Ketika Sahabat 'Cadel' Nabi Bikin Gentar Abu Sufyan dalam Fathu Makkah


Ketika Sahabat 'Cadel' Nabi Bikin Gentar Abu Sufyan dalam Fathu Makkah

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, dakwah Islam selalu mendapat resisten dari kaum kafir Quraisy. Islam hadir dengan penuh keramahan dan kedamaian. Namun umat Islam tidak sedikit pun  gentar jika akhirnya perang menjadi langkah yang harus dilakukan.

Ketika dalam fase dakwah Islam di Makkah, Rasulullah SAW dan umatnya tidak luput dari ancaman pembunuhan oleh kafir Quraisy. Bahkan tidak sedikit yang mendapat siksa dan meregang nyawa demi mempertahankan akidah Islam dengan menjadi umat Nabi Muhammad.

Melihat kondisi tersebut, Rasulullah bersama para sahabat kepercayaannya diikuti umat Islam Makkah melakukan eksodus besar-besaran (hijrah) ke Kota Yatsrib (Madinah). Berbagai properti, harta benda warisan istri beliau, Khadijah radhiyallahu ‘anha seperti rumah dan tanah ditinggalkan begitu saja di Makkah demi menyelamatkan umat Islam dan misi ajaran besar yang diembannya.

Selama di Madinah, Nabi membangun kekuatan umat di samping melakukan gerakan syiar Islam ke kabilah-kabilah atau suku bangsa secara luas hingga ke negeri-negeri lainnya. Langkah strategis ini dilakukan Nabi sambil mengatur cara untuk mengambil kembali Kota Makkah. Akhirnya, terjadilah sejarah Fathu Makkah atau pembebasan Kota Makkah yang dipimpin langsung oleh Rasulullah bersama kaum Muslimin.

Pasukan Rasulullah penuh dengan kekuatan dalam sejarah Fathu Makkah. Hal ini dipahami betul oleh kafir Quraisy di Makkah yang saat itu di bawah komando Abu Sufyan. Namun, kasih sayang Nabi yang begitu tinggi membuat peristiwa Fathu Makkah terjadi tanpa setetes pun darah yang tertumpah.

Revolusi besar tersebut bukan hanya membebaskan Kota Makkah, tetapi juga membebaskan seluruh penduduk Makkah untuk masuk ke dalam lindungan Nabi sehingga mereka serta merta masuk Islam.

Dijelaskan oleh Pakar bidang Tafsir Prof KH Nasaruddin Umar dalam buku Khutbah-khutbah Imam Besar (2018), di tengah kemenangan Nabi dan kaum Muslimin, ada satu peristiwa ketika Abu Sufyan dan para pembesar Quraisy akhirnya menyerah dan bersedia mengikuti petunjuk Nabi Muhammad. Kemudian Nabi meminta kepada para pimpinan pasukannya untuk menyatakan, al-yaum yaumal marhamah (hari ini hari kasih sayang).

Lalu salah seorang sahabat Nabi berteriak: al-yaum yaumal malhamah (hari ini adalah hari pertumpahan darah). Atas pernyataan dari sahabat Nabi tersebut, penduduk Makkah kembali diselimuti ketakutan. Abu Sufyan gentar kemudian melayangkan protes, kenapa menjadi hari pertumpahan darah padahal sebelumnya diumumkan hari kasih sayang dan hari pengampunan.

Rasulullah lalu menjawab, tidak begitu maksudnya. Sahabat itu lidahnya cadel, tidak bisa menyebut huruf ra, sehingga huruf ra terucap la. Hal itu yang menyebabkan kalimat al-yaum yaumal marhamah berubah menjadi al-yaum yaumal malhamah. Sehingga menimbulkan kesalapahaman.

Penyelesaian Fathu Makkah berjalan sangat manusiawi meskipun menyalahi tradisi perang Arab yang penuh dengan pertumpahan darah, perampasan, dan lain-lain. Namun kasih sayang Nabi Muhammad lebih besar dalam hal ini sehingga betul-betul tidak ada balas dendam. 

Revolusi tanpa setetes darah ini melahirkan keutuhan dan kedamaian monumental serta kemenangan Nabi Muhammad. Era baru di Makkah betul-betul hadir. Era di mana Islam hadir untuk memenuhi kebutuhan lahir dan batin umat Islam. Era penuh dengan kasih sayang dan roda kehidupan yang sesuai nilai-nilai luhur ajaran Islam. []

(Fathoni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar