Sikap Nabi kepada
Orang yang Hendak Membunuhnya
Memasuki tahun
politik, mudah kita jumpai pertikaian di media sosial hanya karena berbeda
pilihan. Bahkan di antaranya ada yang saling memusuhi dan enggan bertegur sapa
karena kesalahpahaman. Situasi semacam ini tidaklah baik untuk persaudaraan
sesama Muslim maupun kerukunan anak bangsa.
Mari kita kembali
belajar dan mengingat pesan Nabi Muhammad. Dialah yang seharusnya ditiru,
mengingat di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa akhlaknya adalah suri teladan. Di
diutus ke dunia pun untuk menyempurnakan akhlak.
Dikisahkan seorang
lelaki Arab bernama Tsumamah bin Itsal dari kabilah Yamamah pergi ke Madinah
dengan tujuan hendak membunuh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. Segala
persiapan telah matang, persenjataan sudah disandangnya.
Ia pun memasuki ke
kota suci tempat Rasulullah tinggal. Dengan semangat meluap-luap ia mencari
majelis Rasulullah, langsung didatanginya untuk melaksanakan maksud tujuannya.
Tatkala Tsumamah
datang, Umar bin Khattab segera menghadangnya karena melihat gelagat buruk pada
penampilan orang tersebut.
"Apa tujuan
kedatanganmu ke Madinah? Bukankah engkau seorang musyrik?" tanya Umar.
"Aku datang ke
negeri ini hanya untuk membunuh Muhammad!" jawabnya terang-terangan.
Mendengar ucapannya,
dengan sigap Umar langsung memberangusnya. Umar berhasil merampas senjatanya
dan mengikat tangannya kemudian dibawa ke masjid. Tsumamah tak sanggup
melawannya.
Setelah mengikat
Tsumamah di salah satu tiang masjid Umar segera melaporkan kejadian ini pada
Rasulullah.
Rasulullah segera
keluar menemui orang yang bermaksud membunuhnya itu. Setibanya di tempat
pengikatannya, beliau mengamati wajah Tsumamah baik-baik, kemudian berkata pada
para sahabatnya.
"Apakah ada di
antara kalian yang sudah memberinya makan?"
Para shahabat Rasul
yang ada di situ tentu saja kaget dengan pertanyaan Nabi. Umar yang sejak tadi
menunggu perintah Rasulullah untuk membunuh orang ini seakan tidak percaya
dengan apa yang didengarnya dari Rasulullah.
"Makanan apa
yang anda maksud, wahai Rasulullah? Orang ini datang ke sini ingin membunuh,
bukan ingin masuk Islam!" tanya Umar.
Namun Rasulullah
tidak menghiraukan sanggahan Umar.
"Tolong ambilkan
segelas susu dari rumahku dan buka tali pengikat orang itu!" pinta
Rasulullah.
Walaupun merasa
heran, Umar mematuhi perintahnya.
Setelah memberi minum
Tsumamah, Rasulullah dengan sopan berkata kepadanya.
"Ucapkanlah laa
ilaha illallah (tiada ilah selain Allah)."
Si musyrik itu
menjawab dengan ketus, "Aku tidak akan mengucapkannya!".
Rasulullah membujuk
lagi, "Katakanlah, Aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muhammad itu
Rasulullah."
Namun Tsumamah tetap
berkata dengan nada keras, "Aku tidak akan mengucapkannya!"
Para sahabat Rasul
yang turut menyaksikan tentu saja menjadi geram terhadap orang yang tak tahu
untung itu.
Tetapi Rasulullah
malah membebaskan dan menyuruhnya pergi. Tsumamah yang musyrik itu bangkit
seolah-olah hendak pulang ke negerinya. Tetapi belum berapa jauh dari masjid,
dia kembali kepada Rasulullah dengan wajah ramah berseri.
Ia berkata, "Ya
Rasulullah, aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan engkau Muhammad adalah
Rasulullah."
Rasulullah tersenyum
dan bertanya, "Mengapa engkau tidak mengucapkannya ketika aku
memerintahkan kepadamu?"
Tsumamah menjawab,
"Aku tidak mengucapkannya ketika masih belum kau bebaskan karena khawatir
ada yang menganggap aku masuk Islam karena takut kepadamu. Namun setelah engkau
bebaskan, aku masuk Islam semata-mata karena mengharap keridhaan Allah rabbul
alamin."
Pada suatu
kesempatan, Tsumamah bin Itsal berkata, "Ketika aku memasuki kota Madinah,
tiada yang lebih kubenci dari Muhammad. Tetapi setelah aku meninggalkan kota
itu, tiada seorang pun di muka bumi yang lebih kucintai selain Muhammad
Rasulullah."
Dari cerita di atas
kita bisa mengambil hikmah bahwa saling menyayangi sesama manusia adalah
kewajiban seluruh umat Muhammad. Sikap menghargai dan memanusiakan manusia
adalah bagian dari misi kenabian Muhammad SAW. Dengan saling menghargai dan
menyayangi sesama di tengah segala perbedaan yang ada sebenarnya Kita telah
membangun peradaban dunia tanpa kebencian dan permusuhan untuk anak cucu kita
kelak. Waallahu a'lam. []
(Abdur Rouf
Hanif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar