Senin, 29 April 2019

1936, NU Bandung Laporkan Kursus Bahasa Belanda dan Hukum


1936, NU Bandung Laporkan Kursus Bahasa Belanda dan Hukum

Sejak awal berdiri NU memang menyatakan sebagai organisasi keagamaan yang bermazhab salah satu dari mazhab empat. Itu pokok utama. Namun, untuk mencapai itu, NU mengembangkan bidang-bidang lain seperti pendidikan, ekonomi, dan kesehatan.

Dalam bidang pendidikan, sebelum NU berdiri pun para pendirinya telah bergerak lama dalam bidang itu melalui pesantren dan madrasah. 

Dalam bidang ekonomi, sebelum NU berdiri, salah seorang pendirinya, KH Wahan Hasbullah mendirikan Nahdlatut Tujjar pada 1924. Lalu, setelah tiga tahun berdiri, NU mendirikan Coperatie Kaoem Moeslimin (CKM) yang diinisiasi KH Abdul Halim Leuwimunding. 

Dalam bidang kesehatan, tercatat pada 1937, NU Cabang Serang (Banten) telah mengupayakan dua klinik. Pada tahun 1938 Jombang mengupayakan hal serupa. Disusul kemudian NU Cabang Bandung mendirikan poliklinik di Ciparay pada tahun 1941. 

Tiga bidang itu tidak dipilah-pilah, tapi dilakukan berbarengan. Namun, ada skala prioritas. Pada waktu itu, pendidikan menjadi fokus utama. Tidak hanya pendidikan agama, tetapi umum. Salah satunya menguasai hukum yang berlaku di Hindia Belanda dan Bahasa Belanda itu sendiri. 

KH Zainul Arifin merupakan salah seorang tokoh NU yang ahli dalam bidang hukum dan bahasa Belanda, di samping ilmu agama dan menyukai seni. Dalam bidang hukum, ia dikenal sebagai seorang pokrol bambu, penasihat hukum tanpa bayaran di Jakarta. 

Memahami hukum dan bahasa hukum itu dinilai amat penting oleh Cabang NU Bandung. Karena kalau tidak memahaminya, NU dan anggotanya bisa termakan oleh hukum itu sendiri. Karena itulah, secara bersamaan NU Bandung mengadakan kursus Bahasa Belanda dan Hukum. 

Hal ini dijelaskan perwakilan Cabang NU Bandung pada muktamar NU kesebelas di Banjarmasin, Kalimantan Selatan tahun 1936. Sepertinya ini merupakan respon NU Bandung akan pentingnya memahami bahasa Belanda yang semakin banyak digunakan di daerah itu. Namun sayang, laporan itu tidak menyertakan bagaiman prosesnya, tempatnya, guru dan peserta, serta berlangsung sejak kapan.

Kursus yang dilakukan NU Cabang Bandung pada masa itu, merupakan kemajuan. Masih jarang –untuk mengatakan tidak ada- cabang-cabang NU di daerah lain yang mengusahakan kursus semacam itu. Apalagi ini dilakukan oleh organisasi yang didirikan orang-orang pesantren. 

Perlu diketahui, Bandung, merupakan salah satu daerah yang ditargetkan para kiai untuk segera berdiri Cabang NU-nya. Hal itu terbukti, daerah-daerah tempat penyelenggaraab muktamar dari tahun ke tahun semakin ke barat. Muktamar pertama hingga ketiga di Surabaya. Keempat, di Semarang 1929. Kelima, di Pekalongan 1930. Keenam, di Cirebon 1931. Ketujuh, di Bandung 1932. Kedelapan, di Jakarta 1933. Setelah itu kembali lagi ke timur. []

(Abdullah Alawi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar